webnovel

Hadiah setelah bencana

Ilham berdiri di luar ruang operasi dengan pakaian yang sudah sepenuhnya berganti dengan pakaian serba biru mulai dari penutup kepala, masker dan lainnya.

Operasi yang akan ia lakukan adalah operasi pertama yang akan ia hadapi setelah lima tahun tidak memegang pisau bedah.

Orang lain mungkin akan ragu karena sepintar apapun seseorang saat memiliki jeda waktu lama dalam menjalankan kebiasaannya maka keahlian itu akan menurun.

Sebagai dokter, meri juga mengetahui paradigma itu. Ia juga khawatir jika suaminya sampai kalah dengan pisau bedah di tangannya. Bukan hanya reputasi dan pekerjaan, identitas fuad yang tidak biasa akan menimbulkan masalah yang rumit dan mungkin sulit untuk mereka atasi.

Pandangannya masih sangat khawatir dengan mata sembab akibat tangis saat kecelakaan itu.

Tadi ia mengkhawatirkan fuad tapi kini ia pebih khawatir pada suaminya. Perasaannya masih berat untuk merelakan pria itu masuk ke dalam ruang peperangan ahli medis.

Hari ini ilham jauh lebih bersahaja dari biasanya. Walau pakaian yang ia kenakan sangat sederhana dan terbilang umum, tetap tak mengurangi karismanya.

Terbukti saat ini ia hanya ingin meminta semangat dari istrinya sebelum masuk, justru mendapat puluhan sorakan semangat dari para perawat maupun bidan yang juga bekerja di rumah sakit itu.

"dokter ilham, semangat"

"kami menantikan keberhasilanmu"

"semoga berhasil"

"kau pasti bisa"

Sorak sorai penyemangat itu ibarat suara reporter di stadiun sepak bola namun kecentilannya ibarat anggota cheers di lapangan basket. Sangat berisik dan mengganggu.

"kau pasti senang mendapat fans secepat ini" sindir meri.

Ilham menyentuh pipi meri yang tertutup masker serupa dengan miliknya saat ini. Ia tersenyumpun tak akan nampak jelas jadi ia hanya bisa mencibir dalam hati kepada para wanita yang membuat istri tercintanya cemburu.

"aku hanya butuh dukungan istriku. Dia temanmu jadi harus ada hadiah untukku jika ini berhasil" kata ilham bersemangat.

"Mmm, kau akan dapatkan apa yang kau mau. Berusahalah" meri menyemangati.

"pasti"

Karena wajah mereka sudah sama-sama tertutup masker, ilham hanya membenturkan dahinya pada dahi meri.

Pemandangan itu terlihat biasa saja tapi entah mengapa mampu membuat hati yang melihatnya cemburu berat. Mereka serasa ingin segera pulang dan melakukan hal yang sama pada pasangan mereka.

Meri menunggu dengan cemas di depan ruang operasi. Ilham mengancam dokter agar bisa menyelesaikan operasinya dalam satu jam, itu tidak lama jika ia menunggu.

Sudah hampir dua jam ia menunggu, di jam pertama ia lumayan tenang tapi melihat satu jam berlalu dan tidak ada tanda-tanda ilham akan keluar ia jadi semakin panik.

Waktu mereka tidak banyak jadi mengapa mereka masih belum keluar. Meri terus memikirkan beberapa pertanyaan yang pada akhirnya ia jawab sendiri di benaknya.

Saat ia sedang cemas, ponsel milik fuad yang berada di saku jaket yang kini di tangan meri berdering.

📞"fuad, kau di mana? Mengapa lama sekali?"

Wanita di ujung telfon sudah mengomel dengan beberapa pertanyaan sekaligus.

📞"halo, aku teman dokter fuad. Apa kau calon istrinya?" meri bertanya hati-hati.

📞"oh maaf. Iya, aku calon istrinya. Bagaimana ponselnya bisa ada padamy?"

