webnovel

Gerbang Bawah Tanah

Bersama dengan beberapa roh bola biru, Edelweiss berlari sekuat yang ia bisa demi mencapai tempat kakaknya saat ini secepat mungkin.

Walaupun kini dirinya sudah berhasil menyelesaikan ketakutannya, bukan berarti dia juga telah menyingkirkan berbagai macam risiko yang bisa saja muncul selama di medan pertempuran, belum lagi sebuah realita bahwa sang Putri masih belum mahir menggunakan senjata jenis apapun.

Siapa sangka, Edelweiss yang kita ketahui selama ini rupanya tidak menghiraukan fakta tersebut. Meski terlihat naif, dia tetap menyematkan pedang yang dipungut beberapa hari lalu di kedua tangannya, berharap dirinya takkan terlalu merepotkan Braun.

Jika diizinkan untuk berkata jujur, sebenarnya penulis sendiri merasa tidak yakin dengan yang dilakukannya, maksudnya Edelweiss bahkan belum mempelajari satu teknik pun selain mengayunkan pedang dengan kuat. Mari kita berdoa semoga beberapa plot armor dapat menolongnya lagi.

Beruntung sekali, sebelum mereka meluncur ke lokasi tujuan klon Katherine sempat berinisatif membuat Edelweiss kembali jadi tak kasat mata, dengan menggunakan topeng yang dibawanya di kereta— inilah keajaiban yang ditunggu-tunggu. Rencana ini tentunya merupakan sebuah upaya antispasi yang brilian.

Di sela-sela waktu, sembari berlari Katherine menepi, mendekati Edelweiss. "Saat sampai nanti, mungkin kau akan merasakan atmosfer yang berbeda— amat mengganggu. Cobalah untuk menghiraukannya sejenak, diriku yang asli akan menjemputmu." Tak lama kemudian, duplikat Katherine lenyap.

Edelweiss tidak tertarik, apalagi berniat memikirkan atmosfer macam apa yang Katherine maksud, sebab saat ini dirinya sudah bisa merasakannya— bau amis darah yang amat kuat, ditambah dengungan bunyi bising teriakan para pejuang dari kedua pihak. Jika diizinkan untuk pingsan, mungkin dia telah melakukannya saat berada di radius 25 meter.

Untuk mengakalinya, dia mencoba untuk menatap langit mendung yang ada di hadapannya sambil terus berlari kencang, bagaimapun juga ia tidak boleh memedulikan suasana yang sangat tidak ramah ini. Awalnya, rencana pengalih perhatian miliknya berjalan cukup mulus, namun semua itu berubah ketika sebuah sihir berbentuk anak panah terbang melesat— menuju kepalanya.

Syukurlah, berkat salah satu roh jiwa yang sempat mendorongnya ke samping nyawa Edelweiss dapat terselamatkan. Sungguh melegakan, tapi sayangnya tindakan tersebut malah berimbas pada retaknya topeng saat sang Putri jatuh tersungkur, ini mengakibatkan tubuh Edelweiss tidak lagi menjadi "gaib".

Semua pasukan jiwa yang menyadari bahwa putri raja berada di dekatnya langsung membuat formasi lingkaran sambil terus mengantarkannya ke tempat tujuan. Ini aneh sekali, bukankah semestinya tidak ada satupun yang bisa melihat Edelweiss selain Katherine dan para pasukannya?

"Kita bertemu lagi, Arcaest." Walaupun berada di tengah-tengah keramaian, suara tersebut bisa terdengar akrab lagikan jelas.

Edelweiss yang ikut mendengarnya lekas bangkit. "Apa itu dirimu, Shaman?"

Shaman memunculkan diri tepat di hadapan Edelweiss, saking dekatnya hingga dahi mereka hampir bersentuhan. Dengan jarak yang amat begitu dekat ini, sudah pasti targetnya berada dalam bahaya besar, sekalipun ia sudah mundur— berusaha menjauh.

"Aura ini... agaknya kau telah membangkitkan kekuatan Arcaest, bukankah sepatutnya perlu dirayakan dengan pertarungan?"

"Satu-satunya hal yang perlu kau rayakan adalah hari kematianmu!"

Ada suara lainnya— Katherine menggema sama seperti sebelumnya, dan tanpa disadari oleh siapapun juluran rantai besi melesat kencang, bak makhluk melata menuju penyihir berambut perak. Seharusnya, serangan tadi tepat sasaran jika refleks Shaman tidak bereaksi cepat, tapi setidaknya nona Braun berhasil menjauhkan Edelweiss dari wanita itu.

