webnovel

Jalan Bawah Tanah

Sang adik tidak berkomentar apapun terhadap ucapan tersebut, sebaliknya ia malah melakukan hal yang bukan Aden minta. Dia mula-mula menempelkan kedua telapak tangannya pada bagian tubuh kakaknya yang terluka cukup parah, kemudian matanya mulai ia tutup seolah sedang berkonsentrasi— memusatkan seluruh energi yang ada pada tubuhnya ke telapak tangan.

Sebuah berkas cahaya putih menyilaukan secara mengejutkan muncul tak lama setelah Edelweiss melakukan semua hal di atas. Tak peduli seberapa kuat intensitas sinar yang tidak sengaja dipanggilnya, sang Putri terlihat sama sekali tidak terganggu, justru konsentrasinya semakin meningkat. Kita semua tidak tahu apa yang Edelweiss lakukan, tapi agaknya ia telah menyembuhkan kakaknya.

Aden perlahan bangkit, mencoba berdiri kembali. "Kekuatan itu, darimana kau mendapatkannya?"

Edelweiss hanya terdiam, semua yang dilakukan barusan terlintas di pikirannya begitu saja, tanpa ia sadari dari mana. Dan dengan alasan demikian, mana mungkin dirinya dapat menjelaskan hal semenakjubkan itu pada Aden.

Selepas memastikan semua luka yang kakaknya derita sudah berhasil ditangani, Edelweiss langsung memenuhi permintaan kakaknya— bergegas mendekati pintu masuk jalan bawah tanah. Pada awalnya, ia tak terlalu paham kenapa Aden memintanya untuk membukakan pintu tersebut, tapi setelah mendapati ada ukiran aksara kuno yang sering ia pelajari, barulah Edelweiss menyadari satu hal.

Dari apa yang tercantum pada penghalang, terdapat sebuah kalimat sulit yang agaknya mesti mereka pecahkan maknanya secepat mungkin jika ingin masuk ke dalam. Akan tetapi, rasanya itu akan sedikit sulit, mengingat saat ini Edelweiss pun sedang berusaha keras mempertahankan nyawanya dari para prajurit Bizantium yang berdatangan akibat sinar penyembuhan tadi.

Tidak hanya itu, nampaknya Barbandes telah bangkit dari serangan tadi. "Jadi begitu, kalian menginginkan permainan yang keras rupanya!"

Ia merogoh sesuatu dari tangannya, lalu memamerkan sebuah benda mirip bros ungu yang bersinar cukup redup. Sang perdana menteri Bizantium langsung berlari, lalu memfokuskan seluruh perhatiannya kepada Edelweiss, sebagai pengacau yang patut ia dilenyapkan paling dahulu.

Tentu saja, Aden yang menyadari incaran lawannya langsung memberi respon dengan menangkis semua serangan yang terlancarkan.

Disadari atau tidak, terdapat perbedaan kekuatan yang amat signifikan dalam diri Lukas, sebelum dan sesudah ia menunjukkan perhiasan mengerikan miliknya.

Kita semua tahu bahwa pangeran Firmus mampu mengimbangi kekuatan lawannya pada pertarungan terakhir, namun hal tersebut tidak berlaku pada saat ini.

Dalam kasus ini, meningkatnya kekuatan yang orang itu alami agaknya tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa tenaga yang dimiliki Aden sudah sangat berkurang. Hal tersebut didukung dengan munculnya beberapa entitas mirip bayangan manusia, yang turut memerangi Edelweiss. Benda bercahaya redup itu seolah telah memberikan sejumlah lonjakan energi tambahan bagi pemiliknya.

Ini benar-benar gawat. Jika seperti ini terus keadaannya, Vorwister bersaudara takkan bisa pergi ke dalam kota untuk menyelamatkan orang tuanya. Mereka memerlukan sebuah peluang, sekecil apapun itu agar dapat menjangkau pintu masuk bawah tanah.

Mengetahui akan hal tersebut, dua roh yang mendampinginya langsung memberi uluran tangan—mencoba mengulur waktu dan melindungi sang Putri selama yang mereka berdua bisa. Mari kita berharap Edelweiss dapat memanfaatkan kesempatan yang didapatnya sebaik mungkin.

"Iriiyoa pierselamiya purschifia lumienette."

