webnovel

Extra 1

Malam hari yang cerah di daerah perbatasan kota Maxima, saking cerahnya semua orang bahkan dapat menikmati pertunjukan bulan dan bintang, tanpa terhalang benda apapun seperti awan.

Beberapa orang mungkin bisa mengagumi langit sampai fajar terbit, namun bagi beberapa yang lain rasanya akan cukup sulit, tak terkecuali seluruh komponen militer Firmus.

Dengan keadaan negaranya yang sedang berada di ujung tanduk kehancuran, tentunya mereka semua tidak bisa tinggal diam begitu saja. Demi menghargai jasa para leluhur yang sudah berkorban demi berdirinya Firmus, mereka semua tak rela jika tanah kelahiran ini hancur, hanya karena sebuah pengkhiatan.

Hal itu juga berlaku bagi Nozra Wisteria, seorang prajurit muda yang saat ini diberi titah oleh William untuk membawa pasukan kavaleri menuju Floria. Sudah beberapa jam setelah dirinya meninggalkan kota Maxima, mungkin sudah masanya untuk memberikan istirahat sejenak bagi tunggangan mereka.

Dengan keadaan langit yang begitu mendukung ini, syukurlah pasukan itu dapat menemukan tempat beristirahat yang tepat, yaitu di dekat hutan dan sungai kecil. Lantas, mereka semua segera mendarat, tak lama selepas Nozra mengangkat salah satu lengannya.

Salah satu prajurit muda datang mendekati komandannya dari belakang. "Tuan Nozra, perlukah kita menyiapkan perapian?"

"Tentu saja. Meskipun takkan bermalam di sini, kita tetap memerlukannya, paling tidak untuk menghangatkan tubuh."

"Kalau begitu aku akan mengajak beberapa prajurit mengumpulkan kayu bakar," ujar prajurit tersebut.

Nozra hanya terdiam saat menyaksikan rekannya pergi meninggalkannya bersama udara dingin. Mungkin, akan lebih bagus jika dirinya juga ikut membantu, lagipula nampaknya ia tidak memiliki kegiatan lain kecuali cuma memerintah, selain itu dirinya belum berminat untuk mengobrol bersama rekan-rekannya.

Pada akhirnya, dia pun mengikuti kata hatinya dengan tidak menyusul orang tadi dan memilih mencari ke arah yang berlainan, ini tentunya merupakan ide bagus demi menghemat waktu. Sebelum melancarkan rencananya, ada baiknya ia mempersiapkan beberapa hal di kereta penyimpanan.

Tapi anehnya, mengapa Nozra malah langsung masuk ke dalam hutan tanpa mempertimbangkan untuk menghidupkan obor dan orang tambahan? Seharusnya dirinya tahu kalau cahaya rembulan tak cukup membantu pandangannya akibat terhalang pepohonan besar.

Akibatnya, Nozra takkan mampu mengenali setiap bahaya yang tidak bisa dirasakannya melalui telinga atau instingnya, contohnya seperti makhluk melata.

Yah, kita semua tahu bahwa kesatria itu seorang Pyromancer— membuat penerangan bukanlah hal sulit baginya. Namun, tetap saja dia memerlukan orang lain baik sebagai pembawa cahaya maupun yang mengangkut ranting-ranting.

Dan benar saja, Nozra akhirnya terjebak dalam titik penyesalannya. Saat ini dirinya hendak membawa benda yang dicari, terdengar suara mencurigakan dari balik semak di sekitar. Kalau sumber suara tersebut merupakan binatang buas, salah satu cara mengusirnya ialah menggunakan obor, dan kita semua tahu Nozra tak membawa alat seperti itu.

Dengan tangan yang dipenuhi tumpukan kayu, rasanya memang sulit untuk bertarung, ditambah dia tak mempunyai inisiatif menurunkan barang bawaannya. Tak ada pilihan lain lagi, Nozra terpaksa menghindar— memutar ketika suara itu semakin dekat dan terdengar kuat. Entah apakah rute yang diambilnya benar atau tidak, yang jelas dia semakin mempercepat langkahnya, tatkala melihat cahaya obor di depan sana.

