webnovel

Penjaga Mawar Beku

Untuk menjawabnya, gadis itu berbalik badan dari tempatnya di bangku kusir, lalu membuka tudung kepala yang selama ini menutupi wajahnya. Rambut hitam terurai dengan mata merah darah menusuk... agaknya ciri-ciri itu tidaklah asing, terutama bagi Edelweiss yang sebelumnya pernah mempresentasikan karakteristik seseorang seperti itu.

"Tidak Mungkin kamu adalah—"

"Ya, akulah Katherine Braun, satu-satunya penjaga artefak suci mawar beku."

Pernyataannya sontak mengundang rasa terkejut Vorwister bersaudara yang luar biasa, siapa yang dapat menyangka kalau mereka diculik oleh salah satu legenda yang ternyata masih hidup sampai detik ini.

Tentu saja itu merupakan sesuatu yang keren, jika memang itu faktanya. Namun, Edelweiss pula menemukan adanya kejanggalan dari pengakuan tersebut. Yaitu, bagaimana dia bisa hidup sampai saat ini? Sebab, Mustahil bagi manusia biasa memiliki umur hingga berabad-abad lamanya.

Katherine hanya menyeringai selepas mendengar pertanyaan itu, lalu kembali fokus mengendalikan kuda-kudanya. Dirinya mungkin berpikir, tidak usah merepotkan diri dengan menanggapi kalimat bernada keingintahuan itu, lagipula tidak ada untungnya juga.

Menanggapi pertanyaan "gila" adiknya, Aden seolah menerjemahkan intuisi Katherine dengan menyahut kalau itu bukanlah informasi penting. Kemudian, sorot matanya segera ia pindahkan pada Guardian itu.

"Sekarang jelaskan alasanmu menculik kami!"

"Untuk melindungi Firmus dan mawar beku!" Tegas Katherine. "Bizantium menginginkannya untuk sumber tenaga purwarupa senjata militer mereka, kita semua tak bisa membiarkannya terjadi begitu saja!"

Jadi begitu rupanya, ternyata kesaksian Techna mengenai invasi ini memang benar. Namun, hal tersebut tidaklah menjawab sepenuhnya dari apa yang sudah dilakukan kepada Firmus.

Contohnya saja seperti penyerangan mereka pada Floria— seakan amat teringin menguasai tempat yang amat vital bagi Firmus, kategorinya sudah termasuk ke dalam pernyataan perang.

Paragraf diatas juga diperkuat oleh Katherine yang menambahkan bahwa Romawi Timur sudah sejak lama merencanakan ekspansi besar-besaran terhadap Firmus— negara yang mereka anggap paling mudah dicaplok wilayahnya.

Menurutnya, memang tak mudah mengusir penjajah sebesar kekaisaran pemilik Konstatinopel itu, tetapi bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan. Firmus adalah salah satu dari sedikitnya kerajaan yang memanfaatkan energi magis sebagai kekuatan militernya, jadi seharusnya bisa mengimbangi mereka paling tidak.

Dua jam berlalu sejak meninggalkan Maxima tanpa rehat sedikitpun, kakak-beradik Vorwister yang sedari tadi belum sempat sarapan kini benar-benar menderita, terutama bagi Edelweiss yang sudah tidak tahan akan pingsan.

Berulang kali mereka berdua mendesak Katherine agar berhenti sejenak, demi kebaikan semua termasuk kuda-kudanya. Namun, tetap saja gadis bermata merah darah itu menolaknya atas dasar keadaan darurat, padahal perut tahanannya juga tak kalah daruratnya.

Merasa bosan dengan rengekan tersebut, pada akhirnya dia terpaksa menghentikan kereta kudanya tepat di tepi sungai dekat hutan. Dilihat dari letak geografisnya, tempat ini merupakan rute perjalanan yang seharusnya Edelweiss dan Aden lewati jikalau invasi Bizantium tidak pernah terjadi.

Sementara para tahanannya sedang sibuk menangkap ikan di pingir sungai, Katherine malah masih duduk di kursinya sambil merenung, mempertanyakan eksistensi mereka berdua sebagai keturunan Richard Vorwister. Sebab, dirinya betul orang yang sudah memercayai artefak suci kepadanya tidaklah selemah ini.

Sudah puluhan atau mungkin ratusan kejadian hebat yang dilaluinya bersama pendiri kerajaan Firmus itu, rasanya seperti baru terjadi kemarin saja. Namun begitu, ada satu peristiwa yang menjadikannya sebagai momen terbaik di hidupnya, tak lain dan tak bukan adalah di saat perang "Firmus" berkecamuk.

Yah, pada masa itu memang bisa dibilang tidak ada waktu bagi Richard dan segenap pasukannya untuk makan, hal ini dikarenakan mereka tak ingin memberikan rehat bagi musuh-musuhnya yang sudah terdesak. Bukan itu saja sebenarnya, para pembawa suplai makanan pun juga turut berperan akibat keterlambatan mereka dalam perjalanan.

Di sisi lain, ia— Katherine juga takkan bisa melupakan momen di saat lelaki itu memeluknya dengan erat, takkala mendapati kemenangan berada dipihak mereka. Sungguh, merupakan kenangan indah, tetapi sedikit memalukan untuk diceritakan sebagai bagian dalam sejarah.

