webnovel

Episode 24 : Bai Tie Shan Zi (Kipas Baja Putih)

Nama Liangshan Mo Jun memang sering disebut orang, namun selama ini belum banyak yang melihat rupa aslinya. Mereka yang jatuh ke tangan para anggota Liangshan Liu Mo memang tidak dibunuh, tetapi mengalami nasib yang lebih buruk, disiksa dan dikerjai habis-habisan, tidak jarang sampai miring otaknya atau terganggu jiwanya, sebagian malah langsung bunuh diri. Tentu saja tidak banyak yang bisa menyebut ciri-ciri para iblis ini pada orang lain lagi. Mengenai nama Ma Yao Lun ataupun Ma Yong Tao, orang pun tidak banyak yang tahu, juga hanya segelintir yang mengetahui Liangshan Mo Jun bermarga Ma.

Jin Shui masih belum bisa menggunakan kedua kakinya, maka dengan sendirinya ia hanya bisa menunggu di atas gerobak, menjaga Ma Yao Lun yang belum sadarkan diri, sekaligus mempersiapkan tenaga dalam pemberian Mo Ying untuk menghadapi orang-orang Yongjun Hui itu jika mereka sampai mengusiknya.

"Huan Jiao Zheng," Ma Yong Tao memanggil dengan cukup keras, mengalihkan pandangannya dari Jin Shui.

"Siapa kau sebenarnya?" si ketua Yongjun Hui langsung menanya. "Rupanya kau menguasai ilmu ringan badan yang baik."

"Memang aku pernah mengatakan tidak menguasai ilmu ringan badan yang baik?" Ma Yong Tao balas menanya. "Huan Jiao Zheng, kau masih berhutang satu obat penawar padaku. Aku sudah menunggu sejak tadi, tetapi kau malah sibuk mengganggu nona-nona ini, sungguh membuatku tidak sabaran."

"Aku ingin meminta sejenis benda pada nona-nona ini, boleh kau minta mereka pinjamkan kipas perak padaku sebentar," Huan Jiao Zheng berkata padanya. "Jika mereka bersedia meminjamkan, maka aku juga akan memberikan penawar dan melupakan urusan dengan ayahmu."

"Kau ingin menggunakan aku untuk membuat pertukaran?" Ma Yong Tao menunjuk diri sendiri. "Baiklah," ia kemudian berpaling pada Shen Xi Ru. "Guniang, boleh kau pinjamkan kipas perak apa itu padaku sebentar?"

Shen Xi Ru melihat sekilas ke arah Jin Shui di atas gerobak sana sebelum meminta sebuah bungkusan pada Jia Ping dan Jia Ping memberikan padanya tanpa banyak bicara. Di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kipas lipat berwarna putih, sebuah benda yang halus buatannya dan nampak indah.

"Benda ini bagi xiaomei tidak ada harga sepeser pun, malah membawa kesulitan bagi kami semua," ia menyerahkan kipas pada Ma Yong Tao. "Gongzi adalah temannya, kipas ini xiaomei bisa menitipkan pada Anda."

Shen Xi Ru rupanya sudah mengenali Jin Shui meski dengan penampilannya yang sekarang yang tidak sama seperti ketika berada di Chunjie Kezhan beberapa waktu yang lalu. Ia tidak mengenal Ma Yong Tao, akan tetapi melihat anak muda itu datang bersama Jin Shui, maka ia menyerahkan kipas begitu saja.

"Kebetulan senjata yang aku gunakan juga adalah kipas semacam ini," Ma Yong Tao menerima kipas yang diulurkan olehnya, kemudian mengeluarkan kipas lipat miliknya sendiri, memainkannya di tangan. "Sama persis," katanya, "entah Huan Menzhu inginkan yang mana." Padahal kedua kipas di tangannya tidak sama.

"Kau masih inginkan obat penawar atau tidak?" Huan Jiao Zheng menanya, pandangannya tertuju pada kipas baja putih, jelas sangat menginginkannya, bahkan sampai melupakan kedudukan sebagai ketua Yongjun Hui yang dihormati. Jika kipas masih ada di tangan Shen Xi Ru dan saudara-saudaranya, ia masih memikir dua kali sebelum merebut, akan tetapi kipas ada di tangan seorang anak muda yang tidak jelas, ia masih bisa mencari alasan untuk merebut.

Tentu saja Huan Jiao Zheng sangat menginginkan benda peninggalan Zhang Zhe Liang yang kabarnya merupakan kunci keberadaan ilmu yin shou yang zhang dan entah benda berharga apalagi. Kabar kemunculan para pewaris Yumen selama beberapa waktu belakangan membuatnya sangat resah, tidak bisa tidur nyenyak dan ketakutan, khawatir mereka akan menagih hutang lama padanya. Kemampuannya sendiri tidak seberapa, dua puluh empat jago andalannya semua sudah tidak ada, bahkan kawan-kawan yang dahulu bersamanya menyerang ke markas Yumen kini juga sudah tidak ada lagi yang memedulikannya.

"Obat penawar tentu saja aku perlu," sahut Ma Yong Tao, "akan tetapi kipas ini kau perlu merebut dari tanganku."

Ia masih memainkan kedua kipas lipat di tangannya, berlagak menjatuhkan kipas baja putih dan sekalian kehilangan keseimbangan saat hendak memungutnya, memberi kesempatan pada Huan Jiao Zheng untuk maju dan hendak merebut.

Akan tetapi tentu saja Ma Yong Tao tidak membiarkan Huan Jiao Zheng mendapatkan benda incarannya dengan begitu mudah. Satu gerakan khas tangan hantu dimainkan olehnya, dan kipas sudah kembali ke tangannya, ia juga sudah berpindah ke samping Huan Jiao Zheng dan memainkan kipas persis di depan wajahnya.

Shen Xi Ru menggeleng sambil tersenyum dan mundur bersama Jia Ping, memberi ruang gerak yang lebih luas bagi mereka yang beradu jurus. Di saat yang sama ia juga menggenggam pedang dengan berwaspada, agaknya mengenali gerakan khas yang barusan dimainkan oleh Ma Yong Tao dan segera mencurigai identitasnya.

Sebelah tangan Ma Yong Tao masih belum bisa digunakan sepenuhnya, tentu saja ia tidak bisa memainkan setiap jurusnya dengan sempurna. Namun pada dasarnya you ling shen shou ketua kedua dari Liangshan Liu Mo ini memang sangat lihai, adanya luka ini dan jurus-jurus yang tidak bisa dimainkan dengan sempurna malah dimanfaatkan untuk menutupi asal alirannya. Sebentar-sebentar ia mengganti jurus, membuat lawan merasakan bahwa ia mengenal banyak ilmu namun tidak ada satu pun yang bisa dikuasai dengan baik.

Ma Yong Tao sebentar nampak lihai sebentar nampak lemah, tindakan seperti ini untuk menunjukkan diri sebagai seorang yang tidak terlalu berpengalaman dalam perkelahian sebenarnya. Huan Jiao Zheng tidak mengenalnya, tidak mampu mengenal ilmu aslinya, akan tetapi Ma Yong Tao sungguh mempermainkannya dengan menggunakan kipas di tangan, membuatnya sangat penasaran dan semakin ingin mendapatkan benda warisan Liang Tian Jian Shen Zhang Zhe Liang.

Perkelahian keduanya membuat dua belas anggota Yongjun Hui menonton tidak tenang. Beberapa sudah berniat maju membantu pemimpinnya menghadapi anak muda yang tidak jelas asalnya itu, tetapi mereka tahu sifat Huan Jiao Zheng, tidak suka kelemahannya nampak di depan musuh, akhirnya sampai puluhan jurus lewat belum ada orang ketiga yang masuk ke arena.

"Marga Huan, sudah seratus jurus lewat, kau masih belum bisa menyentuh aku. masalah ini kalau tersiar ke dunia persilatan pasti akan sangat memalukan," Ma Yong Tao berseru mengejek, sedikit melebih-lebihkan pertarungan mereka. "Ketua Yongjun Hui bahkan tidak bisa mengatasi seorang wuming xiaozi, sebaiknya apa Yongjun Hui kalian itu dibubarkan saja?"

"Siapa kau sebenarnya?" Huan Jiao Zheng sangat penasaran. "Kau ada hubungan apa dengan orang Yumen Jiao?"

"Yumen Jiao sudah dihancurkan sepuluh tahun yang lalu, orangnya yang tersisa hanya delapan pewaris," sahut Ma Yong Tao asal-asalan. "Memangnya aku ada mirip dengan salah satu dari mereka?"

"Kudengar Hua Jin Shui pemimpin mereka masih muda dan cakap, tetapi dia mempunyai senjata sebuah pedang iblis," sahut Huan Jiao Zheng. "Jika kau adalah Hua Jin Shui, sejak tadi seharusnya sudah mengeluarkan pedang. Para pewaris yang lain, kurasa ilmunya tidak begitu bagus, berhadapan denganku tidak akan sampai tiga puluh jurus pasti sudah jatuh sendiri. Kau bisa bertahan sampai sekarang, paling juga hanya karena keberuntungan saja."

"Terima kasih sudah memuji orang cakap," sahut Ma Yong Tao, "keberuntunganku baik juga berkat Huan Menzhu."

Si raja iblis itu berlagak lengah, kemudian dengan gaya merundukkan badan ia bergerak di samping Huan Jiao Zheng. Tidak jelas terlihat arah gerakannya, tiba-tiba saja tempat anak panah yang ada di punggung Huan Jiao Zheng tumpah ke tanah, anak panah semuanya berhamburan. Ma Yong Tao mengambil tiga batang, dengan satu tangan yang tidak terluka ia mengarahkan pada tiga anggota Yongjun Hui yang tidak waspada.

"Sudah cukup main-main," katanya, "marga Huan, orangmu sudah terkena panah beracun, kau mau keluarkan penawar atau tidak?"

Tiga anggota Yongjun Hui yang terkena anak panah jatuh bergelimpangan, masih sadarkan diri namun nampak sangat kesakitan. Pengikutnya dilukai orang dengan cara seperti ini, Huan Jiao Zheng tentu saja kesal bukan main. Lawan ini bukan orang biasa dan sudah meremehkan, nyatanya sampai kini masih belum bisa menebak identitasnya, membuatnya semakin merasa kesal.

"Siapa kau sebenarnya?" ia bertanya sekali lagi.

"Marga dan namaku tidak pernah diubah, nama Liangshan Mo Jun Ma Yong Tao kau pasti sudah pernah mendengar," Ma Yong Tao menyahut dengan suara cukup keras.

"Ma Yong Tao?" Huan Jiao Zheng tentu saja pernah mendengar nama ini, namun sama sekali tidak menyangka rupa si raja iblis ini sama sekali tidak mirip seorang raja iblis, malah berwujud seorang anak muda yang cakap. "Kau Liangshan Mo Jun?"