📞"fuad sedang di ruang operasi, dia tadinya ingin mengajakku bertemu denganmu tapi kemudian kami berakhir di rumah sakit"

📞"pria itu. Aku sudah memintanya untuk cuti satu hari tapi ia masih saja bekerja bahkan melakukan operasi tanpa memberitahuku dulu"

Air mata yang tadinya kering kini mulai bergenang di pelupuk mata meri. Ia merasa sedih untuk nasib buruk sahabatnya. Baru saja ia akan berbahagia dann kini, semuanya seakan hancur dalam satu kedipan mata.

Perasaannya juga sedih untuk mengatakan yang sebenarnya pada wanita yang juga merasa bahagia tadinya. Ia merasa berduka untuk pasangan baru itu.

📞"fuad bukan melakukan operasi orang lain. Dialah yang saat ini sedang di operasi. Kami di rumah sakit pemerintah, cepatlah kemari"

Suara histeris terdengar dari sambungan telfon itu.

📞"aku akan ke sana" suara wanita itu bergetar karena tangis dan sesak di dadanya.

Usai menelfon, meri kembali duduk menunggu sambil terus mengetuk lututnya.

Di ruang operasi, ilham sudah lama selesai dengan operasi bedah di kepala fuad. Ia bahkan sudah selesai hanya dalam waktu 50 menit.

Skill mengerikan yang membuat para dokter dan asisten dokter maupun perawat bukan berdecak kagum namun menatapnya ngeri. Mereka seperti melihat malaikat pencabut nyawa yang sedang berbaik hati mengembalikan jiwa orang mati agar kembali hidup hanya dengan satu hembusan nafas.

"prof, tulang yang patah bukan hanya satu tapi tiga. Mungkinkah kita melakukan sayatan pada ketiga tulang itu?" seorang dokter ortopedi mencoba meminta saran dari ilham.

"aku ahli bedah saraf. Bahkan malaikat maut tidak akan mencampuri urusan malaikat penjaga neraka sekalipun ia bisa. Lakukan sesuai ilmu yang kalian dapatkan. Lagipula dia seorang pria, sepuluh sayatan di dadanya tidak akan merubah ketampanan wajahnya" jawab ilham berceloteh.

Dia sudah lama selesai tapi harus tertahan karena para dokter ortopedi itu bekerja sangat lamban. Sebenarnya bukan mereka yang lamban tapi ilham yang terlalu cepat.

Perasaan dan pikirannya terus tertuju pada wanita di balik pintu operasi itu. Wanitanya saat ini pasti sangat khawatir tapi tetap saja dia hanya bisa berdiri memperhatikan operasi pada tulang rusuk fuad.

Tanggung jawabnya belum selesai sampai kedua operasi selesai dan alat vitalnya bekerja dengan normal.

Setelah satu jam menunggu, akhirnya operasi itu selesai tanpa hambatan yang berarti.

"kita hanya melakukan operasi pemasangan pen tapi itu butuh waktu satu jam, tapi dia yang melakukan bedah otak hanya 50 menit. Sangat memalukan" kata seorang dokter ortopedi saat melihat ilham sudah keluar ruangan.

"bukan kita yang memalukan tapi dialah yang mengerikan" jawab rekannya.

"aku setuju. Memasang pen pada tiga tulang patah dan selesai dalam waktu satu jam itu sudah luar biasa, jadi jangan berkecil hati"

Ilham sudah lebih dulu keluar karena tak sabar ingin melihat wajah istri tercintanya karena itu ia tidak mendengar pembicaraan para dokter yang mulai bergosip tentang keahliannya yang di atas manusia normal.

Bukan salahnya jika ia bekerja cepat, itu adalah pemberian tuhan jadi ia hanya akan merasa bangga tanpa ada keluhan satu pun.

Ia berencana mengeluh hanya jika karena ketidaknormalannya akan berdampak pada anak dan istrinya. Selama keluarganya baik-baik saja, maka selamanya ia akan mensyukurinya.