Begitu targetnya telah menjauh, ia bergegas menghampiri sang putri dan menjaga agar tetap berada di dalam perlindungannya. Sambil terus memerhatikan gerak-gerik lawan, Katherine berpikir rencana mereka tidak boleh terus-menerus terhambat seperti ini, jadi dirinya meminta Edelweiss kembali melanjutkan perjalanannya menuju lokasi tujuan.

Tentu saja sang Putri menolak perintah tersebut mentah-mentah. Bagaimana bisa dia pergi begitu saja saat mendapati nona Braun sudah tak mampu lagi untuk bertarung akibat kehilangan banyak energi, ditambah lawannya ialah seorang penyihir dengan kekuatan luar biasa.

"Jangan khawatirkan aku," ucap Katherine, agak terengah-engah. "Kehadiran Shaman di tempat ini pasti bukan sebuah kebetulan. Mari kita lihat apa yang akan terjadi jika mawar beku dipertemukan dengan mahkota sang raja."

Edelweiss mengepalkan kedua telapak tangannya kuat-kuat. "Ba-baik Nona. Anda juga tolong berhati-hatilah!" Ia pun lantas pergi meninggalkan tempat itu ditemani roh yang tinggal tersisa dua.

"Kau masih ingin melawanku lagi?" Shaman perlahan berjalan mendekat, kemudian mengacungkan belatinya ke hadapan lawannya.

"Aku akan mengantarmu ke tempat Richard Vorwister berada— neraka!"

Katherine tidak berkomentar apa-apa, sebaliknya ia malah merentangkan tangannya ke samping sambil merapal kalimat yang tidak bisa dimengerti oleh siapapun. Tak berselang lama kemudian, sebuah energi mirip dinding berwarna ungu transparan membentang luas, mengurungnya dan semua orang yang ada dalam jangkauan di dalam, termasuk Shaman.

Bukan hanya itu saja, senjata rantai miliknya mengeluarkan gumpalan asap hitam sebagai reaksi setelah mantra dirapal, mungkinkah Katherine menginginkan pertarungan satu lawan satu untuk mengakhiri semua ini?

"Kita lihat saja siapa yang akan lebih dulu pergi ke neraka!"

Menggunakan sisa kekuatan yang masih tersisa, Guardian itu langsung menyerang dengan melontarkan senjata andalannya menuju Shaman. Dari apa yang terlihat, dirinya masih menggunakan pola serangan yang hampir sama seperti sebelumnya, hanya saja lebih agresif— setiap pergerakan rantainya meningkat drastis hingga membuat musuh jadi ekstra hati-hati.

"Hanya segini kemampuanmu?"

Sempat-sempatnya penyihir berpenutup mata itu meledek, padahal posisinya sekarang sedang dikejar-kejar rantai Katherine.

"Mari kita tambah tingkat kesulitannya, Cursed Fog!"

Gadis berusia lebih dari dua setengah abad itu kembali menampilkan jurusnya, kali ini adalah asap tebal ungu mirip kabut mulai memenuhi seisi ruang yang telah terisolasi akibat dinding tadi.

Bukan strategi yang buruk menciptakan titik buta ke segala arah untuk Shaman, tapi apakah pandangan Katherine juga ikut terpengaruh oleh kabutnya sendiri?

Tidak perlu memikirkannya, sebab penggunanya telah memberikan jawaban tersirat, berupa pergerakannya yang sama sekali tak terdampak oleh benda buatannya sendiri.

Dia terus mengarahkan senjatanya menuju Shaman, tanpa memerhatikan para prajurit Bizantium yang terperangkap di dalam sudah terkapar tak berdaya, beberapa bahkan lenyap bak bayangan.

Setelah sekian lama berjuang, Katherine akhirnya mendapati ujung rantainya berhasil melilit kaki kiri Shaman, ia pun langsung memanfaatkannya dengan menarik mundur senjatanya kuat-kuat.

Sayangnya, keberhasilannya itu hanya berlangsung singkat, sepertinya dirinya lupa bahwa lawannya mampu berpindah tempat, sehingga dapat meloloskan diri dari lilitan tersebut.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, tampak jelas Shaman menyeringai, seolah sedang mengagumi dan mengakui kemampuan yang dimiliki Guardian mawar beku. Jika memungkinkan, dirinya ingin sekali memberikan tepuk tangan sebagai bentuk apresiasinya pada usaha Katherine.

Buku yang ada pada lengan kirinya mulai terbuka dengan sendirinya, sedangkan tangan yang satunya lagi ia angkat tinggi-tinggi ke atas langit. Kali ini sihir macam apa yang akan Shaman tunjukkan pada kita?

Entah kenapa Shaman masih belum melepaskan sihirmya, sepertinya ia mengalami sedikit masalah. "Apa ini? kenapa mana-ku tidak dapat mengalir?"

"Itu karena energi mana-mu telah terisolasi oleh kabut yang kau hirup!"