Para tamu di kedai kecil itu semua melarikan diri begitu mendengar nama Liangshan Liu Mo disebut. Shen Xi Ru dan Jia Ping saling pandang, keduanya tidak percaya begitu saja penjahat kedua dari Liangshan adalah seorang anak muda yang tidak terlihat kejam sedikit pun. Anggota Yongjun Hui yang masih berdiri tegak nampak kaget dan berwaspada, akan tetapi juga tidak percaya.

"Liangshan Mo Jun usianya paling tidak sudah hampir kepala empat, mana mungkin masih serupa pemuda dua puluh tahunan seperti ini?" Huan Jiao Zheng juga tidak percaya. "Kau setan darimana, menyamar sebaiknya mencari yang lebih pantas sedikit. Menyebut nama Liangshan Mo Jun hanya demi menakuti kami rasanya tidak akan berhasil."

"Sudah kubilang, marga dan namaku tidak pernah diganti, julukan juga belum berubah. Aku adalah Liangshan Mo Jun, kalian percaya atau tidak terserah saja."

Huan Jiao Zheng terdiam, berusaha berpikir jernih sebelum memberikan jawaban. Ia menginginkan kipas yang ada di tangan Ma Yong Tao, akan tetapi mendengar nama yang disebutkan oleh anak muda itu, ia pun khawatir kebenarannya, dan tidak ingin merebut kipas menjadi awal permusuhan dengan Liangshan Liu Mo, kawanan iblis yang punya reputasi cukup mengerikan.

"Aku hampir saja lupa," Ma Yong Tao tiba-tiba berkata, "beberapa tahun yang lalu Huan Menzhu pernah mengundang dajie laoda kami Meng Po ke Nanyang, kemudian menyerahkan seseorang padanya. Saat itu dajie laoda hendak mengajakku, akan tetapi aku sedang sibuk, tidak sempat ikut mampir menemui Huan Menzhu. Hanya orang yang diserahkan pada kami itu aku sempat berkenalan dengannya, seorang nyonya, dan dia sudah dibuat susah oleh Huan Menzhu cukup lama."

Urusan Huan Jiao Zheng mengundang Liangshan Liu Mo ke Nanyang sebelas tahun yang lalu hanya diketahui oleh dirinya, sisa jago Yongjun Hui yang kemudian terbunuh, dan Liangshan Liu Mo sendiri. Wajah Huan Jiao Zheng langsung pucat, menyadari pemuda di hadapannya sungguh tidak asal mengarang identitas.

"Huan Menzhu adalah ketua Yongjun Hui, aliran yang katanya lurus bersih dan selamanya mengutamakan jiwa ksatria," Ma Yong Tao kembali berkata, "Huan Menzhu tidak seharusnya menyusahkan seorang nyonya dan berkawan dengan kelompok iblis. Terlebih, tidak seharusnya ikut-ikutan dalam perebutan sebuah benda warisan."

Huan Jiao Zheng memandang ke arah tiga pengikutnya yang sudah tidak bisa menahan sakit, mengerang sambil bergulingan di tanah. Ia kemudian juga melihat ke arah Ma Yao Lun yang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tidak disangka ia tidak sempat melihat orang gila itu menderita tiga hari tiga malam, kini malah pengikutnya sendiri yang kesakitan.

"Kipas aku bisa tidak mengambil," akhirnya ia berkata. "Tetapi ayahmu yang gila itu sudah membunuh banyak anggota kami, seharusnya tidak boleh diampuni, hanya memandang kau cukup berbakti padanya aku masih bisa mempertimbangkan. Tidak peduli kau ini Liangshan Mo Jun atau Ci Xiong Yi Shen, jika kau yang menggantikannya menerima kematian, mungkin aku Huan Jiao Zheng baru akan mempertimbangkan untuk melepaskannya."

"Aku bersedia," Ma Yong Tao hanya berpikir beberapa detik sebelum mengeluarkan jawaban ini. "Lepaskan ayahku, maka kau mau siksa atau bunuh aku terserah saja."

"Saudara, sepertinya tidak perlu."

Suara terakhir adalah milik seorang lelaki yang baru datang, terdengar seperti seorang yang sedang mabuk. Orang ini usianya sekitar lima puluh tahunan, yang paling menyolok adalah matanya hanya tinggal sebelah. Ia tidak datang sendiri, melainkan bersama seorang lelaki setengah tua lain yang membawa senjata tombak di tangan yang juga dipakai untuk pengganti salah satu kakinya yang buntung.

"Satu nyawa ditukar dengan satu nyawa, terlalu enak buat si marga Huan itu," si buntung kaki itu berkata dengan nada ceria.

Jin Shui langsung mengenali dua orang yang baru datang itu sebagai Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou, dua pengawal utama si pengkhianat Wang Ruan Ya yang beberapa waktu yang lalu sudah bersedia mengikuti dirinya dan Huang Yu sebagai anggota Yumen.

Lao Gui Shou si buntung kaki langsung menghampiri Huan Jiao Zheng dan memutarinya sebentar. Huan Jiao Zheng tidak mengenal si buntung itu, akan tetapi melihat seorang yang cacad, tidak semestinya dirinya sebagai seorang ketua aliran lantas menyerang lebih dahulu. Ia membiarkan saja sampai Lao Gui Shou kembali ke samping saudaranya Lao Diao Yan.

Si mata satu tiba-tiba mengulurkan tangannya, kemudian melemparkan sesuatu pada Ma Yong Tao. Sebuah botol, mestinya adalah penawar racun, Ma Yong Tao refleks menangkapnya. Huan Jiao Zheng melotot seketika, jelas tahu benda itu adalah miliknya, rupanya saat memutarinya tadi si buntung sudah mengambil dari badannya tanpa terasa olehnya sedikit pun.

"Mau tahu itu penawar racun yang benar atau tidak, disini ada tiga orang yang bisa menjadi percobaan," si kaki satu berkata dengan cepat. "Kami juga bukan berniat membantu siapa, hanya ingin menawarkan satu pertukaran dengan Ma Gongzi anda saja."

Ma Yong Tao menyimpan penawar racun itu. "Pertukaran? Aku rasa kalian salah orang," katanya. "Aku adalah Liangshan Mo Jun Ma Yong Tao, penawar ini aku tidak meminta, kalian yang memberikannya sendiri. Kurasa, urusan ini tidak bisa dianggap sebagai hutang budi atau sejenisnya. Kalian ingin pertukaran apa, sepertinya aku tidak bisa membantu."

"Tidak bisa membantu ya sudah tidak apa-apa," si mata satu berkata sambil tertawa. Sedikit pun tidak terlihat tersinggung dengan sikap Ma Yong Tao.

"Lao Huan, kabarnya kau mempunyai sejenis harta yang bernilai," si kaki satu tiba-tiba berkata pada Huan Jiao Zheng, "bagaimana kalau besok malam aku pergi mencuri harta berharga itu?"

Huan Jiao Zheng memandangnya dengan tatapan dingin. Si kaki satu ini orang cacad, barusan sudah mencuri sesuatu darinya karena ia tidak berwaspada. Kini dia menyebut terang-terangan hendak mencuri barang, dengan sendirinya sudah meminta Huan Jiao Zheng berwaspada. Dengan keadaan fisiknya itu, tidak akan ada kesempatan kedua.

"Di tempatku hanya ada benda-benda tidak berguna, kau susah-susah mencuri juga hanya merepotkan diri sendiri," sahut Huan Jiao Zheng angkuh, "orang-orangku pasti akan dengan senang hati menghabisimu sampai tidak bersisa."

"Kita bertaruh saja bagaimana?" tanya si kaki satu lagi. "Siapa pun yang kalah, maka kipas perak yang ada di tangan Ma Gongzi ini, selamanya tidak boleh memegang lagi, juga tidak boleh mengetahui rahasia yang ada di dalamnya."

"Huan Menzhu jika kalah, maka harus segera kembali ke Nanyang, selamanya tidak boleh lagi ikut campur dalam perebutan benda peninggalan Liang Tian Jian Shen Zhang Zhe Liang," sambung si mata satu.

"Berdasarkan apa aku mesti bertaruh dengan kalian berdua?" Huan Jiao Zheng menanya. "Aku tidak kenal dengan kalian, juga tidak ada urusan…."

Kata-katanya belum lagi selesai, ia sudah menutup mulut dan air mukanya berubah hebat. Lao Diao Yan menunjukkan padanya sebuah gulungan naskah yang nampak lusuh, dan ia mengenali gulungan itu.

"Apa hubungan kalian dengan dia?" ia langsung menanya, suaranya agak tertahan.

"Sudah tidak ada hubungan," Lao Gui Shou yang menyahut, nada suaranya berubah lebih tajam. "Kami tahu Huan Menzhu menginginkan ilmu peninggalan Liang Tian Jian Shen demi menghadapi siapa, dan kedatangan kami hari ini adalah demi menghalangi."

"Huan Menzhu sudah hidup enak selama sepuluh tahun ini, dan kami sedikit kurang suka," Lao Diao Yan menyambung, menyimpan kembali gulungan di tangannya, "hutang di masa lalu, sudah waktunya Huan Menzhu mesti membayar."

Huan Jiao Zheng sudah benar-benar pucat wajahnya, bahkan Ma Yong Tao tidak mengerti mengapa dua orang cacad bisa tiba-tiba hadir disini dan menekan si ketua Yongjun Hui itu sampai sedemikian.

Ia melihat kedua orang yang baru datang itu bisa mengatasi Huan Jiao Zheng, maka urusannya hanya memastikan obat penawar bisa diberikan pada ayahnya. Ia mengambil tiga butir dari dalam botol, kemudian dengan gerakan cepat menghampiri tiga anggota Yongjun Hui yang masih bergulingan di tanah, mencabut panah dari badan mereka dan memaksa mereka menelan pil. Gerakannya sangat lihat dan tepat, tidak ada yang sempat menghalangi dan ia sudah kembali berdiri di tempat semula, memainkan botol di tangannya sambil menunggu reaksi obat.

Huan Jiao Zheng sudah pucat wajahnya, menyaksikan kelihaian si raja iblis membuatnya semakin menciut. Di tempat ini ada begitu banyak orang yang menekannya, jika ia memaksa merebut kipas hanya akan membuat malu diri sendiri.

"Baiklah," kata Huan Jiao Zheng pada Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou, "kuberi waktu tiga hari, jika kalian tidak berhasil maka harus segera mengasingkan diri, melupakan segala macam hutang, dan tidak lagi ikut campur urusan apa pun dalam dunia persilatan. Tetapi jika kalian bisa mencuri satu saja benda berharga milikku, urusan kipas perak itu aku Huan Jiao Zheng tidak akan ikut campur lagi."

"Bukan hanya kau marga Huan, tetapi semua anggota Yongjun Hui juga termasuk," Lao Diao Yan menambahkan. Kata-katanya Huan Jiao Zheng mengandung maksud tertentu, ia tidak sudi terjebak. "Kau tidak ikut campur, juga tidak boleh meminta orangmu ikut campur, begitu baru bisa dibilang adil."

