webnovel

Extra 2

Saat berada di perjalanan, entah bagaimana bisa Nozra mengingat satu pesan yang belum sempat disampaikannya pada Gaius, pimpinan tertinggi di sini. Tapi, sebelum pergi berbalik ia perlu meminta seseorang, agar mengambil alih tugasnya sebagai pemimpin regu untuk sementara waktu. Di titik ini, seharusnya kita sudah mengetahui siapa sosok yang akan ditunjuknya.

Sesampainya di perkemahan, dia langsung turun dari kuda kesayangannya, kemudian lekas menuju tenda jenderal yang kalau tidak salah terletak di antara tenda-tenda perawatan tadi.

"Ada apa? Bukankah kau seharusnya memimpin regumu saat ini?" Tanya Gaius, tatkala mendapati Nozra masuk ke dalam.

"Mohon maaf sebelumnya, Tuan." Pemuda itu berlutut di hadapan pemimpinnya. "Saya memiliki pesan dari Tuan William Vorwister II yang harus disampaikan."

"Pesan katamu?"

"Ya, pesan mengenai sebuah fasilitas terowongan bawah tanah Floria...." Nozra menceritakannya secara lengkap, tanpa melewatkan satupun informasi penting.

Gaius yang mendengar semua penjelasan itu tidak menampakkan ekspresi apapun selain muka datarnya, dia seolah sedang memikirkan suatu hal lain.

"Jadi begitu, rupanya pintu masuk aneh yang kutemukan kemarin adalah jalan masuknya," gumamnya pelan. "Apakah tuan Vorwister II juga menceritakan cara membukanya?"

"Maafkan saya, beliau tidak menambahkan detail apapun selain yang sudah saya sampaikan."

Entah karena lupa atau memang tak tahu, sayang sekali William tidak menjelaskan cara membuka pintu tersebut. Dengan begini, maka informasi tadi sama saja bohong, tidak terlalu berguna bagi mereka semua. Kini, jalan satu-satunya mendukung pertahanan Floria adalah dengan menghancurkan musuh dari belakang.

"Ya sudahlah kalau begitu, setidaknya para makhluk itu tidak dapat masuk ke dalam kota dengan mudah."

Perkataan yang Gaius ucapkan tadi terasa aneh dan cukup mengganggu bagi yang mendengarnya— Nozra. Agaknya, penggunaan kata "makhluk" tadi maknanya bukan sebagai pengganti julukan prajurit Bizantium, melainkan merujuk pada monster secara harfiah. Untuk lebih jelasnya, dia mencoba bertanya pada atasannya mengenai hal tersebut.

Faktanya, dugaan yang sempat Nozra pikirkan tadi memang benar, ternyata bukan manusia saja yang berpartisipasi dalam penyerbuan ini. Makhluk itu mengambil penampilan persis layaknya prajurit Bizantium pada umumnya, namun anehnya mereka tidak dapat bertarung dengan baik.

Meskipun terkesan lemah, rupanya mereka memiliki kemampuan tersembunyi yang menyulitkan militer Firmus. Gaius menambahkan, setiap kali makhluk berwujud manusia itu dilenyapkan, mereka akan muncul kembali ke medan tempur seolah tak terjadi apapun. Dengan kata lain, mustahil untuk membasminya.

"Dengan kemampuan itu, mereka dapat membunuh kita yang sudah kehabisan energi di medan pertempuran!"

"T-tapi, bukankah Bizantium adalah negara penentang penggunaan energi magis? Bagaimana bisa mereka—"

"Tidak usah dipikirkan," sela Gaius. "Sekarang susul kembali pasukanmu dan sokong unit yang sudah kelelahan! Kita tak boleh kehilangan banyak nyawa lagi."

Tanpa perlu diulang dua kali, Nozra langsung menuruti perintah tersebut dan memacu kencang kuda miliknya. Sayang sekali, ia sebetulnya masih menyimpan beberapa pertanyaan tambahan yang patut diajukan, seperti bagaimana cara manusia jadi-jadian itu bertarung.

Semua kegilaan ini entah mengapa terasa semakin aneh dan mencurigakan. Pertama, Bizantium menyatakan perang tanpa sebab pasti, lalu mereka secara mengejutkan memanfaatkan energi magis, yang mana bertentangan dengan reputasi mereka sebagai penentang sihir. Sebenarnya, kebenaran macam apa yang sedang bernaung di balik peristiwa ini?

Baik, kita kesampingkan sejenak hal-hal tadi dan fokus pada pertempuran. Singkat cerita, Nozra berhasil menemukan regunya yang dikepung puluhan prajurit dari pihak lawan. Bisa dibilang, situasi yang dihadapi sungguh kurang baik, sebab mereka semua harus secepatnya menemui divisi Magna di ujung sana.