Begitu rupanya, siapa yang dapat menyangka kabut tebal berwarna aneh tadi lebih dari sekedar pengabur penglihatan saja. Sungguh rencana yang brilian menghentikan aliran mana dari dalam tubuh sang penyihir perak, dengan begitu seharusnya ia tidak dapat menggunakan kekuatan sihir apapun.

Nona Braun menarik kembali rantai miliknya yang kemudian ia ayun-ayunkan. "Aku akan mengakhiri apa yang kau mulai di masa lalu, ataupun masa kini!"

Mari kita kembali ke sudut pandang Aden. Bisa dibilang situasinya saat ini cukup tidak baik, dirinya belum menemukan satupun celah untuk membalas semua tebasan yang lawannya ayunkan terhadapnya, yang saat ini bisa dilakukannya hanya menghindar dan menangkis.

Ini sungguh buruk, jika Pangeran tidak segera membalikkan keadaan maka lambat laun tenaganya akan menurun, ini tentu saja akan mengurangi konsentrasinya.

Musuh utamanya saat ini— Lukas bukanlah seseorang yang dapat dianggap remeh. Banyak kabar mengatakan belum pernah sekalipun pasukan berperang Bizantium yang dipimpin olehnya mengalami kegagalan dalam pertempuran apapun, ini menandakan sosok Lukas Barbandes memang mempunyai kapabilitas yang luar biasa sehingga sering kali dibebani berbagai tanggung jawab besar.

Di saat-saat yang sulit, Aden mencoba menyempatkan diri untuk mencari tahu motif penyerangan ini. "Apa kalian tak sadar sedang menodai upaya perdamaian yang kita buat?! Mau kalian itu apa sebenarnya?!"

"Heh, itu hanya sebuah tulisan di atas kertas, jadi untuk apa 'diriku' menaatinya!"

Sungguh kalimat yang amat mengesalkan bagi Aden, bagaimana bisa negara besar semacam Romawi Timur berlaku sedemikian hina hanya demi wilayah. Apakah sang kaisar tidak tahu berapa banyak manusia yang kini menderita berkat nafsunya? Ini sudah tidak bisa ditolelir lagi, benar-benar keterlaluan.

Sang pangeran sudah tak dapat menahan emosi yang menggebu-gebu sehingga tidak mampu berpikir jernih, kini di dalam hatinya hanya ada keinginan kuat untuk membuat kepala Lukas terpenggal, tidak lagi tersambung dengan badan.

Dia memusatkan seluruh aura negatif dalam dirinya pada satu titik, yang kemudian disalurkan menjadi kekuatan tambahan melalui pedangnya.

Aden tidak membuang-buang waktu lagi, ia melakukan sebuah serangan tipuan— mula-mula mengayunkan pedang secara horizontal, lalu mengubah arahnya menjadi vertikal secara tiba-tiba. Ini bertujuan agar musuhnya tidak sengaja memberikan sedikit celah.

Dan benar saja, Perdana Menteri Bizantium itu melakukan persis seperti yang diharapkan— membiarkan bagian depan tubuhnya sedikit tidak terjaga. Aden pun langsung memanfaatkkan momentum yang amat singkat tersebut dengan memberikan serangan penentu, yaitu tusukan tajam.

Akan tetapi, entah bagaimana bisa Lukas memperbaiki pertahanannya yang sempat terbuka di waktu yang amat singkat. Ia dengan sigap langsung mundur sedikit ke belakang, kemudian menghantam pedang Aden dengan miliknya, alhasil tindakan tersebut membuat pemuda itu kehilangan keseimbangannya sehingga tersungkur di samping mawar biru berada.

Lukas membekuk lawannya supaya tidak dapat melawan. Ia menginjak-injak punggung Aden dengan kuat sehingga terdengarlah raungan kesakitan, sementara ujung pedangnya ia sandarkan pada kepala musuhnya.

"Terima kasih karena sudah repot-repot membawakan artefak suci padaku, Arcaest." Kini pandangannya mulai beralih pada mawar biru.

"Dengan benda itu akhirnya aku bisa menguasai tempat ini!"

"Kakak!"

Tak berselang lama setelah suara tersebut masuk ke telinga mereka yang berada di tenda, secara mengejutkan dua roh yang menyertai Edelweiss mendorong Perdana Menteri Bizantium itu terpental cukup jauh, tepat sebelum tangan kotornya akan menyentuh mawar beku. Inilah dia, bala bantuan yang dinanti telah tiba juga.

Edelweiss dengan sigap langsung membantu saudaranya untuk berdiri.

"Kakak, aku sungguh minta maaf tidak segera menemuimu."

"Akhirnya kau datang juga...," gumaman Aden terdengar begitu pelan dan tersendat-sendat, "cepat, bukakanlah gerbang itu."