Huan Jiao Zheng kesal setengah mati, hanya bisa mengumpat dalam hati. "Tiga hari," ia berkata lagi pada si kaki satu dan si mata satu. "Kuharap kalian tidak membuatku kecewa."

Orang-orang Yongjun Hui itu berlalu, tiga orang yang tadi terkena panah beracun dipapah oleh kawan mereka, masih kesakitan akan tetapi tidak mati. Ma Yong Tao tidak memedulikan siapa pun lagi, langsung menemui ayahnya di atas gerobak. Huan Jiao Zheng itu ia tidak ingin membunuhnya hari ini, tetapi lain waktu pasti akan diburunya bersama para anggota Liangshan Liu Mo lainnya.

"Erwei Zhanglao, orang Yongjun Hui tidak bisa dibilang sedikit jumlahnya," Shen Xi Ru berkata pada Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou. "Kalian melapor dulu sebelum pergi mencuri, si marga Huan itu pasti memperketat penjagaan. Bertaruh seperti ini apa tidak terlalu merugikan?"

"Siapa yang bilang kami akan pergi ke tempatnya si marga Huan itu?" sahut Lao Diao Yan, suaranya kembali terdengar mabuk.

"Tidak ke tempatnya apa mau langsung ke Nanyang?" tanya Shen Xi Ru lagi. "Tiga hari, kurasa tidak cukup."

"Kami sudah ada rencana sendiri. Lihat saja nanti," sahut Lao Gui Shou, suara tajamnya juga sudah menghilang dan kembali ceria.

"Lagipula kalah juga tidak akan rugi, paling banyak pulang ke kampung memelihara kerbau dan kambing, tidak ikut campur urusan dunia persilatan lagi," sambung kawannya. "Kami juga sudah berumur, pantasnya memang pulang kampung, menjadi orang biasa dan mengurus anak istri."

Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou sama-sama meninggalkan tempat itu, pergi mengerjakan pertaruhan mereka dengan Huan Jiao Zheng. Keduanya tidak sempat memperhatikan dua orang di atas gerobak, agaknya juga tidak mengenali Jin Shui yang masih duduk disitu. Jin Shui sendiri tidak ingin dikenali oleh dua pengikutnya dengan keadaan sekarang, ia berusaha tidak menarik perhatian.

Ma Yao Lun mengerang sebentar saat Ma Yong Tao membangunkannya dan memberikan obat penawar padanya, kedua tangannya berusaha menggapai dengan gemetar. Jin Shui sengaja menotoknya demi menjaga agar ia tidak mengamuk dan membahayakan orang lain. Racun dari panah Huan Jiao Zheng bisa dipunahkan dengan penawar, akan tetapi luka dalam akibat salah berlatih selama bertahun-tahun sudah mengacaukan sistem peredaran darah Ma Yao Lun ini, membuat hawa tenaga di dalam tubuh menjadi kacau balau dan mesti diuraikan satu persatu.

Shen Xi Ru mendekat, langsung merangkap tangan pada Jin Shui. "Hua Shaoxia," ia memanggil.

"Shen Guniang rupanya sudah mengenaliku," kata Jin Shui.

"Hua Shaoxia mengapa jadi seperti ini?" Shen Xi Ru menanya. "Juga, mengapa bisa bersama dengan Ma Gongzi?" ia menyebut Ma Gongzi dengan agak ragu, menyadari identitas pemuda yang bersama Jin Shui itu yang tidak sederhana.

"Ceritanya panjang," Jin Shui tidak ingin menjelaskan. "Shen Guniang apakah ada melihat kawan-kawanku para pewaris Yumen lainnya? Terakhir kali yang kutahu mereka masih berada di Wansui Gu, tidak sengaja terpisah."

"Xiaomei sudah beberapa hari meninggalkan Longshan Zhuang, sejak Xu Guniang palsu itu dengan sengaja meninggalkan kipas baja putih pada Chen Daniang di Chunjie Kezhan," sahut Shen Xi Ru. "Kami pergi agar orang-orang yang menginginkan benda peninggalan Liang Tian Jian Shen tidak menyusahkan zhuren Xi Zhuangzhu dan memang benar kami hendak memberikan kipas pada para pewaris Yumen. Hanya saja meski kabarnya kawan-kawan Hua Shaoxia semua sudah meninggalkan Wansui Gu, kami hanya mendapat kabar mengenai Huang Gongzi seorang."

"Huang Yu?" tanya Jin Shui.

"Huang Gongzi kabarnya sedang menuju Wuling, membawa Lin Guniang, anak perempuan Ban Ye Xia Ke Lin Tong Tian ke Wuling, hendak mengembalikan pada orang tuanya," kata Shen Xi Ru. "Kami saat ini juga hendak pergi kesana untuk menemuinya. Jika tidak bertemu, maka kami akan menuju Baiyu Shan, mesti menyerahkan sendiri kipas baja putih pada para pewaris Yumen."

Ma Yong Tao melemparkan kipas putih yang masih ada di tangannya pada Jin Shui, dan Jin Shui menerimanya, mengembangkan di tangan. Badan kipas putih tanpa tulisan atau gambar apa pun, memang serupa sekali dengan kipas yang pernah diterimanya dari Xu Qiao, akan tetapi jelas bukan kipas yang sama karena peninggalan Zhang Zhe Liang yang asli sampai saat ini masih tersimpan di balik pakaiannya.

"Kipas sudah sampai ke tangan Hua Shaoxia, maka bisa dikatakan tugas kami sudah selesai," Shen Xi Ru berkata, "Hua Shaoxia, zhuren kami berharap Anda bisa meminta pada Jiaozhu Furen Gu Chen Hui agar tidak mempersulit Longshan Zhuang mengenai urusan makam kekasih, kami masih berharap Hua Shaoxia bisa membantu majikan kami. Saat ini, jika Hua Shaoxia masih ada permintaan apa, silakan katakan saja, kami akan berusaha dengan sepenuh hati."

Ia menyadari Jin Shui sejak tadi hanya duduk di atas gerobak, jelas sekali dalam keadaan terluka. Akan tetapi Jin Shui juga punya keangkuhan sendiri, terhadap Shen Xi Ru dan adik-adiknya ia juga masih menganggap sebagai orang asing, ia tidak ingin keadaan kakinya yang hampir lumpuh sama sekali diketahui oleh nona-nona itu.

"Aku tidak apa," sahut Jin Shui, "Shen Guniang baiknya lekas kembali saja ke Longshan Zhuang. Urusan benda peninggalan Zhang Zhe Liang, Hua Jin Shui yang akan menyelesaikan, tidak akan menyusahkan Anda."

"Hua Shaoxia sudah mempunyai niat seperti ini, kami tidak bisa pergi begitu saja tanpa melakukan sesuatu," sahut Shen Xi Ru. "Sebentar lagi akan turun hujan, kami bersedia mengantarkan Hua Shaoxia dan Ma Gongzi ke tempat beristirahat. Tidak jauh dari tempat ini ada sebuah tempat kediaman seorang kawan lama, Hua Shaoxia dan Ma Gongzi bisa memulihkan diri disana."

Jin Shui melemparkan kipas palsu di tangannya kembali pada Ma Yong Tao. Ia melihat ke langit dan menyadari awan gelap sudah berkumpul dan hujan akan segera turun, dan mereka semua memang memerlukan tempat untuk berlindung. Terpaksa ia menganggukkan kepala pada Shen Xi Ru.

Ma Yong Tao menyelipkan kipas yang diberikan oleh Jin Shui di pinggangnya, kemudian membawa gerobak mengikuti Shen Xi Ru dan Jia Ping. Di saat itu hujan rintik mulai turun, dan Jin Shui menyadari ada satu sosok tubuh yang mengikuti mereka semua dari kejauhan, langkahnya lemah dan agaknya tidak bisa menyusul.

Sosok itu terus mengikuti hingga mereka tiba di depan pagar sebuah rumah bambu di pinggiran hutan. Ma Yong Tao menghentikan gerobak, menyadari ada sosok yang mengikut dari jarak cukup jauh itu, dan ia mengawasi sebentar, mengenali sosoknya, kemudian juga berusaha menemukan apakah ada orang lain yang datang bersamanya.

"Hei, gadismu datang mencari sampai kemari," Ma Yong Tao berkata pada Jin Shui. "Dia sendirian, sepertinya sedikit kelelahan habis berjalan jauh. Kau ingin menemuinya tidak?"

Jin Shui tidak bergerak, juga tidak menyahut. Keadaannya saat ini tidak lebih dari seorang cacad, orang yang paling dirindukannya adalah Xu Qiao, namun yang tidak ingin ditemuinya juga Xu Qiao.

"Hei, dia benar gadismu itu," Ma Yong Tao berkata pada Jin Shui. "Jika kau tidak ingin menemui dia, aku bisa membuat kalian tidak akan bertemu lagi selamanya, kau jangan menyesal."

Jin Shui memandang tajam padanya.

"Baiklah, aku tidak bicara apa-apa lagi," Ma Yong Tao pura-pura ketakutan.

Shen Xi Ru dan Jia Ping sudah menemui pemilik rumah bambu, seorang pemuda berusia sekitar tiga puluh tahunan bernama Jian Xi, dan ia memanggil jiejie pada Shen Xi Ru, langsung mempersilakan mereka semua masuk ke dalam rumah bambu.

Rumah bambu itu cukup luas, hanya tidak terdapat ruangan di dalamnya. Dari luar hanya terlihat sebuah ruangan saja dengan keadaannya yang sederhana. Di dalam rumah terdapat banyak meja dan rak, semuanya dipenuhi naskah, kertas dan bahkan buku yang semuanya sangat berantakan. Dua anak lelaki berusia sekitar dua belas tahunan sedang sibuk menulis di tengah ruangan.

"Lekas rapikan tempat ini," Jian Xi langsung memberi perintah pada kedua anak lelaki itu.

"Kami di teras saja," sahut Shen Xi Ru, "tidak perlu mengganggu kalian membuat catatan."

Jian Xi menganggukkan kepala satu kali, agaknya tidak terlalu peduli saat itu akan segera turun hujan cukup deras dan teras rumah tidak akan cukup melindungi mereka yang berada disana. Ia kemudian masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, bahkan tidak menyediakan teh atau menanyakan apakah tamu-tamunya memerlukan sesuatu.

"Tempat apa ini?" Ma Yong Tao menanya, agak kurang suka dengan sikap tuan rumah yang begitu tidak peduli.

"Bagian dari sebuah tempat lain yang lebih luas," Shen Xi Ru berkata. "Jian Xi hanya menggunakan tempat ini sebagai tempat singgah sementara, membuat catatan-catatan itu sebelum dibawa dan disimpan dengan lebih baik."

"Membuat catatan apa?" tanya Ma Yong Tao pula.

