webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

thirteen• 30 menit

Setelah perdebatan dengan kakanya kemarin, Venus langsung pergi naik ke lantai atas untuk menunju kamarnya. Ia langsung tidur ditemani oleh kedua boneka kesayangannya.

Pagi ini cahaya menembus gorden kamar Venus hingga menuju ke daerah kelopak matanya. Venus yang merasa terganggu oleh sinar matahari segera membuka matanya dan masih dalam posisi duduk.

"Ven, cepet bangun! Siapa-siapa sekarang juga, habis itu sarapan!" Teriak mamanya dari lantai 1.

Venus yang mendengar teriakan itu hanya mengangguk pasrah. Ia segera bangun dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi untuk segera bersiap. Ia mengambil handuknya yang tertata rapi di rak handuk depan kamar mandinya.

Venus terduduk rapi di depan kaca rias. Ia memoles wajahnya dengan make up yang sangat tipis. Ia hanya memakai bedak bayi saja tanpa ada tambahan make up lain. Wajahnya yang putih dan bersih cukup membuat Venus tak terlalu memoles wajahnya dengan tebal. Dan dia juga hanya menguncir rambutnya seperti buntut kuda saja. Tak lupa, Venus juga memakai parfum dengan aroma khas dari dirinya.

"Ven ayo cepet sarapan, nanti kamu terlambat loh sekolahnya." Ucap Hera yang tengah menyiapkan semua makanan.

"Iya mah." Venus hanya mengangguk lalu duduk disebelah kakaknya itu.

"Masih marah ya?" Mars berucap pelan.

Venus tak memperdulikan kakaknya yang sedang bertanya padanya. Ia tetap melanjutkan makannya yang tadi sudah ia ambil.

"Dengerin kakak Venus. Kakak minta maaf deh, ntar kakak beliin boneka sapi deh." Bujuk Mars.

"Sorry nggak mempan bujukannya," ucap Venus tetap fokus dengan makanannya.

"Terus mau apa? Rumah? Mobil? Apartemen?" Mars bertanya berurutan.

"Udah sih berisik tahu nggak. Kalau makan ya makan aja nggak usah banyak tanya," ucap Venus kesal.

"Ya Tuhan, untuk nih si manusia es adek kandung ya Allah. Kalau nih manusia es satu bukan adek kandung Mars, udah Mars buang nih di Kutub Utara." Doa Mars sembari menaikan tangannya seperti orang berdoa.

"Minggir, Venus mau berangkat." Usir Venus pada kakaknya.

"Ya Tuhan, dari tadi perasaan makan nggak tenang banget ya. Padahal masih ada jalan yang lebar di sampingnya, masih aja ngusir-ngusir." Mars hanya mendengar pelan.

"Yaudah sih ngomel aja kenapa sih." Bentak Venus.

"Siapa yang ngomel, siapa yang marah." Pasrah Mars.

Venus berjalan pergi ke luar rumah. Ia menunggu pak supirnya di depan gerbang, seperti biasanya. Namun setelah 5 menit Venus menunggu, ia tak sedikitpun melihat batang tubuh supirnya itu. Ia bertanya pada mamanya.

"Mah, kok pak supirnya belum Dateng juga sih?" Teriak Venus.

Hera yang mendengar suara anaknya segera pergi keluar." Iya Ven, Pak. Hendri lagi libur. Lagian kan juga ada kakakmu."

"Lah terus kalau Pak. Hendri pergi, Venus dianter siapa dong ma?" Venus bertanya dengan raut wajah masam.

"Masuk!" Suara itu, suara itu Venus sudah sanbat hafal.

"Nggak mau."

"Venus ayo masuk nak, udahlah jangan bertengkar terus sama kakakmu."

"Yaudah mah kalau gitu. Tapi Venus tetap terpaksa. Kalau gitu Venus pergi dulu ya ma," ucap Venus sambil mencium punggung tangan Hera.

Di dalam mobil dengan warna hitam, kedua kakak beradik itu tak sedikitpun melihatkan interaksi mereka. Masih seperti keadaan kemarin, Venus hanya diam melihat ke arah depan tanpa ada niatan untuk melihat atau berbincang dengan kakaknya itu.

"Diem aja nggak bosen apa ya." Bingung Mars yang melihat adiknya hanya diam.

