webnovel

Truth

.

.

.

Karena mimpi yang aneh tadi membuat Eren tak lagi bisa memejamkan matanya untuk tidur dan berakhir Eren terjaga sampai pagi menjelang.

Matahari yang mulai muncul dengan cahaya pagi yang mengintip malu membuat Eren bangkit dari ranjangnya. Berjalan menuju jendela kaca besar di rumahnya. Terasa sangat indah pagi ini. Terasa menyejukkan hati bagi Eren.

Hari ini jadwalnya Eren libur dari segala aktivitas sehari-harinya. Eren berencana berlibur di suatu tempat untuk menjernihkan pikiran.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan siap dengan kemeja putihnya, Eren keluar dan memasuki taksi yang sudah dipesannya tadi.

Selama perjalanan pandangan Eren selalu tertuju pada pemandangan di luar kaca mobil. Hingga sebuah suara menginterupsi.

"Tujuan anda kemana tuan?" pertanyaan supir taksi sedikit membangunkan lamunan Eren.

"Ke tempat yang indah untuk dikunjungi." jawab Eren dengan kembali mengalihkan pandangannya ke luar kaca.

"Apakah tuan orang baru di daerah sini?" sang supir taksi itu kembali memberi pertanyaan untuk Eren.

"Iya pak." jawab Eren dengan tersenyum simpul.

"Baiklah. Saya akan membawa anda ke tempat yang luar biasa di daerah sini." seru sang supir taksi dengan antusias.

Hanya butuh satu jam setengah tempat yang dimaksud untuk menempuhnya.

Kini Eren sudah akan turun yang sebelumnya memberi sejumlah uang.

"Semoga hari anda menyenangkan tuan." senyum sang supir taksi.

"Huum." jawab Eren lalu keluar dan berjalan menyusuri jalan setapak yang di setiap sisi jalan dihiasi pohon sakura dan air mancur kecil.

Terpaan angin hangat membuat Eren merasakan hangat di hatinya. Kaki indah Eren terus berjalan hingga matanya tanpa sengaja melihat seseorang yang tidak asing di matanya. Sosok yang beberapa hari belakang selalu datang ke mimpinya. Seseorang dengan kemeja hitam dan celana bahan berwarna senada itu menoleh dan menatap Eren saat merasa ada yang menatapnya. Langkah pelan Eren terhenti saat orang yang ditatapnya menoleh, mata kelabu itu menatap Eren seakan memberi isyarat padanya untuk mengikutinya.

Rivaille- sebutan Eren untuknya kembali berjalan dan itu membuat Eren juga kembali melangkah mengikutinya.

"Kemana dia akan pergi?" ucap Eren.

Saat dirasa dia sudah cukup lama mengikuti. Baru beberapa langkah Eren kini sudah ada di sebuah lorong remang dengan cahaya lilin di sepanjang jalan.

"Dimana dia?" tanyanya saat tidak lagi melihat sosok Rivaille.

Mata Eren menelusuri perlahan lorong yang terlihat tak berujung. Tiba-tiba tenguknya meremang saat angin dingin berhembus di lehernya yang datang entah darimana asalnya.

"Selamat datang di rumah kita sayang."

Suara bisikan itu terdengar di telinga Eren. Eren menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri.

"Si-siapa itu?" ucap Eren mulai sedikit takut.

"Itu sedikit menyakitkanku, kau tahu. Tapi tidak masalah buatku yang terpenting kau telah kembali." kembali suara itu terdengar.

"Ku-kubilang kau siapa? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?"

"Apa perlu seperti itu?"

"Iya. Karena tidak sopan jika ada orang bicara tidak saling bertemu pandang." Eren masih saja was-was mencari sosok bersuara itu.

'Dimana dia?' lagi Eren masih mencari sosoknya.

"Aku di sampingmu." Mendengar itu Eren menatap sebelah kanannya, tapi tidak ada siapapun. Kembali Eren menoleh sebelah kirinya.