Suara sambaran geledek terdengar cukup keras, membuat Ma Yong Tao melupakan pertanyaannya. Hujan rintik segera berubah menjadi deras. Ma Yong Tao membawa ayahnya Ma Yao Lun turun dari gerobak dan menggendongnya ke bagian depan rumah bambu untuk menghindari siraman hujan. Jin Shui berusaha turun dan menggunakan tongkatnya untuk berjalan, menolak ketika Shen Xi Ru hendak memapahnya.

"Jie, gadis itu menghilang," Jia Ping memberitahukan pada Shen Xi Ru bahwa sosok serupa Xu Qiao yang tadi mengikuti mereka sudah tidak kelihatan sama sekali.

Jin Shui melihat ke arah jalanan sebentar, berusaha menemukan sosok yang tadi mengikuti mereka, akan tetapi sosok itu memang sudah tidak terlihat lagi, entah hanya berteduh saja atau memang sudah sudah pergi. Ia tidak ingin memperlihatkan kekhawatiran, kembali berusaha mengatur hawa murninya lagi dan menyalurkan ke bagian kakinya, mempercepat penyembuhan. Barusan ketika menggunakan tongkat, ia masih merasakan sakit yang tidak ringan, dan ia sungguh tidak ingin sampai menjadi orang cacad selamanya.

Ma Yao Lun tiba-tiba saja membuka mata. Ia masih dalam keadaan tertotok, tidak bisa bangkit berdiri, hanya bisa mengeluarkan suara-suara erangan pelan, seperti hendak mengatakan sesuatu. Ma Yong Tao mendengarnya, ia lekas mendekatkan telinga. Mata ayahnya itu memandang tajam padanya.

"Die, aku ada disini. Tenanglah, kami semua menjagamu."

"Ah.. ah..." orang tua itu lidahnya pernah dipotong oleh musuh, maka dengan sendirinya ia sudah kehilangan kemampuan berbicara. Satu dua kata yang tidak jelas hanya Ma Yong Tao yang bisa memahaminya.

"Die, mengenai balas dendam, saat ini kau jangan memikirkan dulu," Ma Yong Tao berkata. "Saat ini kami juga belum bisa membebaskan totokan itu. Kau salah berlatih sehingga kerasukan, tetapi semua akan baik-baik saja. Saat ini hanya berteduh dari hujan, nanti setelah cuaca lebih baik aku akan membawamu ke tempat yang jauh dari keramaian, kau bisa menjalani hidup dengan tenang sampai hari tua, bagaimana?"

Ma Yao Lun menangis seperti anak kecil. Ingatannya sudah mulai pulih, ia sadar dengan semua yang terjadi selama beberapa tahun ini. Ia sudah membunuh banyak orang, melakukan kekejaman dimana-mana dan membiarkan diri sendiri menjadi monster jahat yang mengerikan. Ketika Ma Yong Tao meninggalkannya, ia bahkan membiarkan diri sendiri menjadi siluman penghisap darah mayat, sampai saat ini ingatan mengenai gua di dasar lembah itu menjadi kepedihan yang mendalam bagi diri sendiri.

Tangisannya lama kelamaan menjadi tanpa suara. Ma Yong Tao memeluknya, ikut menangis bersamanya. Ayahnya menjadi orang gila yang mengerikan, dirinya pun sudah menjadi raja iblis yang tidak jauh berbeda. Musuh mereka sudah tidak ada, yang tersisa hanya seorang Zhu Guniang yang tidak berdosa, Ma Yong Tao tidak mampu membalaskan dendam ayahnya sampai saat ini. Karena ia ingin membenci Zhu Bai Que saat membalaskan dendam itu.

Namun Ma Yong Tao sudah lama tidak bisa merasakan benci atau perasaan lain. Hatinya sudah mati, ia sendiri juga tidak paham penyebabnya, selama ini pun terus berusaha menemukan arti perasaan benci. Ia menjadi raja iblis yang kejam, menyiksa korban melebihi ayahnya demi mendapatkan rasa benci dari setiap korbannya, sebuah cara yang salah sama sekali. Sampai saat ini ia baru menyadari, menjadi Liangshan Mo Jun tidak ada artinya sedikit pun.

"Die... ilmu sesat itu kau jangan berlatih lagi," Ma Yong Tao berkata lagi padanya. "Aku juga tidak ingin membuat orang membenciku lagi. Musuh kita sudah lama tidak ada, buat apa mempersulit diri sendiri?"

"Aah...." Ma Yao Lun mengucapkan beberapa patah kata yang tidak jelas. Ia hendak menyampaikan, tidak akan melatih lagi ilmu sesatnya, tidak ingin menjadi orang gila lagi, tidak ingin hidup sebagai siluman yang mengerikan lagi. Ia ingin hidup normal.

"Jin Shui, lepaskan totokan ayahku," Ma Yong Tao berkata pada Jin Shui. "Dia sudah ingat semuanya, sudah bisa mengendalikan diri sendiri, tidak akan melukai siapa pun."

Jin Shui tidak memperhitungkan terlalu banyak, ia lantas membebaskan totokan Ma Yao Lun. Orang tua itu berlutut padanya, meminta maaf dan sekaligus menyampaikan terima kasih sambil bersujud beberapa kali. Jin Shui memandangnya dengan kosong. Saat ini ia tidak tahu mesti menanggapi dengan cara bagaimana.

Yang terjadi selanjutnya tidak ada yang menduga. Ma Yao Lun tiba-tiba melompat, tubuhnya melesat seperti anak panah, menghantamkan kepala sendiri ke sebuah batu besar yang tidak jauh. Gerakannya begitu cepat, Ma Yong Tao yang sempat mengejar tidak sempat menjangkaunya. Jin Shui pun tanpa sadar melesat dari tempatnya, menggunakan kedua tangan untuk menggerakkan tubuh. Namun kedua kakinya masih lumpuh, ia terjatuh di depan pondok, sementara Ma Yong Tao menangkap tubuh ayahnya saat sudah terlambat.

"Die!"

Di saat yang sama seorang gadis sudah muncul lagi di tengah hujan deras, melihat kejadian ini, seketika ia tersentak kaget. Sebentar pandangannya tertuju pada Ma Yao Lun dan putranya yang ia kenali sebagai Liangshan Mo Jun Ma Yong Tao, sebentar kemudian ia mengenali satu orang lainnya sebagai Jin Shui.

"Jin Shui Gege...."

"Die...." Ma Yong Tao memeluk ayahnya. Orang tua itu belum mati, tetapi luka di kepalanya sudah mengalirkan darah yang tidak sedikit. Ia berusaha menggerakkan tangannya, menuliskan dua huruf di atas tanah. Balas dendam.

Kedua huruf itu segera hilang disapu derasnya air hujan, tetapi masih ada sedetik waktu bagi Ma Yong Tao untuk melihatnya. Ia tidak banyak berpikir untuk saat itu, hanya mencemaskan ayahnya, berharap ayahnya masih bisa diselamatkan. Namun tangan Ma Yao Lun sudah terkulai lemas, nafasnya sudah putus. Jenasahnya masih terasa hangat, namun dengan cepat berubah dingin.

"Jin Shui Gege!"

Sosok yang sejak tadi mengikuti mereka dan kini sudah hadir di tengah hujan deras itu memang adalah Xu Qiao. Pandangannya sepenuhnya sudah tertuju pada Jin Shui, ia lekas berlari mendekat sebelum Jin Shui bisa menghindarinya. Ia berlutut di hadapan Jin Shui, berusaha meraihnya.

"Jin Shui Gege, kau benar ada disini," Xu Qiao langsung berkata, "kau pergi begitu saja dari Wansui Gu, kami semua sangat mencemaskanmu."

Jin Shui menepiskan tangannya, berusaha menghindar darinya. Kedua kakinya masih lumpuh, ia hanya bisa merangkak di tanah. Xu Qiao tidak menyadari yang tengah terjadi, berusaha mengejarnya.

"Jin Shui Gege...."

"Pergi!" Jin Shui menghantamnya dengan telak, membuatnya tersungkur jatuh di atas tanah berlumpur, tidak melukai tetapi cukup mengagetkannya dan juga semua yang menyaksikan. "Kau pergilah, aku tidak ingin melihatmu."

Kata-kata ini sangat besar maknanya bagi Xu Qiao. Yang dilihatnya saat ini adalah Jin Shui, tidak salah sedikit pun, namun Jin Shui tidak mungkin bersikap seperti ini. Xu Qiao merasakan sakit di dadanya. Pukulan itu nyata. Sakit di hatinya lebih terasa lagi.

"Jin Shui Gege...." Xu Qiao berusaha memanggil.

"Pergilah," kata Jin Shui.

"Jin Shui Gege... kau tidak menginginkan Qiao-er lagi?"

"Aku tidak menginginkanmu lagi. Tidak ingin melihatmu lagi. Kau pergi, jangan mengikutiku lagi. Jangan mencariku lagi."

Jin Shui memandangnya dengan tajam, rahangnya mengeras. Di saat yang sama Xu Qiao merasakan sesak di dalam dada, kepalanya berat dan nafasnya pun terasa sangat sulit. Saat itu ia memberitahukan diri sendiri, tidak boleh sampai jatuh pingsan di hadapan Jin Shui. Ia melupakan xuanlong jian yang masih ada dalam bungkusan kain di punggungnya, melupakan niatnya mengembalikan pedang pada Jin Shui. Ia berusaha berdiri, kemudian berlari pergi dari tempat itu.

Ma Yong Tao mengetahui yang terjadi, akan tetapi perhatiannya masih tertuju pada ayahnya, masih berusaha menggunakan tenaga dalam untuk mengembalikan nyawanya. Shen Xi Ru melihat Xu Qiao berlari pergi, ia tahu Jin Shui akan segera menyesalinya, maka tanpa menunggu apa pun ia lantas berlari mengejar, pergi ke dalam hutan.

Jin Shui berusaha bangkit berdiri, akan tetapi ia tentu saja tidak bisa menggunakan ilmu ringan badannya, tidak ada kemampuan mengejar gadisnya. Ia hanya bisa menghantamkan tangan ke tanah, menyesali setengah mati sikapnya barusan.

Xu Qiao berlari entah berapa lama, menyembunyikan diri saat mengetahui ada yang mengejarnya, kemudian jatuh di bawah sebatang pohon saat hujan sudah reda. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kakinya, tetapi tenaganya bagai sudah tidak bersisa. Pandangan mata mengabur, ia sempat menyaksikan sepasang kaki datang mendekat, tetapi tidak mampu mengenali apakah musuh atau kawan.

"Si nelayan sungai yang bau ikan itu sebentar lagi pasti akan menyusul kemari, sebaiknya kita pergi ke tempat yang aman dulu," didengarnya satu suara, masih cukup dikenalinya sebagai suara Huang Zhe, orang yang paling tidak diharapkan bakal muncul disini menemukannya dalam keadaan yang sekarang.

Ia berusaha bangkit berdiri, kesadarannya masih ada tetapi ia sungguh tidak berdaya. Hanya bisa diam ketika merasakan Huang Zhe mengambil bungkusan yang tergantung di punggungnya.