"bagaimana operasinya?" tanya meri khawatir saat melihat pintu operasi terbuka dan ilham orang pertama yang keluar.

"kau khawatir padaku atau pada temanmu? Ilham tersenyum penuh selidik.

"tentu saja aku mengkhawatirkanmu" jawab meri tanpa ragu.

"aku baik-baik saja. Operasi berjalan lancar, dia akan segera di pindahkan ke ruang rawat"

"oh, baguslah. Aku sangat khawatir karena kau tidak keluar setelah satu jam. Bukankah kau bilang operasi bedah itu harus selesai dalam satu jam?" meri sedikit penasaran.

Saat ilham memeriksa hasil pindai MRI, sinar X dan CT, meri tidak di perbolehkan olehnya untuk melihat jadi ia tidak tahu keadaan fuad yang sebenarnya. Kini, ia hanya bisa bertanya untuk mengetahui apa yang terjadi.

"bedah saraf selesai tepat 50 menit, tapi bagian ortopedi baru melakukan operasi setelah operasiku selesai. Totalnya jadi dua jam. Sudah ku katakan, operasi bersamaan terlalu berbahaya jadi mereka harus bersabar menungguku selesai dan aku juga harus bersama mereka untuk memantau respon sarafnya"

"suamiku, kau yang terbaik" meri mengacungkan kedua jempolnya di hadapan ilham.

"hahaha, kau memanggilku suami jangan pikir aku akan lupa dengan hadiahku" goda ilham.

Sangat mencurigakan saat meri mendadak memanggilnya suamiku. Wanitanya itu hanya akan bersikap manis seperti itu jika ia menginginkan sesuatu atau ia melakukan kesalahan. Saat ini tentu kemungkinan pertama yang paling pas.

"hari ini aku berharap otakmu itu jadi dungu" keluh meri.

Memiliki suami yang jenius sangat membanggakan tapi adakalanya hal itu sangat menyebalkan. Seperti saat ini, meri berharap suaminya itu akan termakan rayuannya dan melupakan janjinya tadi. Tak di sangka otaknya itu sangat kuat dalam hal mengingat, itu sangat menyebalkan.

Mulai hari ini, meri harus bisa menyaring semua kata yang akan ia ucapkan karena bisa jadi ilham masih akan mengingatnya bahkan jika sepuluh tahun telah berlalu.

"dokter imran akan datang jadi kita bisa pulang" ajak ilham.

"tunggu sebentar, calon istri fuad akan datang. Dia sedang dalam perjalanan jadi tunggu sebentar lagi"

Di kejauhan, suara langkah seseorang yang berlari terburu-buru mulai terdengar. Tak lama seorang wanita dengan wajah yang juga sama nyaris tertutup seperti meri muncul dengan nafas terengah-engah.

"apa ini ruang operasi dokter fuad?" tanya wanita itu.

"iya" jawab meri. "apa kau calon istrinya?"

"iya benar. Bagaimana operasinya?"

Mereka terus saling lempar pertanyaan. Ilham menjelaskan sesuai dengan keinginan meri dan berhenti saat ia merasa penjelasannya sudah cukup.

"karena kau sudah datang, aku akan membawa istriku pulang beristirahat. Tidak masalah bukan jika kau menjaganya sendiri? Kakak dan ayahnya akan segera tiba jadi kau tidak akan sendiri" ilham merasa tidak sabar untuk membawa meri pulang.

Dua wanita ketika bertemu selalu saja memiliki bahan pembicaraan untuk membuat mereka berlama-lama. Mereka tidak akan selesai jika tidak ada orang lain yang memotongnya.

"ah tentu. Terimakasih untuk bantuan kalian"

"jangan sungkan. Lain kali kita akan bertemu lagi dan saling menyapa dengan baik" ujar meri.

Ilham sudah lebih dulu meraih pergelangan tangan meri dan menariknya menjauh hingga meri harus setengah berteriak menyelesaikan kalimatnya.