Deg

Eren membelalak saat bertemu pandang dengan sosok bermata kelabu yang tepat ada di samping kirinya, menatapnya tajam dengan seringai di bibirnya.

"Sekarang kau yang tidak sopan menatap seseorang dengan mata melotot seperti itu."

Eren tersadar dari keterpakuannya dengan mengerjab berkali-kali.

'Ini tidak nyata Eren.' batin Eren.

Sosok itu semakin menyeringai.

"Apa ini masih kau sebut tidak nyata?!"

Hanya butuh beberapa detik Eren mencerna apa yang baru saja terjadi. Sosok di depannya tiba-tiba menciumnya tanpa aba-aba.

Lumatan itu sejenak menghanyutkan alam bawah sadar Eren. Sensasi aneh dan sedikit familiar itu membawa Eren pada masa lalunya. Yang bermula dari kebahagiannya bersama orangtuanya hingga kecelakaan naas yang membuatnya kehilangan orangtuanya dan kejadian aneh yang tak pernah dilihatnya.

Ciuman itu berakhir dan berakhirnya pula kilasan masa lalunya yang terhenti pada sosok yang Eren sebut-

"Rivaille." satu kata itu terucap begitu saja dibibir Eren.

"Ya, itu namaku."

"Eh?" Eren tidak tahu apa maksudnya. Rivaille adalah dirinya yang ada di depannya? Berarti dia nyata?

Eren akan mengungkapkan apa yang ada di kepalanya tapi terhenti saat Rivaille berbalik berjalan menjauh.

"A-apa kau yang membuat orangtuaku dan semua yang aku sayangi meninggalkanku se-selamanya?" dengan susah payah Eren mengatakannya. Dan entah kenapa Eren harus menanyakan hal ini.

Rivaille berhenti dan itu sukses membuat Eren mundur selangkah dan merasa waspada terhadap orang bernama Rivaille di depannya.

Rivaille kembali berbalik menatap Eren dengan mata yang berubah merah darah.

"K-kau??" Mungkin Eren harus mencabut kata orang yang baru saja dibatinnya. Sosok di depannya bukan orang tapi iblis yang menyerupai manusia.

"Kenapa Eren? Apa kau takut denganku?" Sosok itu berjalan perlahan mendekat ke arah Eren yang secara refleks membuat Eren melangkah mundur.

"Aku akan mengatakan sesuatu yang mungkin membuatmu terkejut." Rivaille terus melangkahkan kakinya mendekat.

"Kau benar. Akulah yang telah membunuh orangtuamu dan semua orang yang dengan berani dan seenaknya bisa menyentuh dan merasakan cintamu." ucapan itu membuat Eren membelalakan matanya dan semakin takut dengan sosok Rivaille.

Eren terus saja berjalan mundur, mata emeraldnya menatap sekitar. Mencari sesuatu untuk bisa melindungi dirinya dari iblis di depannya.

'Aku harus bisa lari darinya.' jerit Eren dalam pikirannya yang mulai kacau.

"Hhh.. Tenang sayang. Aku tidak akan menyakitimu karena aku sangat mencintaimu."

'Apa katanya mencintaiku?' disela rasa takutnya Eren membatin.

"Ka-kalau kau memang mencintaiku, kenapa kau membunuh orang yang aku sayangi?"

"Karena aku tidak suka cintamu terbagi ke orang lain selain aku." Jawaban dan tatapan tajam itu membuat Eren susah bernapas.

"Ta-tapi itu juga termasuk kau menyakitiku secara perlahan." Eren terus saja berjalan mundur.

"AKU TIDAK PEDULI!!" Perkataan dengan nada tinggi itu membuat Eren semakin takut hingga kini langkahnya terhenti dengan tubuh bergetar.

"Karena kau takdirku Eren." Rivaille kini sudah ada tepat di depan Eren.

"I-itu ti-dak benar. Ti-tidak mungkin." Eren menggeleng keras mencoba membantah apa yang dikatakan Rivaille.