Bungkusan itu berisi pedang milik Jin Shui. Xu Qiao merasakan air matanya menitik. Ia tidak seharusnya membawa pedang itu bersamanya, seorang diri tanpa perlindungan para pewaris Yumen lainnya. Sekarang ia malah membiarkan pedang pusaka itu jatuh ke tangan orang yang paling tidak pantas menyentuhnya. Entah bagaimana mesti menjelaskan masalah ini pada Jin Shui.

"Siapa gadis ini?" seorang yang bersama Huang Zhe terdengar menanya, Xu Qiao tidak mengenal suaranya, suara parau seorang lelaki, jelas bukan Xie Tian Hu.

"Dia adalah adikku," suara Shen Xi Ru yang menjawab pertanyaan si pemilik suara parau. "Dia sedang tidak enak badan."

Shen Xi Ru langsung merebut Xu Qiao dari Huang Zhe, dan Xu Qiao menemukan putra pertama Keluarga Huang dari Luoyang itu bersama beberapa orang lain yang berbagai macam bentuknya, sebagian besar membawa senjata yang juga tidak serupa. Kemudian ia juga mengenali Shen Xi Ru, dan langsung menggenggam tangannya, memintanya membawa pergi.

"Dia bukan adikmu," Huang Zhe berusaha menghalangi, "yang kutahu nona ini empat kakak perempuannya sudah meninggal semua."

"Aku tahu," sahut Shen Xi Ru, "akan tetapi dia juga bukan kerabatmu, kau tidak ada hak membawa dia pergi."

Shen Xi Ru lekas memapah Xu Qiao meninggalkan mereka, tidak memedulikan bungkusan pedang yang sudah jatuh ke tangan Huang Zhe. Huang Zhe masih hendak menahan, akan tetapi orang-orang yang bersamanya tidak akan senang jika melihat dia berusaha merebut seorang anak gadis yang nampak tidak berdaya, ia pun tidak bisa sembarangan menuding Shen Xi Ru sebagai penjahat, maka terpaksa membiarkan saja.

Shen Xi Ru membawa Xu Qiao menyembunyikan diri beberapa saat di balik pohon besar untuk memastikan tidak ada yang mengikuti. Ia memeriksa keadaan Xu Qiao, mendapati gadis itu terlalu lemah, keadaan yang tidak seharusnya. Untuk beberapa saat ia mencoba menyalurkan hawa murni, mempertahankan kesadaran Xu Qiao.

"Obat," Xu Qiao berkata pelan, berusaha mengambil sesuatu dari balik pakaiannya. Shen Xi Ru merogoh kesana dan mendapati sebuah botol porselen berwarna hijau. Di dalamnya ada berpuluh butir pil berwarna hijau gelap. Xu Qiao mengambil sebutir dan lekas menelannya.

"Xu Guniang apakah tadi terkena pukulan?" Shen Xi Ru menanya.

"Aku tidak apa," Xu Qiao menyahut, "sudah beberapa lama seperti ini, tetapi asalkan minum obat ini maka tidak akan apa-apa."

"Hua Shaoxia tidak sungguh ingin melukaimu," Shen Xi Ru berkata, "saat ini dia pasti juga sudah menyesalinya dan ingin kau kembali kesana dengan baik-baik."

"Aku tahu," sahut Xu Qiao. "Jin Shui Gege tidak mungkin sungguh ingin aku pergi."

"Xu Guniang mengapa bisa berada disini sendirian?" tanya Shen Xi Ru pula. "Dimana Huang Gongzi dan para pewaris lainnya?"

"Sudah menuju Baiyu Shan, berharap Jin Shui Gege juga akan menyusul kesana," sahut Xu Qiao. "Akan tetapi aku sangat khawatir, maka aku memisahkan diri dari yang lain, berusaha menemukan Jin Shui Gege lebih dahulu."

"Aku akan membawamu menemui dia," kata Shen Xi Ru. "Jangan khawatir, dia tidak akan mengusirmu lagi."

Mereka kembali ke pondok bambu setelah memastikan Huang Zhe dan yang lainnya sudah jauh dan tidak akan muncul lagi. Pintu pondok bambu sudah dibuka lebar-lebar, naskah dan catatan yang tadi semuanya berantakan di dalam sana sudah dirapikan dan diletakkan di dalam belasan buah peti kayu, agaknya hendak dibawa pergi.

Ma Yong Tao menggali sebuah lubang agak jauh dari pondok untuk menguburkan ayahnya. Xu Qiao melihatnya, akan tetapi tidak lekas mengenali, perhatiannya lebih dahulu tertuju pada Jin Shui yang berdiri di depan pondok bambu, dan ia langsung menghampiri dan memeluknya. Jin Shui menyambut dengan kaku, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Xu Qiao baru melepaskan pelukan beberapa saat kemudian, perhatiannya langsung tertuju pada kedua tongkat yang digunakan oleh Jin Shui. Ia hendak meraih, akan tetapi Jin Shui mundur menghindarinya satu langkah.

"Jin Shui Gege, kakimu kenapa?" ia menanya.

"Tidak apa," sahut Jin Shui, tidak ingin memberitahukan padanya yang sudah terjadi sejak meninggalkannya di Wansui Gu.

"Aku mencarimu, hanya membawa pedang xuanlong bersamaku," Xu Qiao mengaku, "akan tetapi pedang itu sudah diambil oleh Huang Zhe. Akan tetapi tidak apa, kau ada disini, kau bisa merebutnya kembali. Dia belum jauh."

Jin Shui memandang tajam ke arahnya beberapa saat, mendengar bahwa pedang pusaka senjatanya sudah jatuh ke tangan Huang Zhe tentu saja mengagetkan baginya. Akan tetapi sesaat kemudian ia mengalihkan pandangan, seperti tidak ingin menatap Xu Qiao terlalu lama, ingin lekas berlalu dari tempat itu.

"Sudah hilang ya sudah," katanya pendek, "sudah tidak ada artinya."

"Jin Shui Gege," Xu Qiao merasa kata-katanya tidak seharusnya. Sesuatu sudah terjadi dan membawa perubahan besar pada Jin Shui. Ia mengalihkan pandangan, melihat ke arah Ma Yong Tao yang tengah memberi penghormatan terakhir pada Ma Yao Lun, mengenali sosok itu sebagai orang yang sudah menambah kekacauan di Wansui Gu. "Dia…."

"Shen Guniang, kurasa kita berpisah disini," Jin Shui tidak memedulikannya, lantas berkata pada Shen Xi Ru. "Anda sudah membantuku, Hua Jin Shui mengucapkan terima kasih."

"Hua Shaoxia tidak perlu sungkan," Shen Xi Ru berkata, "apakah Anda hendak meneruskan perjalanan ke Baiyu Shan?"

Jin Shui hanya mengangguk samar. Sama seperti Xu Qiao, Shen Xi Ru juga merasakan bahwa sikap Jin Shui tidak seperti seharusnya. Akan tetapi ia tidak banyak bertanya, kemudian mengajak Jia Ping berlalu dari tempat itu.

Jin Shui menunggu sampai Ma Yong Tao selesai memberikan penghormatan terakhir pada Ma Yao Lun, berdiri tidak jauh darinya dengan kaku. Xu Qiao mengawasi dari depan pondok bambu, banyak pertanyaan yang ingin diucapkannya pada Jin Shui, akan tetapi ia pun tidak tahu apakah bisa mendapatkan semua jawabannya.

Ma Yong Tao bangkit berdiri beberapa saat kemudian, mengetahui keberadaan Xu Qiao disitu, kemudian juga memperhatikan air muka Jin Shui. "Xu Guniang sudah datang, apakah dia hendak menjemputmu?" tanyanya. "Kalau begitu, aku Liangshan Mo Jun ini agaknya juga tidak bisa lagi bersama denganmu."

"Aku akan membawa Qiao-er pergi, mungkin kau juga tidak akan melihatku lagi," Jin Shui berkata dingin, "akan tetapi di kemudian hari jika aku mendengar kau atau anggota Liangshan Liu Mo lain ada mengusik para pewaris Yumen seperti di Wansui Gu tempo hari, maka kelak aku akan membalaskan dendam padamu."

"Apa kaubilang?" Ma Yong Tao menanya kebingungan. Nada suara Jin Shui tidak seperti biasa, sikapnya juga berubah aneh.

"Qiao-er, kita pergi," Jin Shui berkata pada Xu Qiao, kemudian mendahului melangkah dengan menggunakan tongkatnya, menggunakan tenaga dalam pemberian Mo Ying pada kedua kakinya untuk membantunya berjalan.

Xu Qiao mengikut saja, menjaga jarak dan memberi kesempatan bagi Jin Shui untuk berpikir sendiri. Mereka menemukan aliran sungai tidak jauh, menyusuri tepiannya dengan tidak terburu-buru, dan tidak saling berbicara.

Sebuah perahu tertambat di tepian sungai, agaknya sudah cukup lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Kondisi perahu masih baik dan ada atap yang bisa melindungi, maka Jin Shui lantas naik ke atas perahu itu. Ia sudah cukup lama menggerahkan tenaga dalam pemberian Mo Ying pada kedua kakinya, memberinya kesempatan untuk berdiri dan berjalan, ia tahu tidak bisa mempertahankan lebih lama.

Xu Qiao mengikutinya naik ke atas perahu dan membantunya melepas tali tambatan. Perahu bergerak pelan mengikuti aliran sungai dan mereka membiarkan saja. Jin Shui duduk di dalam perahu, menutup mata dan berusaha memulihkan keadaannya. Xu Qiao duduk agak jauh, menunggu dengan tenang.

Cukup lama kemudian barulah rasa sakit di kedua kaki Jin Shui mereda, luka dalam akibat pukulan Ma Yao Lun juga tidak lagi mengganggu. Ia membuka mata pelahan, menerima ketika Xu Qiao mengulurkan makanan kering padanya.

"Jin Shui Gege, aku menghilangkan pedangmu, kau sungguh tidak marah padaku?" Xu Qiao menanya kemudian.

"Kenapa aku mesti marah padamu?" tanya Jin Shui dingin.

"Karena yang mengambil pedang itu adalah Huang Zhe," sahut Xu Qiao. "Dia pernah menyamar sebagai dirimu, membunuh orang dengan menggunakan nama Yumen Mo Wang. Pedang xuanlong jatuh ke tangannya, tidak tahu apa yang akan dilakukannya."

"Jika dia ingin menjadi Yumen Mo Wang, biarkan saja," Jin Shui menyahut aneh.

"Jin Shui Gege, kau sebenarnya kenapa?" tanya Xu Qiao.

"Tidak apa," sahut Jin Shui, "bukankah kau selalu menginginkan seperti ini, bersama denganku, tetapi aku tidak perlu lagi menjadi segala macam pewaris Yumen."

"Apa?" tanya Xu Qiao. "Tetapi Huang Erge dan yang lain, mereka semua sedang mencarimu."