"Ah, di situ rupanya!" Ternyata, cahaya tersebut berasal dari Phillip. "Setidaknya ajak aku jika ingin pergi mengumpulkan kayu."

"Saya tidak tahu kalau Tuan berada di dalam unit ini."

Phillip secara tiba-tiba merangkul Nozra. "Berhentilah memanggilku dengan julukan itu, pangkat militer kita bahkan sama persis."

"Tapi tidak dengan status sosial kita," balasnya. Ia kemudian pamit pergi, meninggalkan lawan bicaranya.

Meskipun gelarnya sama dengan milik salah satu anak William Vorwister, Nozra tidak akan pernah melupakan satu fakta penting dalam hidupnya, yaitu status sosial. Hal tersebut yang menjadi dasar perilakunya terhadap orang lain, bahkan pada rekan kerja.

Sebenarnya tidak ada yang salah tentang itu, mengingat seorang kesatria juga dituntut mempunyai sikap sempurna. Namun, bagi orang-orang terdekat mereka, bukankah terkesan cukup tidak nyaman jika diterapkan? Terlalu formal terkadang bisa mendatangkan suasana canggung.

Mari kita lupakan sejenak kejadian tadi, sekarang saatnya menikmati waktu rehat yang amat singkat ini. Nozra yang merasa kehausan kini sedang meneguk air segar di pinggir sungai, sembari sesekali menengok ke arah taburan bintang-bintang di langit.

Sampai pada detik ini, ia masih tidak menyangka negara tempatnya mengabdi sedang dalam krisis serius. Padahal, setahunya firmus sudah mengadakan beragam kerja sama dan perjanjian dengan Bizantium, termasuk kesepakatan damai demi kelangsungan stabilitas kedua belah pihak.

Secara tidak langsung, kegiatan-kegiatan diplomasi yang dibuat merupakan wujud nyata dari hubungan baik antar negara, dan sudah sepatutnya dipertahankan. Yah, memang setiap kemungkinan bisa saja terjadi, baik karena faktor internal maupun yang satunya lagi. Apakah mereka— Romawi Timur tidak menyadari betapa hinanya tindakan mereka hanya demi batu berukirkan bunga mawar?

"Tuan Nozra!" Seseorang akhirnya menyadarkan pemuda itu dari lamunannya. "Tidak biasanya Anda melamun seperti itu, apa yang mengganggumu?"

Nozra langsung menolehkan kepalanya ke samping kanan, ternyata sosok itu terlihat sedikit lebih muda dari dirinya— junior yang paling ia percayai.

"Tidak ada, hanya memikirkan betapa indahnya malam ini," bualnya. "Omong-omong, ada perlu apa? Latihan berpedang?"

"Saya ingin melapor bahwa seluruh pasukan kini sudah cukup beristirahat dan menunggu perintah Anda selanjutnya."

Kesatria itu berpikir sejenak, mungkin sudah saatnya bagi mereka semua bertolak kembali menuju tempat tujuan. Lagipula, makin cepat mereka tiba. keadaan bisa saja berubah jadi lebih baik.

"Beritahu pada semuanya untuk membersihkan jejak perapian dan bersiap."

"Laksanakan, Tuan!" Wanita itu memamerkan sikap hormat, kemudian bergegas menjalankan perintah seniornya.

Sebelum benar-benar pergi dari tepian sungai, pemuda itu menyempatkan diri untuk mengumpulkan sedikit perbekalan minum dengan wadah yang dibawanya, jaga-jaga kalau kehausan di perjalanan. Setelah sesi istirahat ini berakhir, mungkin mereka semua takkan memerlukannya lagi hingga sampai di sana.

Waktu berjalan cukup cepat tanpa kita sadari, singkatnya kini unit bantuan tipe kavaleri yang Nozra pimpin hampir tiba di tempat tujuan— hanya tinggal beberapa kilometer lagi. Dari kejauhan, kita bisa melihat keadaan jantung Firmus saat ini— Floria sedang tidak baik-baik saja, belum lagi asap-asap yang mengepul turut menambah kesan tak mengenakan.

Di situasi genting seperti ini, memang lebih bagus kalau mereka semua terjun ke medan tempur dan berperang, akan tetapi pemimpin regu tidak menginginkan hal demikian. Bagaimanapun juga, Nozra hanya diberi wewenang sebagai pemimpin saat di perjalanan saja, sehingga ia perlu menemui jenderal dari kota lain dan menyerahkan komando sepenuhnya.