"Apa kau masih meragukanku yang menunggumu beratus tahun hanya untuk melihat kelahiranmu kembali?" Suara rendah itu membuat Eren merinding di tempatnya berdiam tidak sanggup bergerak.

"Aphmm..." Kata-kata Eren tertelan seketika itu. Keringat dingin sudah membasahi kemeja putih itu sedari tadi.

Eren ingin sekali menepis tangan dingin yang memegang dagunya kini, tapi rasanya Eren tak memiliki tenaga untuk melakukannya. Dan tanpa disuruhpun kini tangan itu sudah melepasnya.

Napas Eren semakin tertahan saat wajah datar itu semakin dekat. Kedua mata mereka bertemu. Beberapa detik berlalu dengan sangat menegangkan. Tapi apa Eren tak salah lihat? Di obsidian kelabu itu tersirat kerinduan dan kesedihan yang amat dalam.

"Sepertinya kutukan Tuhan masih berlaku untuk kita." Ucap Rivaille pelan.

"Dan aku tidak ingin mengulang kesalahan untuk kedua kalinya." Lagi Rivaille berucap dengan tersirat perasaan sedih.

Eren hanya mendengar ucapan pelan yang terlontar dari bibir Rivaille tanpa bisa membalas. Tapi walaupun Eren tidak mengerti apa yang dimaksud, kenapa hatinya terasa sakit?

"Mungkin ini pertemuan terakhir kita Eren. Pertemuan yang sangat menyakitkan untukku." Eren menatap Rivaille tanpa berkedip untuk saat ini.

"Karena kau tidak bisa mengingatnya." Ucap Rivaille dengan tersenyum getir.

'Ada apa ini? Kenapa aku sakit melihatnya seperti itu?' batin Eren.

"A-aku tidak mengerti maksudmu?" Eren harus bertanya untuk semua kebingungan ini. Eren benar-benar tidak mengetahui apapun.

"Tidak apa. Yang terpenting aku bisa melihatmu sedekat ini secara nyata dan kau dalam keadaan sadar."

Tangan Rivaille bergerak mencoba untuk memeluk Erennya, tapi diurungkan.

"I miss you so much, Eren." Pelan sangat pelan itu terucap dari bibir Rivaille.

"Kenapa Tuhan sangat jahat pada kita. TIDAK! Tuhan kini sangat jahat padaku yang harus merasakan cinta dan kenangan kita ini sendirian." Mata kelabu itu tepat menatap mata Eren. Tersirat rasa sakit di sana. Eren melihatnya.

"Kalaupun ini terakhir aku bisa melihatmu? Tidak apa."

'Ada apa denganku? Kenapa hatiku sangat sakit? Padahal aku tidak mengenalnya.' batin Eren.

Tangan Eren tanpa sadar bergerak mencoba menyentuh pipi putih pucat di depannya. Tetapi Rivaille menjauhkan wajahnya.

"Jangan mencoba kau menyentuhku Eren." Peringat Rivaille.

Eren terperangah. Matanya menatap tangannya yang kini menggantung.

'Aku tidak menyadarinya.' kemudian menurunkan kembali tangannya.

Tangan kanan Rivaille merogoh sesuatu di saku mantelnya. Sebuah belati perak itu kini ada di tangannya.

"Ambil ini." perintah Rivaille yang membuat Eren bingung dengan keadaan ini.

"Cepat ambil. Dan tusukkan belati ini di dadaku."

"A-apa maksudnya? Kenapa aku harus melakukannya?" dengan cepat Eren menyembunyikan kedua tangannya ke belakang.

"Kau harus melakukannya. Karena hanya dengan ini kutukan kita akan hilang."

"Kutukan apa? Aku benar-benar tidak tahu. Dan aku tidak mau membunuh orang."

"Tch.. Kau lupa kalau aku bukan manusia?" Rivaille sedikit mengingatkan.