"Qiao-er, kau tidak perlu menyebut mengenai mereka lagi, bisakah?" pinta Jin Shui.

Xu Qiao tidak mendesak, ia mulai bisa menebak yang terjadi, hanya ia tidak tahu dengan jelas. Jin Shui agaknya tidak ingin melanjutkan peranan sebagai pewaris Yumen, pengaruh dari kata-kata Qing Yi saat di Wansui Gu beberapa waktu yang lalu.

Hari itu ketika masih berada Wansui Gu, Xu Qiao menemani Jin Shui sepanjang malam, berusaha meyakinkannya untuk tetap bersama para pewaris yang lain. Akan tetapi Jin Shui kemudian menghilang, saat ditemukannya kembali dalam keadaan terluka dan kedua kakinya sudah dipatahkan orang, dan bersama si raja iblis Ma Yong Tao. Xu Qiao sungguh tidak tahu apa yang sudah terjadi, akan tetapi ia tahu harus melepaskan Jin Shui dari pengaruh Qing Yi, mengembalikannya pada Huang Yu dan yang lainnya.

Perahu mereka bergerak mengikuti aliran sungai sampai hari itu berlalu, dan mereka bisa beristirahat dengan tenang. Di pagi hari cuaca sudah cerah, saat Jin Shui terbangun ia menemukan Xu Qiao masih terlelap, duduk bersandar pada dinding perahu dan kedua matanya tertutup rapat. Jin Shui tidak ingin membangunkannya, lantas menyelimuti dengan baju luar.

Ia berpindah duduk di bagian belakang perahu dan melihat ke sekitar. Tempatnya saat ini merupakan sebuah lembah yang berbeda dengan Wansui Gu, aliran sungai dikelilingi tebing pegunungan di kejauhan. Di atas tebing terdapat sebuah jalanan yang lebar, agaknya menuju sebuah desa atau kota kecil yang tidak jauh.

Perahu bergerak pelan, arus sungai mengalir tenang, tiupan angin juga tidak keras. Jin Shui melihat ada sebuah dataran berbatu di tepian sungai, ia mengerahkan tenaga dalam dan menepuk ke air, membawa perahu menepi ke dataran itu, menambatkan disana. Kedua kakinya belum sembuh, bahkan masih terasa sakit saat digunakan, akan tetapi ia tidak ingin membangunkan Xu Qiao dan lebih suka mengerjakan semua sendiri.

Ia membuat perapian di dataran berbatu itu, kemudian juga menangkap seekor ayam hutan dan memanggangnya. Xu Qiao tidak juga terbangun, sedikit membuatnya cemas. Ia kemudian berusaha kembali ke atas perahu dan menghampiri gadisnya. Nafas Xu Qiao masih ada, akan tetapi sangat lemah. Tanpa pikir panjang Jin Shui lantas mengalirkan hawa murni padanya, tidak berapa lama membangunkannya.

"Qiao-er, bagaimana kau bisa tidur begitu pulas?" Jin Shui lantas menanya.

"Obat," Xu Qiao berkata pelan, tangannya berusaha meraih botol porselen dari balik pakaiannya, hampir saja menjatuhkannya di lantai perahu. Jin Shui mengambil botol itu darinya dan memberikannya sebutir.

"Obat apa ini?" ia menanya.

"Zhou Yan Zi yang memberikan padaku, tidak tahu untuk apa," sahut Xu Qiao lemah, "katanya untuk diminum setiap hari, tidak boleh terlewat sekalipun."

"Obat hasil kerjaan orang Wansui Gu, belum tentu barang baik," kata Jin Shui.

"Sejak kita semua lolos dari racun leiying hua hari itu, aku kerap merasa lelah dan tidur semakin lama, obat ini bisa membuatku merasa lebih baik," Xu Qiao berkata. "Zhou Yan Zi mengatakan harus meminumnya satu butir sehari, akan tetapi semakin lama bisa jadi aku perlu meminum dua butir sehari."

"Nanti jika melewati kota atau pemukiman lainnya, kita bisa mencari tabib dan menanyakan mengenai obat ini," Jin Shui berkata, kemudian menyimpan sendiri botol porselen.

"Aku percaya Zhou Yan Zi," sahut Xu Qiao, "dia tidak mungkin membuat obat yang tidak ada gunanya."

Jin Shui membawanya turun dari perahu menuju dataran berbatu di tepian sungai, membagi ayam hutan yang baru saja dipanggangnya, dan mereka sama mengisi perut seperlunya. Mereka tidak diburu waktu, meski hari yang ditentukan bagi para pewaris Yumen untuk kembali berkumpul tidak lama lagi. Jin Shui punya pemikiran sendiri, punya keinginan meninggalkan semuanya, maka ia tidak ada niat menuju arah barat ke Kota Chen-an.

Mereka menghabiskan setengah hari itu dengan berdiam di dataran berbatu. Jin Shui berusaha memulihkan kedua kakinya menggunakan tenaga dalam, di siang hari baru membiarkan Xu Qiao membantunya belajar berjalan kembali. Hanya luka di kedua kaki itu belum pulih, mereka tidak bisa terlalu memaksakan.

Saat menjelang sore barulah keduanya kembali ke perahu, kembali mengikuti arus aliran sungai. Xu Qiao sudah mengumpulkan sejumlah buah-buahan, dan ia kembali merasakan kelelahan, membiarkan Jin Shui sekali lagi memberikan hawa murni padanya. Jin Shui merasa sedikit curiga, akan tetapi ia tidak ingin memikir terlalu jauh dan berharap kecurigaannya tidak terjadi. Ia tidak mendapati tanda-tanda keracunan pada Xu Qiao, denyut normal dan juga tidak nampak ada sesuatu yang tidak wajar, bisa saja keadaan saat ini hanya bersifat sementara akibat menempuh perjalanan jauh dan kerap tidak beristirahat dengan baik.

Di hari berikutnya barulah perahu itu keluar dari dalam lembah, terus mengikuti aliran anak sungai yang berbelok dan bergabung dengan sungai lain yang lebih lebar. Jin Shui dan Xu Qiao melihat ada beberapa perahu lain dan juga kapal, sebagian merupakan milik kaum pedagang, sisanya ada kapal dan perahu nelayan, kemudian juga ada satu kapal yang menggunakan bendera Yongjun Hui.

"Yongjun Hui," Xu Qiao mengenali bendera pada kapal itu dan berkata pada Jin Shui.

"Tidak perlu pedulikan mereka," Jin Shui berkata, "Huan Jiao Zheng tidak mengenalku, juga tidak akan mengenali kita disini."

Jin Shui sudah membersihkan diri seperlunya sejak bertemu dengan Xu Qiao, penampilannya sedikit lebih baik dibandingkan ketika ia bersama Ma Yong Tao dan Ma Yao Lun dibawa oleh Huan Jiao Zheng dan para pengawalnya meninggalkan Wansui Gu beberapa waktu yang lalu. Akan tetapi pedang xuanlong tidak ada padanya, siapa pun tidak akan menduga pemuda lumpuh yang nampak biasa saja itu adalah pewaris utama Yumen.

"Aku ingin melihat seperti apa rupanya Huan Jiao Zheng itu," Xu Qiao berkata, "siapa pun tahu dia seorang yang tinggi harga dirinya, selalu mengira diri sendiri adalah seorang yang hebat dan berilmu tinggi, dan tidak ada musuh yang bisa mengalahkannya."

"Beberapa hari yang lalu aku ada bertemu dengan dia," Jin Shui berkata. "Dia membawa sejumlah orangnya meninggalkan Nanyang, entah hendak mengerjakan apa." Ia tidak ingin memberitahu panjang lebar mengenai perburuan kipas baja putih atau niat Huan Jiao Zheng menghadapi para pewaris Yumen.

"Erniang Bao Xin Fei kabarnya pergi ke Nanyang hendak menemui Huan Jiao Zheng setelah pertemuan di Yiling waktu itu," kata Xu Qiao, "entah apakah mereka sudah bertemu dan entah apakah Huan Jiao Zheng bersedia bergabung dengan Haitang Jian Pai sekali lagi, menghadapi kalian para pewaris Yumen."

"Yuan Wan Cui sudah meninggal, tidak akan ada lagi aliansi aliran lurus bersih hendak membasmi aliran iblis," sahut Jin Shui. "Huan Jiao Zheng seorang diri tidak punya cukup kemampuan."

Pada saat itu di atas kapal milik Yongjun Hui sana telah terjadi sesuatu. Dua sosok bayangan melompat dari arah daratan, langsung mendarat di atas geladak dan menghajar beberapa orang yang menjaga, satu orang membawa karung besar di punggungnya, satu orang lagi memukul orang menggunakan tongkat pengganti kaki yang buntung. Suara keributan menarik perhatian Xu Qiao yang kemudian berdiri di bagian depan perahu, berpura-pura menggunakan batang bambu untuk mendayung.

Dari tempatnya berada Xu Qiao lekas mengenali kedua orang yang baru datang itu sebagai si mata satu Lao Gui Shou dan si kaki satu Lao Diao Yan, dua pengawal utama majikan Anning Hegu yang kemudian menjadi pengikutnya Jin Shui. Ia menoleh dan hendak mengatakan sesuatu pada Jin Shui, akan tetapi dilihatnya Jin Shui sudah memusatkan pikiran, ia tidak ingin mengganggu. Kapal milik orang-orang Yongjun Hui itu berada tidak jauh, pembicaraan mereka yang ada disana bisa terdengar oleh Xu Qiao.

Huan Jiao Zheng nampak melompat keluar dari dalam kabin, dan si mata satu langsung melemparkan karung hitam besar yang dibawanya, persis ke hadapan si ketua Yongjun Hui itu. Huan Jiao Zheng berteriak memanggil para pengawalnya, dan sejumlah pengawal lain sebentar kemudian sudah mengepung Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou di atas geladak.

"Tunggu dulu," Lao Diao Yan mengangkat tangannya. "Marga Huan, kami datang hanya untuk menagih janji, bukan hendak berkelahi. Aku juga tidak ingin mengotori tangan dengan membunuh para pesuruh Yongjun Hui."

"Kami bisa masuk dengan mudah, ingin keluar juga mudah saja," Lao Gui Shou berkata meremehkan. "Huan Jiao Zheng, kami sudah berhasil mencuri satu benda berharga darimu sebelum waktu tiga hari berakhir. Kuharap kata-katamu yang kemarin kau masih ingat."

Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou tiba-tiba muncul beberapa hari yang lalu saat Huan Jiao Zheng hendak merebut kipas baja putih dari tangan Shen Xi Ru. Keduanya menunjukkan sebuah gulungan naskah dan berhasil memaksa Huan Jiao Zheng menyetujui pertaruhan, siapa pun yang kalah tidak boleh lagi ikut serta dalam perebutan kipas yang kabarnya merupakan benda berharga peninggalan Liang Tian Jian Shen Zhang Zhe Liang.

