webnovel

Kenapa Kita Harus Ke Dunia Seperti Itu?!

Kepergian tuan putri kedua dari istana… Bahkan Elisa yang sehari-harinya selalu bersama Olivia saja tidak tahu-menahu tentang rencananya ini. Karena walaupun Olivia selalu mengeluh tentang pekerjaan yang dipaksakan istana padanya, Olivia selalu menyelesaikan semuanya dengan rapi. Dan cepat juga--meski itu dilakukannya karena dia ingin punya waktu untuk main.

Tapi sampai benar-benar keluar istana… Elisa sama sekali tidak pernah membayangkannya! "Nona Olivia, anda benar-benar tidak melakukan ini karena saya kan?"

"Setengahnya?" Sahut Olivia. "Tapi sebenarnya saat mendengar kau akan dipecat, Aku langsung berpikir, 'oh? Curang sekali! Aku juga mau keluar dari istana!'. Jadi kau tidak perlu merasa bersalah."

'Yah, kedengarannya dia tidak bohong.' Pikir Elisa.

"Tapi nona Olivia, sebenarnya kapan anda mencuri kubus itu? Bagaimana caranya? Ruangan penyimpanan item sihir seharusnya hanya bisa dimasuki raja."

"Pokoknya ada."

"Lalu kenapa anda bisa menggunakannya? Raja bilang tidak ada yang bisa menggunakannya selama seratus tahun. Tapi kok anda bisa?"

"Pokoknya bisa."

Mulai merasa gemas, Elisa pun merengut dan menyipitkan matanya curiga. "Nona Olivia, anda tidak hanya mencuri kubus itu saja ya dari ruangan penyimpanan item sihir?"

"Hehe." Balas Olivia yang malah tertawa kecil.

'Nona Olivia!' Teriak pikirannya. Pokoknya kalau di masa depan mereka betulan jadi buronan istana, semua ini sudah pasti salah dia!

Pasrah dengan majikannya, Elisa pun akhirnya hanya bisa menghela napas. "Omong-omong nona Olivia, kenapa kita tidak terbang saja langsung keluar?" Tanyanya tidak senang.

"Pekarangan istana kan terlalu luas. Dan... Semua orang memandangi kita." Tambahnya pahit. Soalnya daritadi, semua pegawai istana terus saja bergosip pelan ke arah mereka.

"Hm, ini semua karena rencananya berjalan terlalu mulus." Katanya dengan nada tidak puas.

"Maksudnya?"

Terdiam sejenak, Olivia pun berbalik untuk memandang ke arah istana yang sudah ada jauh di belakang. "Sejujurnya Aku berpikir ayah akan menganggapku sebagai pemberontak betulan dan menyuruh semua pengawal untuk menahanku sekuat tenaga atau semacamnya." Katanya bercerita.

"Tapi mereka malah merelakanku dengan cepat."

Terdiam agak lama, Elisa tadinya tidak begitu paham apa yang sedang Olivia bicarakan. Tapi kemudian ada satu dugaan jelek yang anehnya masuk akal. "...Maksudnya, anda ingin melawan para pengawal dulu sebelum pergi?"

"Lebih tepatnya, Aku ingin pamer kemampuan sihirku sebelum pergi." Sahut Olivia agak tertawa.

"Dan kalau bisa sih melawan kak Elena juga, walaupun Aku ragu dia akan menahanku. Yah, tapi kalau dia serius, nanti seluruh istana malah hancur, jadi kurasa begini saja sudah bagus."

"Oh." Sahut Elisa sekenanya, seperti baru ingat kalau Olivia sering melakukan itu.

Seperti… Tiba-tiba mengatakan sesuatu yang entah bagaimana mengecewakan.

"Atau setidaknya itu alasan pertama." Kata Olivia lagi tiba-tiba terdengar serius. "Soalnya bagaimanapun ini kan terakhir kalinya Aku di sini." Katanya agak tersenyum.

Mendengar itu, Elisa pun jadi terhenyak sedikit karena terharu. 'Tentu saja, bahkan untuk nona Olivia sekalipun, ini adalah tempatnya lahir dan dibesarkan—'

"Yeeyyy!!" Olivia berteriak kegirangan saat sudah melewati gerbang. "Akhirnya Aku keluar dari istana! Yoooo!"

Yep, seperti itu. Mengecewakan, sampai-sampai Elisa butuh beberapa menit tambahan untuk menunggu Olivia selesai dengan rasa girangnya, dan mengatasi kekecewaannya sendiri.

Baru setelah itu Olivia mengulurkan tangannya ke kalungnya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan dari sana, yang kemudian melebar jadi karpet terbang. "Cepat naik. Sebelum terlalu sore."

Mengikuti Olivia, Elisa pun ikutan melompat ke atas karpet terbang itu. "Tapi memangnya kita mau ke mana?"

"Oh? Aku belum bilang? Kita akan ke dunia manusia."

"...Hah?"

Seketika, otak Elisa langsung membeku sejenak.

"Dunia manusia? Dunia yang terkenal kotor, licik, jahat, isinya penipu semua, tidak sehat, dan lingkungannya jelek itu?" Kata Elisa tidak percaya.

"Kenapa kita harus ke dunia seperti itu?!" Protesnya.

"Tidak sejelek itu." Balas Olivia dengan tawa kecilnya. "Kau sendiri belum pernah ke sana kan?"

"Tidak, tapi temannya pacar teman saya ada yang pernah ke sana, dan katanya di sana udaranya buruk sekali! Dia juga hampir ditipu. Apalagi katanya di sana ada banyak manusia paranoid yang akan merantai kita kalau mereka sampai tahu kita bisa menggunakan sihir."

"Tidak sejelek itu kok, kurasa. Lagipula mereka juga tidak pakai rantai." Balas Olivia tidak meyakinkan.

"Memangnya siapa juga yang menyebarkan rumor seperti itu? Kenyataannya penyihir yang tinggal di sana juga ada banyak." Tambahnya.

"Benarkah?"

"Yah, beberapa. Mungkin dua, tiga…" Katanya. "Tapi kalau kau memang tidak mau ikut, ya kurasa apa boleh buat."

Tapi Elisa malah merengut lagi. "Tentu saja saya ikut!" Teriaknya kesal yang hampir membuatnya jatuh dari karpet terbang mereka.

"Tapi bagaimana kita akan ke sana? Bukankah perlu portal khusus atau semacamnya?" Tanyanya.

"Tenang saja. Aku punya teman."