webnovel

Liontin Perak

"Makasih ya Van, aku suka banget sama barangnya. Aku paling suka sama motif ini."

"Sama-sama."

Dia berjalan menuju ke luar kelas meninggalkan aku sendirian dengan kalung perak berkilau yang berliontin love. Tidak ketinggalan ada juga, sepasang Mickey Mouse dan Mini Mouse yang tubuhnya sudah dibubuhi inisial nama kami. Mickey dinamai inisial D dan Mini dinamai inisial A. Ini yang menurutku spesial.

Entahlah, maksudnya apa ini semua. Darimana dia tahu bila aku suka dengan pehiasan perak. Darimana pula dia juga tahu bila aku suka dengan yang berbau Mickey Mouse. Namun dari sekian banyak ketidaktahuanku dan kebingunganku. Akhirnya aku sedikit memiliki keberanian untuk memberitahunya soal nanti malam.

"Van, nanti malam jam tujuh di rumah. Bunda akan merayakan hari ulangtahunku. Kalau ada waktu datang ya..?" send cowok itu.

Chat itu udah masuk ke nomor di ponselnya, cowok tampan itu sudah membaca chat dariku. Tak lama berselang, atas layar ponselku bertuliskan "mengetik.....". Lalu notifikasipun terdengar bersamaan dengan chat yang aku buka.

"Bisa." balasnya singkat.

Aku menutup ponsel ini lalu meletakannya di atas meja di kelas. Aku melihat sepasang Mickey Mouse yang dia berikan dan aku tersenyum-senyum sendirian seperti orang gila. Ah, sial.

"Apa ini artinya dia suka sama aku?" gumamku sendiri di dalam kelas.

Mickey Mouse atau Tikus Miki adalah tokoh fiksi dari kartun yang telah dibuat oleh The Disney Company. Pada tahun 1920-an Ub-Iwerks yang telah menciptakanya. Menurut Disney pula, Mickey Mouse dan Mini Mouse adalah pasangan yang mana mereka sudah menikah. "Apakah aku juga akan menikah dengan Devan?" huss...pikiran macam apa ini. Ngawur kamu Din...!!" Kepalaku penuh dengan imajinasi dan pikiran yang aneh. Rasanya hampir meledak.

Jangan berhenti, biarlah air hujan di depan kami terus terjatuh. Aku ingin menunggu hujan lebih lama bersamanya. Biarlah di bulan ini, mliyaran air hujan terjatuh dan milyaran gelora cintaku bertumbuh.

Jalanan, 18.45

Malam ini aku pergi berdua bersama Devano membawa motor kesayanganya. Bunda meminta kami untuk keluar membeli sesuatu. Ada bahan yang tenyata Bunda lupa beli saat ke pasar tadi pagi.

Bunda melanjutkan memasak. Devano sudah datang sejak awal. Karena Icha dan Ghandi belum kunjung datang, maka Devano-lah yang diminta Bunda untuk mengantarku. Berdua berboncengan sembari menikmati indahnya kota Malang di malam hari.

Meski aku berusia remaja dan telah duduk di bangku SMA. Namun aku belum mahir menggunakan motor sendiri. Itulah sebabnya kenapa aku setiap hari diantar oleh Bunda ke sekolah atau naik ojek online sebagai pilihan terakhir saat Bunda tidak bisa.

Kami terjebak di tengah derasnya hujan karena Devano lupa tidak membawa jas pelindung hujan. Petir sesekali mencoba menjadi penengah antara kami bertiga. Hujan, aku dan Devano yang kini telah bersama-sama. Kami berdua berada di depan pertokoan yang telah lama tutup.

Aku sesekali melirik wajahnya yang manis, dan tampan itu. Saat dia menatap jalanan yang agak sepi dan dipenuhi air yang mengalir ke tiap selokan. Air itu mengalir ke tiap sudut selokan. Dan cintaku mengalir juga ke tiap sudut jiwaku.

"Nih...pakai.."

Seketika hening beranjak pergi. Tangan yang lebar itu kini mencoba memasangkan jaket ke tubuhku. Seketika pula jaket yang besar itupun menenggelamkan tubuh yang mungil ini. Aku mencoba menolaknya. Kehangatan aku rasakan setelahnya, bukan karena jaketnya. Tapi karena pemilik jaket itu.

"Gak usah... Aku gak kedinginan kok."

"Udah pakai aja. Ntar masuk angin loh. Ini kan hari ulangtahunmu."

Dia memaksa untuk memberiku jaket miliknya. Jaket berwarna hitam, terbuat dari bahan yang lembut, dan terdapat simbol di dada, milik anggota geng motor. Namun, hidungku tak sengaja mencium aroma wewangian yang dia pakai dalam jaket miliknya ini.

"Iyaa...makasih Van."