"Huh! Seekor lalat pun tidak ada yang keluar dari tempat ini, kalian mencuri benda berharga apa?" tanya Huan Jiao Zheng.

"Kami tidak ada mengatakan bahwa benda yang akan dicuri berasal dari sini," Lao Diao Yan yang menjawab. "Benda berharga milikmu, kami bisa mengambil dari tempat lain."

"Markas Yongjun Hui ada di Nanyang, kurasa kalian berdua ada ilmu ringan badan sebagus apa juga tidak akan bisa pulang balik dalam tempo tiga hari," sahut Huan Jiao Zheng pula. "Sebenarnya kalian mencuri apa?"

"Kau buka saja karung itu," Lao Gui Shou menunjuk karung yang tadi ia lempar ke hadapan Huan Jiao Zheng. "Barang berharga milikmu ini tidak ada guna buat kami, jadi kukembalikan padamu saja. Kami sudah berhasil mencurinya satu kali, mencuri kedua kali juga bukan masalah."

Huan Jiao Zheng langsung berubah air mukanya. Ia memberi isyarat dan salah satu orangnya yang lantas membukakan karung itu. Karung ternyata berisi manusia, Huan Jiao Zheng lebih kaget lagi ketika mengenalinya sebagai putranya Huan Chao Yu.

"Kau!" ia melototkan mata pada kedua perampok itu.

"Sejak awal kami sudah tahu, Huan Gongzi sedang berusaha mendapatkan hati seorang nona cantik yang sudah berhari-hari diikutinya," Lao Diao Yan memberi penjelasan. "Hanya saja kami juga tahu ayahnya, yaitu kau sedang bersusah payah mencarikan jodoh untuknya. Marga Huan, kami membawanya kembali ke sisimu untuk meneruskan perjodohan itu, kau seharusnya berterima kasih pada kami, bukankah begitu?"

Huan Jiao Zheng melepaskan totokan di badan putranya. Huan Chao Yu lekas tersadar. Melihat ayahnya ada di hadapannya, ia langsung lemas. Pemuda ini sudah jatuh cinta setengah mati pada Liu Xin. Dari Wansui Gu sampai Chen-an ia terus mengikuti Liu Xin, tidak peduli nona itu masih memikirkan Yue Long Dai dan mengacuhkannya. Masalah ini jika sampai diketahui oleh Huan Jiao Zheng, dirinya mungkin akan terkurung di markas Yongjun Hui selamanya.

"Die...."

"Kau anak tidak berguna," Huan Jiao Zheng berusaha menahan emosinya, "nanti aku pasti akan membuat perhitungan denganmu."

"Marga Huan, kami masih banyak urusan, tidak akan mengganggu kalian ayah dan anak saling melepas rindu," Lao Diao Yan berkata lagi. "Menurut perjanjian asal kami berhasil mencuri benda berharga darimu, maka urusan perebutan kipas putih yang sekarang ini kalian orang Yongjun Hui juga tidak akan ikut ambil bagian lagi. Putramu ini mungkin bukan benda berharga, tetapi perjodohan yang sudah kauatur kuyakin nilainya lebih besar."

"Pernikahan putramu nanti, kami tidak ikut minum arak tidak apa," kawannya menyambung, "asalkan kau pegang kata-katamu sudah cukup."

Huan Jiao Zheng maju selangkah. Ia memang sedang berniat menjodohkan putranya dengan seorang putri tokoh penting. Urusan perebutan kipas putih sementara ia bisa absen, setelah masalah perjodohan selesai baru mencari cara mendapatkan harta warisan itu juga belum terlambat, menghadapi kedua pencuri tidak tahu diri ini ia bisa memanfaatkan hubungan dengan pihak besannya nanti. Mundur sementara jika dipikir-pikir tidak terlalu rugi juga. Mengenai reputasi Yongjun Hui, kelak pasti akan bisa dikembalikannya.

"Aku Huan Jiao Zheng selalu menepati janji," katanya. "Kalian ingin ikut meramaikan perebutan kipas putih dan harta warisan apa itu, silakan saja, aku tidak akan ikut campur lagi."

Lao Diao Yan dan Lao Gui Shou tidak mengucap terima kasih, lantas melesat kembali ke darat dan pergi begitu saja. Huan Jiao Zheng memberi isyarat, para pengawalnya tidak ada yang pergi mengejar, satu persatu mengundurkan diri. Huan Chao Yu berdiri dengan wajah pucat pasi. Sudah sampai disini, ia tidak tahu apakah seumur hidup ini masih bisa pergi meninggalkan ayahnya dan bertemu lagi dengan Liu Xin.

Satu tamparan mendarat di pipinya, seketika meninggalkan bekas kemerahan. Huan Jiao Zheng tidak pernah segan menyiksa putranya ini, Huan Chao Yu tidak tahu sekali ini hukuman apalagi yang bakal diterimanya.

"Kau sudah dengar tadi, aku sedang bersusah payah mengatur perjodohan untukmu, berhasil atau tidak akan sangat besar pengaruhnya buat Yongjun Hui kita," kata Huan Jiao Zheng pula. "selain tamparan tadi, untuk sementara aku tidak akan menjatuhkan hukuman badan padamu, baik-baik saja menunggu saatnya menjemput pengantin."

"Die...." Huan Chao Yu ingin menjelaskan mengenai pewaris Yumen yang diam-diam dicintainya. Ia menjatuhkan diri berlutut di depan ayahnya. "Haier sudah ada orang yang dicintai, tidak bisa...."

"Tidak ada kata tidak bisa," Huan Jiao Zheng langsung menolaknya. "Kau sudah cukup banyak membuat kacau, sekali lagi tidak patuh maka aku tidak akan sungkan mencabut nyawamu. Aku tidak punya putra tidak apa, diantara pengikut Yongjun Hui masih banyak pemuda berbakat yang bisa menggantikanmu, kau tahu tidak?"

Huan Chao Yu hanya bisa menundukkan kepala, tidak berani lagi menyebut mengenai gadis pujaannya.

"Jangan khawatir," Huan Jiao Zheng berkata lebih lunak padanya. "Liu Xin Junzhu itu yang kudengar seorang gadis yang cantik dan lembut, meski menguasai sedikit ilmu beladiri juga kujamin tidak akan menindasmu. Calon istri yang sebaik ini, kau mau mencari kemana lagi?"

"Liu Xin?" Huan Chao Yu hanya tahu Liu Xin sebagai salah seorang pewaris Yumen, tidak pernah terpikir bahwa gadis cantik anggun yang disukainya setengah mati itu adalah seorang junzhu. "Namanya adalah Liu Xin?"

"Memang kenapa?" tanya Huan Jiao Zheng.

"Die... gadis itu... dia juga bernama Liu Xin," sahut Huan Chao Yu pelan.

Xu Qiao tahu Huan Chao Yu berada di Wansui Gu setelah pemberontakan Zhou San Gong selesai, mengikuti Liu Xin seperti bayangannya, dan terus berusaha mendekati Liu Xin saat urusan racun leiying hua sudah berakhir. Tentu ia tahu Huan Chao Yu menyukai Liu Xin setengah mati, hanya tidak menyangka Huan Jiao Zheng punya rencana melamar seorang tuan putri untuk anaknya yang tidak berguna itu.

"Haier meninggalkan markas Yongjun Hui, selama beberapa hari berada di Wansui Gu, semuanya demi seorang gadis yang juga bernama Liu Xin." Huan Chao Yu memberanikan diri untuk bicara lebih banyak. "Haier tidak tahu dia berasal dari keluarga mana, tetapi... mohon die meminta orang menyelidiki, apakah Liu Xin Guniang ini adalah Liu Xin Junzhu."

Huan Jiao Zheng menarik nafas dengan kesal. Ia hendak menjodohkan putranya dengan seorang tuan putri, putranya suka atau tidak, menyukai orang lain atau tidak, mana mau dia membuang tenaga untuk mengurusinya.

"Kau mau tahu Liu Xin itu calon istrimu atau bukan? Buat apa? Kuberitahukan padamu, tahu atau tidak sama saja, tidak ada bedanya," katanya tajam. "Pada saatnya nanti, kaulihat sendiri saja."

Ayah dan anak itu sama-sama masuk ke dalam kabin kapal, pembicaraan mereka yang selanjutnya tidak lagi terdengar oleh Xu Qiao. Agaknya Huan Jiao Zheng juga lantas meminta orangnya mengangkat sauh dan kapal berbendera Yongjun Hui itu kemudian bergerak meninggalkan tempatnya, kembali ke Nanyang.

Perahu itu memasuki sebuah kota kecil. Jin Shui dan Xu Qiao meninggalkan aliran sungai untuk berusaha menemukan tabib atau toko obat, dan seorang tua penjual payung menunjukkan jalan pada mereka. Di toko obat tidak ada tabib, hanya penjaga toko memberitahukan pada Jin Shui bahwa obat dalam botol porselen pemberian Zhou Yan Zi merupakan campuran berbagai macam bahan, kegunaannya adalah untuk menambah tenaga dan mengatasi rasa sakit, tidak lebih.

"Jika diminum setiap hari, apakah tidak masalah?" Jin Shui menanya.

"Belum pernah mencobanya," si penjaga toko menyahut dengan tawar.

Jin Shui kemudian membeli obat penyambung tulang dan bersama Xu Qiao meninggalkan toko itu, mencari sebuah penginapan agar bisa beristirahat baik-baik dan menyembuhkan kaki yang patah selekas mungkin. Di kota kecil tidak banyak terdapat penginapan, akan tetapi mereka mendapatkan satu sebelum rasa sakit pada kedua kaki Jin Shui menjadi tidak tertahan.

Xu Qiao langsung memberikan sejumlah uang perak dan meminta tempat yang tenang agar tidak ada yang mengganggu Jin Shui. Pelayan penginapan mengantarkan keduanya ke sebuah kamar yang berada di atas loteng, bahkan membantu Jin Shui naik kesana. Sesuai permintaan Xu Qiao, pelayan itu kemudian juga mengantarkan sejumlah nasi dan lauk, lengkap dengan seguci arak beras, juga dua perangkat pakaian baru untuk kedua tamunya.

Jin Shui tidak peduli terlalu banyak, lantas mengambil guci arak itu dan menegaknya dengan cepat. Minuman memabukkan itu ia sudah cukup lama tidak merasakan, dan saat ini ia memerlukannya untuk mencuci semua ingatan yang tidak menyenangkan.

"Jin Shui Gege, Qing Yi sebenarnya mengatakan apa padamu, sehingga kau tidak ingin lagi membangkitkan Yumen Jiao?" Xu Qiao menanya kemudian, setelah mereka berganti pakaian dan menghabiskan makanan yang disediakan. "Ma Yong Tao itu jelas-jelas adalah anggota Liangshan Liu Mo, bagaimana juga kau bisa bersama dengannya?"

