webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

tweleve•Bagaikan kutub Utara

"Kak.... Kak Mars," panggil Venus pada kakaknya yang tengah asik menonton televisi.

"Apaan? Nggak usah teriak-teriak Ven," ucap kakaknya.

"Jalan yuk kak," ajak Venus memainkan alisnya.

"Kemana?"

"Ya, jalan aja. Venus deh yang bayarin." Tawar Venus.

Mars tak bisa menolak dengan ajakan Venus." Yaudah okay. Beneran ya kamu yang bayarin kakak?" Mars meyakinkan adiknya kembali.

Venus hanya mengangguk sambil tersenyum." Iya Venus yang bayarin semua. Udah ayo cepetan." Tarik Venus.

"Ok. Kakak mau siap-siap dulu."

"Jangan lama-lama. 10 menit cukup."

"It's okay."

Tak sampai 10 menit, kini Mars sudah siap dengan pakaian yang cukup santai. Hanya mengenakan kaos polos hitam dan celana jeans hitam dipadukan dengan sneakers merah.

"Yaampun kakak ganteng banget sih," ucap Venus melongo.

"Ven... Venus. Jangan sampai kamu naksir ya sama kakak. Kakak masih normal, nggak mau pacaran sama kamu." Mars bergidik ngeri melihat Venus yang sendari tadi melihat dirinya tanpa berkedip.

"Mulai deh. Lagian siapa juga yang naksir sama kakak. Lagian Venus juga masih normal kali, masa iya Venus mau pacaran sama kakak. Masih banyak laki-laki yang lebih ganteng daripada Anda ya tuan Marshen Nasution," ucap Venus mengibaskan rambutnya.

"Ven kita mau kemana?" Mars bertanya yang padahal dirinya masih sibuk menyetir mobil.

"Kita ke mall aja kak. Siapa tahu nanti ada sesuatu yang Venus suka," balas Venus.

"Yaudah Ok." Setuju Mars.

Mars mengendarai mobil dengan kecepatan cukup kencang. Ia sudah biasa mengendarai mobil dengan kecepatan seperti itu.

"Ven ayo turun udah sampai." Mars membukakan pintu Venus.

"Ya Allah kakak Venus ketempelan apa ya baik banget," ucap Venus tak percaya.

"Berisik, udah cepetan. Sebelum kakak berubah pikiran," ucap Mars dingin.

Kakak beradik yang bisa menjadi dingin, ceria, hangat dan penuh tawa hanya dalam waktu sesaat. Aneh memang, namun itulah mereka.

"Kak Venus mau ke toko itu." Tunjuk Venus pada salah satu toko.

Mars hanya bisa mengangguk pada adiknya itu.

Mereka tengah asik pada dunianya sendiri. Venus tengah memilih miniatur-miniatur sapi dan accecoris. Sedangkan Mars asik pada rak yang dipenuhi dengan karakter Marvel.

"Kaka beli apa?" Venus bertanya pada kakaknya.

"Ini Ven kakak beli miniatur Marvel." Mars menunjukkan barang yang ia bawa.

"Yaudah kalau gitu, sini biar Venus yang bayar. Kakak tunggu sini dulu." Venus mengambil barang yang sudah dipilih kakaknya tadi.

Venus memanglah sosok yang tidak memandang uang sebagai kebahagiaan. Namun, jika sudah sangat sayang dengan orang tersebut, Venus bisa mengeluarkan jutaan uang hanya untuk membahagiakan orang tersebut. Salah satunya adalah kakaknya itu. Venus memang dikenal sebagai adik yang sangat dekat dengan kakaknya, bahkan ia bisa mengeluarkan banyak uang hanya untuk membahagiakan sang kakak. Baginya itu tak seberapa dengan kasih sayang serta perhatian yang diberikan oleh kakaknya kepada dirinya selama ini.

"Nih punya kakak," ucap Venus.

"Makasih adekku. Kalau gini jadi makin sayang deh," ucap Mars mengacak-acak rambut Venus.

"Sama-sama kak," balas Venus.

Ketika Venus berjalan mendahului Mars. Terlintas ide jahil Mars secara tiba-tiba. Ia meninggalkan Venus yang tengah asik memakan es cream sembari membawa tas kresek yang berisi mainan.

"Kak Mars. Kita beli jajan duku yuk," ucap Venus yang tak diberi balasan oleh Mars.