"Cepatlah Eren. Kau akan mengetahui setelah membunuhku." tangan lain Rivaille mencoba meraih tangan Eren dan memberikan belati ini padanya.

"Aku tidak mau. Dan aku tidak bisa." Eren menggenggam erat belati yang ada di tangannya sekarang.

"Kumohon Eren. Kumohon." Ingin rasanya Rivaille memeluk Erennya. Tapi apa dayanya walaupun dia seorang raja iblis. Rivaille tidak bisa mengunakan kekuatan dan kekuasaan di saat seperti ini.

'Kenapa aku menangis?' Eren merasakan air mata mengalir di pipinya saat ini.

'Apa maksud semua ini?'

"Lakukan sekarang Eren!" Sekali lagi Rivaille menyuruh Eren untuk melakukannya.

Jlebbb

"Ughh..." Darah keluar dari mulut Rivaille saat belati itu benar-benar menembus dadanya.

"Apa yang aku lakukan?!" Dengan cepat Eren melepaskan tangannya.

"Ma-maafkan aku.."

Rivaille menatap Eren dengan tersenyum walau dirinya merasakan sakit.

"Erennn..." Tubuhnya kini terhuyung dan ambruk ke lantai.

Melihat itu membuat Eren membelalakan matanya dan berlari mendekat lalu memangku kepala Rivaille ke pangkuannya. Eren tidak mempedulikan kini baju dan tangannya kotor karena darah.

"Ma-maafkan aku.. aku benar-benar tidak berniat melakukannya... Sungguh." Ucap Eren benar-benar merasa menyesal karena menuruti ucapan orang yang ada dipangkuannya.

"Tidak Eren. Ini yang terbaik untuk kita. Uhuk.."

"Aku menyadari kalau cinta itu tidak harus menuntut untuk saling memiliki. Cinta itu harus saling membahagiakan satu sama lain." perlahan tangan pucat penuh darah itu mencoba meraih wajah Eren. Perlahan menghapus air mata di pipi Eren.

Benar saja. Tangannya tidak merasakan panas saat menyentuhnya. Dan Rivaille bersyukur untuk terakhir kalinya dirinya bisa didekap Eren.

,,,

"Kau cantik Eren."

"Aku sangat menyukaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?"

"Aku bermimpi kita akan membuat istana kita dan hidup bahagia selamanya berdua."

"Kumohon Eren jangan lakukan itu. Kau bisa hangus terbakar jika menyentuhku."

"Percayalah, aku juga sangat mencintaimu."

"Aku berjanji akan selalu menemukanmu. Di setiap kelahiranmu."

,,,

Entah dari mana kilasan-kilasan itu muncul. Tapi sekarang Eren baru tahu apa yang dimaksud Rivaille sejak pertama kali bertemu dengannya.

"Kenapa aku bisa melupakan janji kita? Kenapa kau tidak memberitahuku secara jelas." Ucap Eren dengan menangis keras.

"Maafkan aku yang melupakannya.. Maafkan aku.." kini Eren memeluk erat Rivaille.

"Tidak apa. Itu bukan salahmu Eren. Ini memang sudah hukuman kita berdua." Ucap Rivaille pelan.

"Yang terpenting kau sekarang mengingatnya Eren."

"Maafkan aku. Maafkan aku. Aku benar-benar...."

"Berapa kali lagi kau akan meminta maaf bocah?"

"Berapapun akan aku lakukan untukmu."

"Dasar... Ugh." Mendengar erangan kesakitan dari Rivaille membuat Eren melonggarkan pelukannya dan menatap Rivaille panik.

"Kumohon jangan tinggalkan aku." tangan kiri Eren yang bebas kini memegang erat tangan kanan Rivaille.

"Terima kasih Eren. Karena kau mau menerima cinta seorang iblis dan mengorbankan semua kemuliaanmu hanya untukku. Terima kasih Eren."

"Apapun itu untukmu Rivaille." Rivaille tersenyum mendengarnya.

"Aku sangat mencintaimu dari dulu dan sampai kapanpun Eren."