Ia sudah mengikuti Jin Shui selama dua hari tanpa mengatakan apa-apa, memberi Jin Shui cukup waktu untuk berpikir sendiri, menelan semuanya sendiri. Akan tetapi diantara mereka tidak pernah ada rahasia, sudah mengalami berbagai macam susah senang berdua sedemikian lama, Xu Qiao tahu sudah waktunya meminta penjelasan.

Jin Shui tidak lekas menjawab. Ia menghabiskan isi guci arak dan kemudian melangkah ke tempat tidur, mengatur kedua kakinya untuk duduk bersila disana dan kembali mengalirkan hawa murni untuk membantu penyembuhan.

"Huang Erge saat ini pergi ke Wuling untuk mengantarkan Lin Guniang kembali pada ayahnya," Xu Qiao kembali berkata, "yang lain langsung menuju Kota Chen-an, menunggu disana, menunggumu disana. Kau menghilang, mereka bukan tidak mengkhawatirkanmu sehingga tidak lantas mencarimu. Mereka tahu kau bisa menjaga dirimu sendiri, tidak tahu kau bisa… bisa seperti ini."

Jin Shui masih berusaha mengalirkan hawa murni, mengatasi sakit pada kedua kakinya. Xu Qiao duduk tidak jauh darinya, menunggu dengan tenang. Ia tahu tidak mudah bagi Jin Shui untuk mengakui kesulitannya, menceritakan masalah yang terjadi.

Tiga tahun yang lalu di dalam gua bawah tanah Haitang Jian Pai, Jin Shui bisa memberitahukan banyak hal padanya karena pada saat itu Xu Qiao hanya seorang gadis kecil, dan Jin Shui tidak peduli begitu banyak, terlebih karena Xu Qiao dalam keadaan terkena racun dan mungkin akan meninggal sebelum bisa keluar dari gua itu dan memberitahukan pada orang lain.

Keadaan saat ini berbeda, Jin Shui dan Xu Qiao sudah mengalami berbagai macam hal bersama, dan selama beberapa bulan terakhir Jin Shui lebih banyak berperan sebagai pelindung baginya, sebagai seorang pewaris utama Yumen yang berilmu tinggi, putra tunggal ketua Yumen terdahulu, pemimpin bagi kawan-kawannya.

Belum lama Jin Shui mengetahui bahwa ia bukan putra yang diharapkan oleh mendiang ayahnya, perkataan Jin Shui bahwa Wu You Wei sangat membenci ibu kandungnya tidak menginginkan kehadirannya membawa pukulan besar bagi Jin Shui, menghancurkan kebanggannya sebagai putra Wu You Wei yang belum lama dirasakannya.

Kemudian ia bertemu dengan Ma Yao Lun, kedua kakinya dipatahkan begitu saja, bisa dikatakan tanpa perlawanan. Kini ia bahkan kesulitan untuk berdiri tegak, dengan sendirinya harga dirinya terluka lebih dalam, menyadari dirinya tidak bisa melindung Xu Qiao, juga tidak mampu memimpin kawan-kawannya.

Jin Shui bukannya tidak tahu, para pewaris Yumen lainnya diambil dari berbagai keluarga yang sebagian tidak ada kaitan dengan Yumen Jiao. Mereka bersedia mengerjakan tugas sebagai pewaris semuanya adalah demi memandang para pelindung yang sudah memberikan tenaga dalam hasil latihan seumur hidup, bersedia mengakui dirinya sebagai pewaris utama karena ia adalah putra ketua terdahulu. Mengenai kedudukan sebagai pewaris utama ini bisa saja diambil oleh Huang Yu, atau bisa jadi Liao Xian, dan yang lain juga tidak akan mempermasalahkan.

"Pada masa kejayaan Yumen terdahulu, ketua dan nyonya ketua tidak mempunyai keturunan, maka jiaozhu furen kemudian mengatur seorang pelayannya untuk… untuk menggantikannya," Jin Shui kemudian berkata. "Ayahku… dia sangat marah ketika mengetahui, dan dia lantas mengusir ibuku."

"Qing Yi bagaimana bisa mengetahui mengenai urusan ini?" tanya Xu Qiao pelan. "Saat itu dia juga belum lahir, kuyakin dia juga mendengar dari orang lain."

"Ibu kandung Qing Yi adalah Meng Gui Shishu, satu dari delapan pelindung pada masa itu, juga pernah menjadi pelayan khusus jiaozhu furen," sahut Jin Shui, "kurasa, Meng Gui Shishu yang mengatahuinya dan kemudian memberitahukan pada putrinya. Aku juga tahu, ibuku meninggal saat melahirkan aku, dan sejak itu hanya ada waigong yang mengurusku. Waigong tidak suka membicarakan mengenai ayahku, maka sampai Mo Ying Shifu memberitahukan semuanya padaku hari itu, aku selalu mengira ayahku sudah meninggalkan ibuku, tidak peduli padaku."

"Meng Gui Shishu itu bahkan tidak memberitahukan sahabat baiknya bahwa ia mempunyai seorang anak perempuan dengan seorang pangeran sampai saat terakhir, rasanya tidak mungkin dia memberitahu Qing Yi urusan rumah tangga ketua Yumen terdahulu," Xu Qiao berkata. "Kurasa Qing Yi itu hanya mengarang saja, atau hanya asal bicara demi keuntungannya sendiri."

Jin Shui memandang ke arahnya, menyadari sebagai sesama perempuan, Xu Qiao lebih memahami pemikiran Qing Yi.

"Buat apa dia bicara seperti itu?" tanya Jin Shui.

"Kau tidak akan memahami pemikirannya," sahut Xu Qiao, ia berdiri dan berjalan mondar mandir. "Urusan ayah ibumu, jika kau ingin tahu dengan jelas, masih ada jiaozhu furen yang bisa memberitahukan padamu. Aku juga bisa memberitahukan padamu, kata-kata Qing Yi tidak bisa dipercaya. Jika dia seorang yang bisa dipercaya, hari itu di atas tebing di Wansui Gu, aku juga tidak perlu begitu repot melukai diri sendiri untuk melepaskanmu dari pengaruhnya."

Jin Shui menarik tangannya, melihat bekas luka goresan pedang xuanlong di telapak tangan yang masih nampak jelas disana. Luka itu bagai mengingatkannya, Qing Yi ada melatih sejenis ilmu bernama qian li xiang wei, dan menggunakan sejenis wewangian beracun xian nu xiang du. Jin Shui mengenal ilmu dan wewangian ini sebagai sebuah perpaduan untuk mempengaruhi pikiran orang lain, pada tingkatan tertentu bahkan bisa mengendalikan seseorang.

"Berbaringlah bersamaku," pintanya pada Xu Qiao. "Hari itu di Wansui Gu, tidak seharusnya aku meninggalkanmu. Aku memerlukanmu, Qiao-er."

Mereka berbaring bersama di tempat tidur itu, membiarkan lilin di atas meja tetap menyala. Jin Shui menggenggam tangan Xu Qiao di balik selimut, menciumnya dengan lembut.

"Hari itu di Wansui Gu, kau pergi begitu saja, apakah kemudian bertemu musuh?" Xu Qiao kembali menanya. "Apakah Ma Yong Tao si Liangshan Mo Jun itu yang sudah melukaimu?"

"Yang melukaiku memang adalah Liangshan Mo Jun," sahut Jin Shui, "bukan Ma Yong Tao, melainkan ayahnya, Ma Yao Lun, orang yang kaulihat membunuh diri dengan membenturkan kepalanya sendiri di depan pondok bambu itu."

Jin Shui lantas memberitahukan padanya mengenai Liangshan Mo Jun yang asli, juga bahwa Ma Yong Tao hanya seorang pengganti. Ia menceritakan seperlunya bahwa kedua kakinya dipatahkan oleh Ma Yao Lun, hanya tidak memberitahukan dengan jelas mengenai gua berisi jenasah manusia dan mengenai penyakit Ma Yao Lun yang demikian mengerikan.

"Tidak disangka Ma Yong Tao itu adalah seorang anak yang berbakti," kata Xu Qiao. "Sayang sekali dia adalah Liangshan Mo Jun, juga sayang sekali dia ada permusuhan dengan Zhu Guniang. Jika tidak, dia akan menjadi kawan yang baik bagimu."

Jin Shui tentu saja tidak melupakan masalah ini. Ia terdiam, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa Ma Yong Tao sudah menjadi kawan baginya, tidak akan mempersulit Zhu Bai Que lagi. Akan tetapi ia juga menyadari, Ma Yao Lun sebelum meninggal ada menuliskan sebuah permintaan terakhir pada Ma Yong Tao, dan ia bisa menebak permintaan terakhir itu.

"Jin Shui Gege, kita bersama pergi ke Kota Chen-an, menemui Huang Erge dan yang lain, bagaimana?" Xu Qiao kembali menanya. "Mereka bisa membantumu memulihkan kembali kedua kakimu, kutahu mereka juga masih menginginkanmu sebagai ketua Yumen yang selanjutnya. Aku juga tahu, melepaskan semuanya dan pergi tanpa berpamitan pada mereka tidak sesuai dengan karaktermu. Aku pernah berharap kau tidak perlu menjadi ketua Yumen dan bisa bersamaku hidup tenang di Huofeng Lou. Akan tetapi, aku ingin kau menyelesaikan semua dengan baik-baik terlebih dahulu dan tidak akan menyesalinya."

"Kota Chen-an masih cukup jauh dari sini, dengan keadaanku sekarang akan sangat merepotkan bagimu," sahut Jin Shui. "Huang Yu bukankah sedang pergi mengantarkan Lin Guniang pada Lin Tong Tian di Wuling, mungkin kita bisa menemui mereka disana."

Di episode sebelumnya kita sudah berkenalan dengan Huan Jiao Zheng, si ketua Yongjun Hui yang belasan tahun lalu bersama Lin Tong Tian dan gurunya Yuan Wan Cui menjadi pemimpin penyerangan ke markas Yumen.

Kemunculan para pewaris Yumen membuat Huan Jiao Zheng sangat tidak tenang, dan pada pertemuan di Yongshi Bei beberapa waktu yang lalu ia hanya mengirim tangan kanannya dan putranya, untuk melihat kondisi sebelum ia muncul sendiri. Sejak awal cerita ia juga sudah meminta orang-orangnya memburu benda warisan Zhang Zhe Liang, berniat menguasai agar bisa menghadapi para pewaris Yumen. Hanya saja Huan Jiao Zheng ini licik dan berhati-hati, tidak mau ketakutannya sampai mempengaruhi reputasinya dalam dunia persilatan. Kemudian dia juga membuat rencana melindungi diri sendiri dengan menjodohkan putranya dengan putri Xianjing Wang. Perjodohan ini yang nanti akan menjadi sumber masalah di sekuel.

Bagaimana Jin Shui akan menghadapi si ketua Yongjun Hui?

Bagaimana juga nasih Xu Qiao yang mulai sakit-sakitan?

Xiaodiandiancreators' thoughts