"Kak... Kok diem-" Betapa terkejutnya Venus ketika tak melihat kakaknya di belakang dirinya.

"Kak, kak Mars..... Kakak kemana sih? Kok Venus ditinggalin." Mata elang Venus mulai mencari keberadaan Mars yang sejak tadi tak terlihat.

Mata Venus sudah berlinang air mata. Air matanya mulai menetes. Venus takut sendiri. Ia bingung harus mencari kemana lagi kakaknya itu.

Dooorrrr...

Suara itu membuyarkan lamunan dan tangisan Venus. Seketika Venus membalikan badannya dan melihat kebelakang. Venus sudah bisa tebak pasti itu kakaknya.

"Kok nangis?" Mars bertanya karena panik.

"Tanya aja sendiri sama diri kakak," ucap Venus mulai dingin.

"Maafin kakak lah Ven. Kakak tadi cuma bercanda kok." Sesal Mars.

"Hmm."

"Hmm apaan?"

"Minggir!"

"Nggak mau!"

"Hihh ganggu aja sih nih," ucap Venus sudah mulai kesal.

"Udah dong Ven jangan marah terus."

"Suka-suka Venus dong," balas Venus cuek.

"Mulai deh dinginnya. Kamu nggak kasihan apa sama freezer, pasti kalah dingin sama kamu. Udah jangan dingin-dingin kenapa sih." Mars tak suka jika adiknya ini bersikap dingin.

"Minggir Venus mau pulang!" Venus membanting kasar tangan kakanya itu.

Dengan cepat Mars langsung menggendong tubuh adiknya itu dengan model gendongan seperti membawa karung beras.

"KAK LEPASIN VENUS... MALU TAU DILIHAT ORANG.... KAK.."

"DIEM...!"

"MARSHEN NASUTION. TOLONG TURUNIN SAYA."

"Udah turun." Mars menurunkan tubuh adiknya itu.

"Masih marah?" Mars bertanya namun tak dibalas sedikitpun oleh Venus.

"Nyesel tahu nggak Venus ngajak manusia satu ini kesini," ucap Venus penuh penekanan.

Tak memperdulikan orang yang tengah menumpah serapahkan dirinya, Venus masuk kedalam mobil begitu saja. Ia menatap depan dengan nanar, tak memperdulikan kakaknya yang tengah mendumel tak karuan.

Jika sikap dinginnya sudah keluar, Venus bisa sangat tidak peduli kepada siapapun. Ia bisa diam tak berbicara bahkan tak melirik sedikitpun kepada orang itu.

Dari perjalan pulang sampai rumah, tak sedikitpun Venus berbicara walaupun hanya satu kata. Jangankan berbicara, melirik pun saja Venus tidak melakukan hal itu. Ia Hana menatap ke arah depan sambil memasang earphone pink miliknya yang selalu ada di tasnya. Bukan hanya selalu ada tapi sudah wajib berada di tas Venus.

Venus berjalan memasuki rumahnya lalu langsung naik ke labtai atas menuju kamarnya. Jika sudah dingin, Venus bisa sangat dingin sedingin Kutub Utara. Tak ada senyum, kata atau tatapan yang terlihat di wajah Venus. Wajahnya hanya memancarkan aura ganas dan judes ketika ia bersikap dingin.

"Mars, adek kamu kenapa? Pasti kamu jahilin ya?" Tebak mamanya yang sudah sangat tahu kelakuan kedua anaknya.

"Ya gitulah mah. Biasa, lagi PMS," ucap Mars meremehkan.

Belum sempat Venus sampai di lantai atas kamarnya, Venus sudah membalikan badannya dan melangsingkan tataln tajam serapan mata elang kepada kakanya. Mars begitu terkejut dengan tatapan itu. Mars yakin jika ada orang yang mendapatkan tatapan tajam dari Venus, pasti orang itu akan terdiam atau lari terbirit-birit saking ngerinya.

"Ssssttt. Udah jangan ganggu adek kamu terus, kasihan ntar jadi beku kalau lama-kelamaan dingin," bisik Hera kepada Mars.

"Iya juga ya mah," balas Mars juga berbisik.

Venus sudah berada di dalam kamarnya bersama para boneka kesayangannya itu. Tubuhnya sudah ia tutup dengan selimut yang bermotif bunga sakura sampai batas dadanya. Ia memilih tidur daripada membalas kakanya.