Aku berterimakasih padanya. Namun rupanya dia hanya merespon dengan mengangguk pelan. Dia lebih memilih untuk kedinginan. Sesekali kedua tangannya itu digesekannya sendiri. Ah, rupanya dia bisa semanis ini. Biasanya sehari-hari si cowok tampan ini tak berlaku seperti ini. Kalau tidak marah-marah, ya biasanya pasti mengajakku untuk ribut.

Kami memang seperti Tom and Jerry. Tokoh serial kartun yang sering berantem daripada akur. Meski begitu kami selalu bersama, dan anehnya lagi aku kini mencintainya. Lebih mencintainya daripada tadi pagi.

Beberapa waktu yang lama. Hujan sudah kembali reda.

"Udah bisa balik nih..!"

"Hah..gimana?" Seketika lamunanku buyar dengan perkataan Devano.

"Mau pulang atau ditinggal sini..?"

"Iya pulanglah, ntar ngerayaain ultah sama siapa masak aku gak ada. Gimana sih.." ucapku dengan kesal.

"Kan sama Bunda di rumah," jawabnya.

"Issh, nggak mau. Nggak asik di sini."

Rumah, 20.17

Sesampainya di rumah, aku terkejut dengan semua yang kuihat. Dekorasi pesta lengkap dengan hiasan dinding berupa balon dan sebuah kalimat.

"Selamat Hari Ulangtahun Adina yang ke-16".

Terpampang jelas tulisan itu di dinding ruang tamu. Ditulis menggunakan ukiran gabus yang berwarna merah muda. Beberapa pita terhias menjadi bunga, juga tak kalah cantik saat beradu dalam pameran sederhana di dinding.

Aku meihat ruang tamu rumahku berubah menjadi istana princces Adina, meski hanya untuk semalam. Pangeran Devano juga sudah mengantarku selamat sampai istana. Dia memang tak membawa kuda, namun tetaplah bagiku dia seorang pangeran.

"Makasih Bun, Ghandi, Icha, sama kamu Van. Aku gak nyangka bakal sebahagia ini."

"Selamat ulang tahun ya cantik. Semoga diberi banyak hal terbaik dalam hidupmu. Dibahagiakan Tuhan dengan cara-Nya."

"Makasih ya bun. Aku sayang Bunda."

Kami berdua berpelukan disaksikan sepasang remaja yang tak kunjung berpacaran meski saling suka, Ghandi dan Icha. Juga pangeran impianku, Devano. Kedua bola mataku tak kuasa menahan air yang keluar. Akupun terharu dengan semua hal pada momen ini.

"Selamat ulang tahun ya Adina," kata Icha.

"Selamat ulang tahun Din." giliran Ghandi mengucapkan.

"Selamat ulang tahun Adina. Semoga suka dengan semua ini," kata Devano.

"Loh kalian sekongkol nih ceritanya...hah. Sebel ah..."

Aku yang seharusnya tadi belum selesai meneteskan air mata. Kini dibuat syok dengan kenyataan ternyata aku dikerjai oleh semua orang di sini. Semua sudah direncakan dan bahkan ini semua adalah idenya Devano. Aku masih bingung namun menyukai ini semua.

"Ayo kita makan dulu di sini. Icha bantu bunda ambil makanan yuk." Bunda mengajak Icha ke dapur.

"Tunggu dulu ya Devano, dan Ghandi. Adhina sini dulu."

Beberapa saat setelah menunggu.....

"Nih, hadiah dari Bunda."

Bunda menyodorkan sekotak berukuran agak besar. Persegi panjang dibungkus dengan motif bunga berwarna putih dan pink. Aku menggapainya dengan kedua tanganku.

"Apa ini Bunda?"

"Buka aja dulu..!"

"Oke aku buka ya Bunda."

Ini adalah kado terindah yang Bunda berikan padaku. Pasti akan sangat berguna sekali. Bunda memberiku hadiah berupa laptop baru dengan memori dan penyimpanan yang jauh lebih besar. Meski bukan laptop mahal namun aku menyukainya. Sebab laptop yang lama sering mengalami eror dan sudah beberapa kali masuk jasa servis.

"Makasih banyak Bunda."

Akhirnya kami makan nasi kuning dengan bebek goreng di ruang tamu bersama-sama. Setelah tadi Ghandi dan Icha juga memberi aku kado hadiah ulang tahun. Namun tetap saat ulang tahun, Devano-lah orang pertama yang memberikanku sebuah kado.

Sepasang patung kecil, berupa Mickey Mouse dan Mini Mouse dengan inisial kami terpasang di atas meja belajarku di kamar. Satu lagi, kalung perak berliontin love yang cantik sudah melingkar di leherku. Semua terasa sungguh indah.

Hujan tiba-tiba kembali mengguyur di atap rumah kami.

"Din, kamu sama Icha tidur di kamar Bunda. Biar Devano sama Ghandi di kamarmu."

"Hah... Gimana Bunda?"

"Iyaa Din, biar mereka tidur sini. Kasihan udah malam. Lagian kan hujan deras banget loh," pinta Bunda kepadaku.

***