Tanpa memikirkan apapun, ia langsung memacu kencang kudanya guna menerobos kerumunan musuh. Menggunakan teknik pengendalian magis, Nozra melapisi bilah pedangnya dengan energi mirip nyala api agar daya serang yang dikeluarkan jadi lebih besar. Mujur sekali, cara tersebut terbukti efektif sehingga ia dapat bergabung dengan regunya.

"Bagus, sekarang kau pun ikut terjebak bersama kami." Phillip menyempatkan diri untuk berkomentar, padahal keadaan sekitarnya tidaklah bagus.

Cepat atau lambat, pasukan itu akan kehabisan energi jika terus meladeni musuh yang seolah tiada kesudahannya, sedangkan mereka tak memiliki banyak waktu lagi. Hal itulah mendorong pemimpin regu agar lekas menemukan cara menanganinya, walaupun dia tak diberi waktu untuk berpikir pada saat-saat seperti ini.

Sambil terus fokus mempertahankan diri, Nozra mencoba menganalisis lebih jauh kemampuan lawannya, terutama yang mengambil bentuk fisik para tentara Bizantium. Makhluk-makhluk itu pasti memiliki satu kelemahan, apapun itu yang mereka sembunyikan rapat-rapat.

Nozra memikirkan satu rencana yang patut dicoba. "Semuanya, gunakan kekuatan magis kalian untuk melawan mereka!"

Seluruh anggota yang mendengarnya langsung menuruti apa yang ketua mereka minta. Tampak semua senjata telah dilapisi energi magis dengan corak warna beragam, mungkin itu menggambarkan elemen yang dikuasai. Mari kita lihat, apakah makhluk-makhluk itu memiliki respon berbeda jika diserang menggunakan magis.

"Kapten, mereka malah menyerap elemen airku!" seorang prajurit dengan warna magis biru berteriak.

Bukan hanya itu saja, ternyata keluhan serupa juga turut bergema dari mulut anggota lain— corak hijau, coklat, serta abu-abu. Setiap kali melancarkan serangan, secara mengejutkan lawan mereka menganga dan langsung menyerap energi hampa tersebut tanpa bersisa.

Namun begitu, entah mengapa energi magis merah— api milik Nozra beserta beberapa pengguna yang lain tidak mengalami kejadian seperti itu. Tak ada satupun manusia jadi-jadian itu yang mau mendekat, apalagi membuka rahang mereka. Sungguh kejadian aneh, apakah itu artinya mereka lemah terhadap elemen api?

Untuk membuktikan dugaan tersebut, Nozra memamerkan mantra bola apinya yang kemudian ia lempar ke arah musuh-musuhnya. Alhasil, tindakan tersebut berhasil membuat beberapa makhluk langsung lenyap seketika.

Dengan ini, maka sudah dapat dipastikan menggunakan api jauh lebih efektif, bila dibandingkan dengan serangan fisik biasa.

Ini sungguh satu kemajuan yang luar biasa, namun sayangnya para makhluk itu masih dapat muncul kembali, walau intervalnya sedikit lebih lama.

Ini menandakan, bahwa unit Nozra memiliki peluang untuk bebas sejenak dari kepungan massa itu, asalkan bertindak secepat mungkin. Untuk itulah, Nozra meminta anggotanya yang mahir menggunakan magis api untuk membukakan jalan bagi mereka semua.

Setelah berjuang sangat keras, unit kavaleri itu akhirnya dapat menggapai target mereka yang sudah mulai kelelahan. Di titik ini, mereka belum mengetahui langkah seperti apa yang perlu diambil selanjutnya selain bertarung, mungkin saja komandan divisi Magna telah memikirkan sebuah rencana.

"Apakah kalian bala bantuan yang tuan Gaius maksud?" salah satu prajurit berpangkat rendah dari Magna bertanya.

"Kalian yang memiliki sihir elemen api, gunakanlah sekarang juga! Hanya itu cara paling efektif mengalahkan—"

Tepat sebelum Nozra menyelesaikan sedikit arahan bagi para sekutunya, terdengar bunyi ledakan keras dari arah selatan— kota Floria.

Alhasil, semua orang yang tak sengaja mendengarnya pun langsung mengarahkan pandangan ke sumber suara. Betapa terkejutnya mereka, rupanya dentuman itu berasal dari gerbang depan Floria yang hancur akibat Battering Ram lawan.

"Semuanya, bergerak ke gerbang kota!" Pemimpin dari divisi Magna akhirnya memberikan perintah.

Segenap prajurit dari kedua divisi lantas segera bergegas menuju lokasi yang dimaksud, dengan unit kavaleri Maxima berada paling depan untuk

membuka jalan. Bagaimana bisa, tak ada satupun dari mereka yang menyadari senjata pendobrak gerbang milik musuh sudah berada di sana.