"Ngapain sih Ven?" Mars bertanya dengan wajah bingung.

"Napas," jawab Venus melantur.

"Ok baiklah." Mars memutar kedua bola matanya.

Tak lama kemudian mereka telah sampai di SMA Venus. Venus pergi keluar begitu saja tanpa ada niat untuk berpamitan.

"Heh tunggu dulu." Mars mencekal tangan Venus dengan pelan.

"Apaan lagi?"

"Pamit dulu!"

"Kakakku tersayang Marshen Nasution, saya Venusya Geova Kyle mau sekolah dulu ya," pamit Venus dengan senyum yang dipaksakan.

"Okay. Sekolah yang pinter ya. Kalau sekolah bodo ntar buang-buang uang." Ledek Mars.

Venus pergi setelah ia pamit dengan terpaksa kepada kakaknya itu. Ia berjalan malas ke arah kelas. Banyak yang menyala dirinya ketika ia berjalan menyusuri koridor. Bukanlah Venus namanya jika tidak membalas sapaan itu. Sehancur apa moodnya, ia pasti akan tetap berusaha tersenyum di depan mereka.

"Pagi kak Venus."

"Pagi Venus."

"Cantik banget sih nih bidadari."

Venus membalasnya dengan memberikan senyuman ramah kepada mereka. Venus memanglah terkenal dengan sikapnya yang dingin. Namun, dibalik itu semua Venus merupakan sosok gadis yang hangat dan ramah dikalangan anak seusianya. Dia memang sosok yang dingin atau irit bicara. Baginya yang terpenting bukanlah banyak bicara tapi yang lebih penting adalah bertindak langsung tanpa banyak bicara.

"Ven," panggil Zara.

"Hmm," jawab Venus singkat.

"Heh manusia, lo bisa nggak sih jawabnya selain kata 'hmm'. Bosen gue dengernya." Kesal Zara.

"Apa?" Balasnya.

"Gue, pinjem buku Matematika dong Ven. Gue mau nyatet rumus. Buku gue nggak lengkap nih." Zara sedikit memelankan suaranya.

"Ambil aja sendiri," ucap Venus.

Terdengar sedikit percakapan dari arah luar kelas." Dra, Venus ada nggak?" Tanya Aldrich yang sudah membawa tumpukan buku.

"Ada kok Al, lo masuk aja ke dalem. Paling dia lagi baca novel," balas Diandra.

"Ok. Makasih." Aldrich lalu masuk menghampiri Venus.

"Ven, nih tadi disuruh sama Bu. Lilik. Katanya disuruh ngerjakan, ngumpulin tugasnya minggu depan," ucap Aldrich menjelaskan.

"Ok, makasih Al," balas Venus tak luput dengan senyuman.

"Yaudah gue pergi dulu ya Ven." Kata Aldrich lalu pergi begitu saja.

Nada yang kepo dengan kedatangan Aldrich menanyakan hal itu pada Venus." Heh Ven, Al ngapain ke kelas? Ngapelin lo ya?" Nada kepo melihat Al datang ke kelasnya.

"Ngasih tugas dari Bu. Lilik," ucap Venus membenarkan earphone pink yang ia selalu bawa.

"Oh." Mulut Nada membentuk huruf 'O'.

"Minggir mau ngerjain tugas dulu." Usir Venus.

"Ya nggak usah ngusir juga kali Ven, gue manusia bukan hama." Kesal Nada.

Venus tak memperdulikan hal itu. Ia sudah stay dengan memakai erphone pink yang ia bawa dan melanjutkan mengerjakan tugas yang diberikan. Ia merupakan salah satu type orang yang tidak suka menunda-nunda pekerjaan yang diberikan. Ia hanya takut jika ia menunda-nunda nanti malah menjadi malas.

Lagu Exo- Universe kini terdengar menggema di kedua telinga Venus. Telinganya mendengar lagu tangannya menulis jawaban dan matanya membaca soal. Lengkap sudah diri Venus kali ini.

Dengan mata dan tangan yang cepat, Venus mampu menyelesaikan tugas yang diberikan hanya dalam waktu 30 menit. Setelah menyelesaikan soalnya, Venus mengambil novel yang semula ia baca sebelum mengerjakan tugas itu. Ia kembali membaca dengan earphone yang masih stay ditelinganya.