Yang jadi pertanyaannya adalah, di mana tenda pasukan kota lain? Sebab baik di sebelah barat, atau bahkan di belakang medan pertempuran terdapat masing puluhan tenda yang berdiri. Ini sungguh buruk, jika sampai mereka tiba di tempat yang salah, maka segalanya bisa saja berantakan.

"Kita datangi yang di sebelah barat."

Tanpa ada keraguan sama sekali, Nozra memberi sinyal aba-aba kepada segenap unit yang ada di belakang, disusul dengan pergerakannya menuju lokasi yang ia maksud. Untuk mencegah kehadiran mereka diketahui oleh musuh, ia membuat sedikit penyesuaian dengan cara mengambil rute agak memutar, sambil terus menjaga jarak dari medan pertempuran.

Sementara itu, Phillip yang kebetulan berada di sampingnya jadi bertanya-tanya. "Kau serius? Kita bahkan tak bisa mengamati motif tendanya."

"Ya. Karena, hanya musuhlah yang mendirikan tenda tepat di belakang medan pertempuran saat terjadi penyerbuan," balasnya, agak sedikit berteriak.

Kalimat yang barusan ia keluarkan sedikit masuk akal kalau dipikir-pikir. Saat akan mengepung sebuah kota, penting sekali bagi pihak penyerbu mengisolasi targetnya dari dunia luar.

Dengan begitu, segala macam kegiatan vital kota seperti distribusi makanan dan perdagangan, dapat dihentikan sehingga target mudah dilumpuhkan dari dalam.

Dan faktanya, apa yang Nozra katakan tadi memang sesuai dengan kenyataan saat ini. Selepas sampai di dekat perkemahan tersebut, unit kavaleri itu langsung disambut dan diminta untuk segera bersiap membantu sekutu mereka. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi pemimpinnya, sebab ia perlu menyerahkan komando terlebih dahulu.

Suasana di wilayah perkemahan tersebut bisa dibilang cukup tegang, terdapat cukup banyak prajurit terluka yang saat ini sedang dirawat intensif. Ini sungguh pemandangan buruk, jika orang-orang yang dilihatnya tadi merupakan bagian dari divisi militer 2 kota lainnya— Magna dan Firmus, maka ada kemungkinan lawan mereka mengerahkan sangat banyak pasukan.

Tentu saja pihak Firmus berada dalam kesulitan besar jika asumsi itu terbukti benar, ini dikarenakan perbandingan pasukan kedua belah negara yang sangat tidak seimbang. Namun demikian, Nozra mencoba untuk tidak memikirkannya, sebab dia amat yakin pihaknya dapat mempertahankan wilayah mereka.

Nozra memberikan salam hormat pada seorang pria berzirah lengkap di depannya. "Unit bantuan kavaleri Maxima, siap bertempur!"

Lelaki paruh baya itu terdiam, membiarkan bala bantuan yang menghampirinya tak berkutik untuk beberapa waktu. Sulit sekali membaca isi pikirannya berdasarkan raut wajah, sebab ekspresi yang ia pamerkan campur aduk sekali— tadi tampak tersenyum lega, namun tak lama kemudian berganti jadi cemas.

Beruntung, tidak ada satupun dari anak buahnya yang berkomentar mengenai sikapnya itu, semuanya membatu menunggu perintahnya. Sebagai seorang pemimpin, lelaki itu tak seharusnya menampilkan ekspresi "ragu-ragu" seperti itu di hadapan prajuritnya.

"Mereka menunggu perintah Anda, Tuan Gaius," seorang pemuda di sampingnya berbisik.

Gaius menghela napas berat. "Setelah sampai di sana, aku ingin kalian semua segera bergabung dengan divisi Magna yang sedang menggempur lawan!"

Segenap prajurit yang ada lantas berteriak kencang, mengucapkan frasa yang dapat meningkatkan semangat juang mereka. Dengan mengikuti arahan dari Gaius, unit bala bantuan kavaleri dari Maxima akhirnya terjun sesuai petunjuk yang sudah diberikan.