Bukan Cuma itu saja, keadaan tersebut diperparah dengan para "Pyromancer", harapan utama mereka yang mulai kehabisan tenaga. Inilah dia yang Nozra khawatirkan sejak tadi, akibatnya para manusia jadi-jadian itu takkan merasa terintimidasi lagi dengan musuhnya.

Di saat-saat genting, nampaknya putra bungsu William memiliki sebuah ide. "Kita lakukan teknik gabungan seperti saat itu!"

"Tidak bisa. Area kerusakannya bisa saja membahayakan sekutu kita, seperti tiga perempat militer dari divisi Maxima."

"Lakukan saja!" Komandan Magna tiba-tiba saja ikut dalam pembicaraan. "Divisi kalian terakhir kali terlihat sedang menaiki menara penyerbu Bizantium. Lagipula, kita takkan mungkin bisa menghambat mereka satu-persatu!"

Jadi begitu keadaannya, dengan begini maka duo kesatria muda itu dapat melakukan kombo mereka, tanpa merasa bersalah. Namun begitu, sebaiknya Nozra dan Phillip tetap mempertimbangkan besar area serangannya, jangan sampai dampaknya malah jadi boomerang.

Tatkala berhasil sampai di pinggiran dinding kota, dua kesatria itu berhenti dan memercayakan bagian dalam Floria pada para sekutu mereka. Dari sudut pandang Phillip, kita diperlihatkan apa yang sedang dilakukannya— memusatkan mana yang ia miliki pada tombak panjangnya.

"Elemen angin, storm!" Dia kemudian mengayunkan tombaknya ke depan, lalu muncul sebuah pusaran angin cukup besar.

Selanjutnya, tibalah bagi Nozra untuk menggunakan kekuatan apinya sekali lagi. Tidak jauh berbeda dengan rekannya, ia turut memusatkan energi magisnya, namun pada lengan kirinya yang memegang perisai. Selepas dirasa sudah cukup terkumpul, ia langsung meluapkannya kedalam bentuk juluran api yang membelah kerumunan musuh menuju tornado.

Akibatnya, warna tornado yang sebelumnya putih kini berubah menjadi merah menyala, dengan begini benda itu telah berubah menjadi "Firestrom". Seperti inilah, teknik gabungan yang dimiliki dua kesatria jenius itu, dengan tingkat kekuatan sebesar itu maka semua musuh sudah pasti bisa diatasi dengan mudah.

Sambil terus menyalurkan apinya ke pusaran angin, Nozra tanpa sengaja mendapati kerumunan makhluk dalam jumlah besar, sedang berusaha mendekati gerbang masuk. Dan tentu saja, tujuan jahanam mereka tidak boleh dibiarkan terwujud begitu saja.

"Sekarang, arahkan badai api kepada mereka!"

Rekannya yang menangkap perintah tersebut langsung menjalankannya. Entah bagaimana caranya, namun pusaran api itu bergerak setiap kali Phillip mengayun-ayunkan jari tangan kanannya.

Akibatnya, objek berukuran masif itu tanpa pandang bulu menyedot semua yang ada di jalurnya, kemudian membakar habis hingga jadi abu.

Tiba-tiba saja, juluran api dari tangan Nozra perlahan mulai meredup.

"Gawat, kegelapan ini...." Keadaan itu juga disusul dengan rasa sakit hebat pada kepalanya.

"Ada apa ini? Kenapa 'kesatria Feniks' memegangi lengannya terus-menerus?" seorang prajurit berpangkat rendah terkejut tatkala mendapati tingkah aneh atasannya.

"Nozra, tubuhmu sudah mencapai batasnya, hentikan saja! Akan jadi masalah besar jika kau terus memacunya!"

Akan tetapi, pemuda itu tidak menghiraukan sedikitpun nasihat sahabatnya, ia terus memaksakan badannya yang sudah kelelahan melebihi

batas maksimumnya. Terlepas dari tekad kuatnya sebagai seorang kesatri a, Nozra tidak seharusnya menyakiti diri, terutama bila dampak yang bisa timbul amat besar.

"Payah, kenapa kau keras kepala sekali!"

Melihat kondisi rekannya yang melemah, Phillip tak memiliki cara selain menyudahi jurus tornado miliknya. Dengan sigap, dirinya langsung menyeret Nozra masuk ke dalam kota agar bisa digantikan sejenak dengan prajurit lain.

Dan lagi-lagi, terdapat kejadian tak terduga lainnya yang mereka berdua saksikan pada peperangan ini. Percaya atau tidak, ternyata ada beberapa prajurit berzirah khas Bizantium, tampak ikut membantu militer Firmus menghalau masuk lawan. Ini aneh sekali, sebab mengapa orang-orang itu berkhianat pada negara mereka, dan malah mendukung pihak Firmus?