"Nona Braun, Nona Braun!"

Sayup-sayup panggilan Edelweiss mulai memasuki alam bawah sadarnya, beberapa guncangan dari luar pun turut terasa sehingga berhasil membangunkan selama 30 menit ke belakang.

"Sudah selesai? Cepat sekali ya kalian kalau sudah berhubungan dengan makanan!" Ucapnya takkala mendapati para tawanannya telah selesai memanggang ikan.

Semerbak aroma dari ikan panggang yang Vorwister bersaudara masak kini telah menyebar luas menjelajahi sekitar, saking menggugahnya bau itu berhasil menarik seorang Katherine pergi menghampiri sumbernya.

Di dalam benaknya, ia mengingat-ingat kapan terakhir dirinya mencicipi hidangan seperti ini, yang jelas sudah lama sekali dan entah kapan.

Di sela-sela terakhir piknik singkat ini, Edelweiss tiba-tiba mengungkapkan sesuatu yang mengganggunnya,

"Nona Braun, ke mana kita akan pergi? Apakah ke Floria?"

"Mawar beku tidak ada di sana," ujarnya, sambil mengecek keadaan kuda-kudanya yang masih melahap rumput segar. "Prioritas kalian sebagai 'Arcaest' adalah melindungi benda magis itu."

Lagi-lagi Katherine menyinggung tentang istilah "Arcaest", ini kesempatan bagus bagi Aden untuk mengetahui makna dibalik julukan yang sering mereka— para pemantra misterius sematkan padanya dan adiknya.

"Sepertinya kau tahu banyak tentang istilah itu, bisa jelaskan sedikit pada kami?"

"Kau pasti bercanda." Braun secara spontan membuka matanya sedikit lebih lebar. "Apakah tidak ada satu orang pun yang menceritakan siapa diri kalian yang sesungguhnya?"

"Diri kami yang sebenarnya? Apa maksudnya Nona Braun?"

Mendapati akan pertanyaan tersebut, wanita itu menyadari pasti butuh waktu lama untuk menjawabnya, sedangkan mereka semua harus segera bergerak cepat ke tempat yang dituju sebagai bala bantuan. Oleh karena itu, dirinya mengambil inisiatif untuk menceritakannya sembari bergerak ke tempat tujuan.

Lantas, tanpa banyak membuang waktu lagi mereka kembali melanjutkan perjalanan, kali ini tanpa berhenti sama sekali. Sebelum menepati janji yang telah dibuatnya, Katherine memastikan terlebih dahulu apakah para tawanannya mengerti konsep dasar magis, sebab pembahasan mengenai "Arcaest" ini amat berhubungan dengan hukum tersebut.

Pertanyaan yang begitu mudah, tentu saja mereka berdua telah mempelajarinya saat masih kecil sebagai pembelajaran paling dasar dan utama. Dalam hal ini, nampak jelas hanya Edelweiss sajalah satu-satunya orang yang paling menggandrungi bahasan ini.

"Secara sederhana magis adalah sebuah energi hampa yang dihasilkan dari tujuh artefak legendaris di seluruh dunia, apa aku benar?"

"Tepat sekali!" Puji sang penanya, "lalu, coba ceritakan siapa 'Chronos sang Jantung Waktu' itu?"

"Dia— Chronos adalah makhluk legenda berwujud naga yang melindungi jalannya waktu dari tangan-tangan yang berusaha merubahnya."

Lagi-lagi jawaban yang Putri Edelweiss lontarkan berhasil membuatnya terkesan. Syukurlah jika mereka berdua mengetahui hal-hal tadi, dengan begitu Katherine bisa langsung membahas pada intinya.

"Arcaest adalah julukan untuk mereka— orang-orang yang Chronos percayai untuk melindungi ketujuh artefak suci demi keberlangsungan hidup."

Baik Edelweiss maupun kakaknya sama-sama terkejut ketika mendengarnya, rasanya tidak mungkin kalau mereka yang hanya merupakan penerus takhta kerajaan kecil memiliki tanggung jawab begitu besar kepada dunia ini, tanpa mereka sadari.

Aden menemukan adanya satu hal yang cukup bertentangan. "Tunggu sebentar, bukankah tujuh benda legendaris itu dijaga oleh kalian para Guardian?"

"Jika kalian berpikir semua Guardian memihak kebaikan, kalian salah besar," tegasnya, "dengan kata lain, kalian harus merebutnya dari kami, untuk melindungi dunia. Hanya itu yang kutahu."

Sayang sekali Katherine hanya mampu memberitahu sebanyak itu, padahal masih banyak sekali teka-teki Arcaest yang harus dipecahkan. Mau bagaimana lagi, kita tak bisa menyalahkan atas kekurangan pengetahuan yang dialaminya.

Namun begitu, setidaknya kakak-beradik Vorwister dapat menarik satu kesimpulan sederhana atas pembahasan tadi, tak lain dan tak bukan ialah akan ada kegilaan lain yang menggantikan kekacauan yang saat ini masih berkecamuk— invasi Bizantium.