"Aku juga sangat mencintaimu."

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Rivaille mencoba mencium tangan Eren yang dipegangnya.

"Selamat tinggal Eren." Perlahan tubuh Rivaille menghilang, menyisakan Eren yang menangis di sana. Dan setelahnya tak sadarkan diri.

.

.

.

"Nak... Kau tidak apa?"

"Bangun nak." Seorang nenek yang berjalan di taman tidak sengaja menemukan seorang pemuda yang tak sadarkan diri. Dirinya sudah berulang kali mencoba membangunkan pemuda ini.

Melihat sedikit ada pergerakan dari pemuda itu membuat sang nenek berucap syukur. Perlahan mata itu terbuka menampilkan emerald berwarna hijau yang dimilikinya.

Matanya menatap bingung sekelilingnya. "Aku ada dimana?"

"Kau sudah nenek temukan tak sadarkan diri di sini." Ucap nenek mencoba menjawab kebingungan pemuda itu.

Pemuda itu mencoba mendudukkan dirinya. "Kenapa kau bisa pingsan disini nak?" tanya sang nenek.

"A-aku tidak mengingatnya nek." Ucap pemuda itu memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

"Siapa namamu nak?"

"Eren.. Eren Jeager." Jawab Eren sopan. Eren mencoba berdiri untuk berpamitan pulang pada sang nenek, tapi terjatuh kembali.

"Kau seperti sakit nak. Mari istirahat di rumah nenek dahulu." tawar sang nenek dengan membantu Eren berdiri.

"Tidak usah nek. Nanti merepotkan." Eren mencoba menolak halus tawaran sang nenek.

"Tidak ada penolakan. Nenek akan sangat khawatir kalau membiarkan anak muda sepertimu pulang dengan keadaan begini."

"Tapi nek.." tanpa bisa menolak lagi, kini Eren berjalan dengan bantuan sang nenek menuju rumahnya.

.

.

.

Eren kini sudah duduk di sofa yang ada di ruang tengah rumah sang nenek. Matanya menatap sekeliling rumah yang ditempatinya. Sangat bersih sekali.

"Ehhm.. Apa nenek tinggal sendiri di sini?" Tanya Eren saat melihat sang nenek keluar dari dapur dengan segelas minuman.

"Tidak. Nenek tinggal disini bersama cucu nenek satu-satunya." Jawab sang nenek yang kini sudah duduk di samping Eren.

"Begitu ya. Omong-omong dimana cucu nenek sekarang?"

"Dia sedang bekerja, tapi mungkin sebentar lagi dia pulang."

"Aku pulang." Terdengar suara dari pintu masuk.

"Itu dia sudah pulang." Jawab sang nenek lalu berdiri menyambut cucu laki-lakinya.

"Selamat datang Levi." Kemudian sang nenek memeluknya.

Kedua mata itu bertemu. Kelabu dan hijau. Mereka cukup lama berpandangan satu sama lain hingga suara nenek membuyarkannya.

"Siapa dia nek?" Levi yang menyuarakan suara terlebih dulu.

"Ini Eren nak. Dia nenek temukan pingsan di taman tadi." Setelah mendengar penjelasan dari neneknya kembali Levi menatap Eren yang sedang menundukkan kepalanya.

"Eren perkenalkan ini cucu nenek yang tadi dibicarakan." Sang nenek membawa Levi lebih dekat ke arah sofa.

"Perkenalkan namaku Eren, Eren Jeager." Ucap Eren berdiri dengan mengulurkan tangan kanannya.

"Levi Ackerman." Kedua tangan itu saling menjabat dan keduanya saling merasakan desiran halus di masing-masing hati mereka.

'Ada apa ini?' batin mereka berdua bersamaan.

- Karena cinta tulus itu akan selalu membuahkan keindahan bagi setiap insan. -

.

.

.

END

Silakan baca dan jangan jadi plagiat yaa

Ridaa_creators' thoughts