Tanah di sekitar tenda tiba-tiba saja bergetar kencang diiringi terbukanya gerbang masuk bawah tanah dengan sendirinya, siapa sangka bahwa tulisan kuno tersebut merupakan kuncinya. Bukan hanya itu, mawar beku yang sebelumnya menancap dengan amat kuat berkat akarnya kini mulai jatuh tergeletak, dapat diambil kembali.

Semua orang yang menyaksikan peristiwa tersebut langsung terheran-heran, sekaligus terguncang hingga banyak di antara mereka yang terjatuh. Menggunakan sisa tenaganya, Aden langsung memanfaatkan momen tersebut dengan berlari masuk ke dalam, diikuti Edelweiss yang juga membawa mawar beku di tangannya.

Mungkin kita semua menduga, sudah tidak ada lagi hal konyol yang menghalangi langkah mereka, namun kenyataannya malah berbanding terbalik. Selain jalanannya yang licin akibat "banjir" setinggi pinggang, mereka pula tidak memiliki sumber penerangan yang memadai kecuali mawar beku.

Keadaan tersebut juga diperparah oleh Lukas dan para bawahannya yang melakukan pengejaran setelah mendapati Vorwister bersaudara kabur.

"Keparat kalian berdua! Cepat serahkan artefak itu!" Suara Lukas terdengar sangat jelas dari belakang.

Selepas menyusuri jalan bawah tanah selama puluhan menit lamanya, secercah cahaya menyilaukan akhirnya dapat dilihat dari kejauhan, di ujung sana pasti jalan keluarnya. Sebaiknya langkah kaki mereka berdua segera dipercepat, sebab Lukas bersama para pengikutnya yang marah semakin mendekat.

Di situasi genting seperti ini, Edelweiss jadi teringat sesuatu. "Kakak, nona Braun meminta kita untuk mempertemukan mawar beku dengan mahkota milik ayah."

"Aku mengerti, tapi sebaiknya kita harus membuat orang-orang bodoh itu berhenti mengejar sampai ke kota."

Sebuah saran yang bagus— sebelum bisa keluar dari terowongan ini mereka perlu memastikan agar para prajurit Bizantium tidak mengacau ketika sampai ke dalam kota. Namun demikian, ada satu pertanyaan penting yang mesti kita ajukan, yaitu bagaimana caranya? Dalam situasi dan tempat sesempit ini, rasanya sulit sekali menemukan sesuatu yang tepat untuk menghentikan mereka.

Pertanyaan tersebut juga tetap berlaku walaupun mereka sudah keluar dari terowongan. Vorwister bersaudara tidak tahu pasti ada berapa banyak orang yang membuntuti dari belakang, sehingga sebisa mungkin jangan sampai musuh-musuh mereka masuk ke dalam kota dan berhasil mengacau.

Aden secara mendadak menghentikan langkahnya di dekat pintu keluar tanpa sepengetahuan Edelweiss, lalu berbalik badan ke hadapan musuhnya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, yang jelas bukan merupakan ide bagus untuk bertindak segila itu di keadaan seperti ini.

Sang pangeraan menarik napas dalam-dalam— berusaha kembali membulatkan keputusan yang sudah dibuat. Ia tahu betul takkan bisa menaklukan musuhnya dengan keadaannya yang sekarang, tetapi demi keberhasilan misi ini sang Pangeran rela mengorbankan nyawanya. Dirinya kemudian mengambil sikap siap bertempur dengan posisi pedangnya yang menghadap ke depan secara horizontal.

Dia menampakkan raut wajah yang tidak bisa disaksikan oleh siapapun. "Aku percayakan masa depan Firmus padamu, Edelweiss," gumamnya pelan.

Sementara itu di tempat lain yang cukup dekat, Edelweiss akhirnya berhasil mencapai pintu keluar yang ternyata letaknya tidak terlalu jauh dari gerbang masuk kota. Tentu saja, kedatangan mendadaknya memicu kegelisahan para segenap prajurit— bagaimana bisa sang Putri muncul dan mengapa ketibaannya harus bersamaan dengan hancurnya gerbang kota.

Tidak ada waktu untuk bertanya-tanya, beberapa kesatria pangkat rendah yang berada di sekitar Edelweiss lantas segera menggiringnya agar menjauh dari tempat tersebut, karena akan sangat berbahaya jika putri tetap di sana. Kalau diperhatikan dari jalan yang mereka tempuh, sepertinya putri akan diungsikan menuju istana, tempat di mana semua masyarakat kota dievakuasi.