webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

52. Satu Hari di Hotel (18+) 2

Manda dan Erlan turun dari mobil buggy milik hotel. Mereka baru saja menikmati fasilitas lain dari hotel ini.

Setelah konsultasi dengan Dokter Rani mereka melakukan SPA di hotel ini. Lalu mereka menikmati aquarium besar sekaligus makan siang di sana. Dan mereka kembali ketika Manda yang mengantuk.

"Aduh aku lupa Yang, aku di tungguin di loby sama Pak Made patner bisnis aku." Manda hanya bisa geleng-geleng saja, tumben sekali Erlan pelupa begini, biasanya yang pelupa itu dirinya.

"Ya udah tinggal turun lagi Mas," jawab Manda.

"Aku tinggal bentar ya Sayang." Erlan menghampiri dan mengecup kening Manda yang sudah bersandar di sofa ruang tamu kamar hotel ini.

Erlan langsung melangkah keluar, sedangkan Manda langsung menghidupkan televisi. Manda mengambil bantal lalu meletakkannya di tangan sofa, merebahkan dirinya menyamping sambil melihat acara televisi acara masak-masak itu.

Hingga rasa kantuk itu membuat Manda menutup matanya.

.

.

.

Erlan baru saja keluar dari lift, ia langsung menuju gazebo taman dilantai dasar dimana tadi ia dan patner bisnisnya janji bertemu.

"Pak Made," panggil Erlan pada laki-laki yang sedang duduk di gazebo menghadapnya.

"Pak Erlan, silahkan," ucap Pak Made mempersilahkan Erlan untuk duduk di gazebo, Erlan duduk di depan Pak Made.

"Saya langsung ke intinya saja ya Pak. Dugaan Pak Erlan benar, bahwa orang yang mengikuti Pak Erlan dan istri Anda berada di Bali. Tapi kami sudah menyusun strategi dengan menghapus nama Anda dan istri Anda dari daftar tamu hotel kami dan menggantinya ke daerah lain, Buleleng."

Erlan menatap map yang berada di atas meja di depan Erlan saat ini. Erlan melihat foto dari CCTV mulai dari bandara, jalan, wisata, dan penginapan yang Erlan pastikan bukan hotel ini.

"Pak Sam mengatakan pada Saya untuk mengirim anak buah Saya ke penginapan di Buleleng, untuk seakan-akan Anda dan Istri Anda benar menginap di sana," ucap Pak Made.

"Apa masih aman jika Saya kembali ke bandara besok?" tanya Erlan pada Pak Made.

Pak Made mengangguk, "Saya bisa mengaturnya, jika boleh tahu Pak Erlan akan ke bandara kapan?" tanya Pak Made. Erlan terdiam, ia sedang berpikir sesuatu.

"Sore, Saya akan ke Bandara sore," jawab Erlan.

"Bukankah akan lebih baik jika Anda dan istri Anda kembali pagi atau siang hari?" kata Pak Made.

Erlan menatap Pak Made, "Ada yang perlu Saya lakukan," jawab singkat Erlan dengan nada yang sedikit tegas. Menandakan ia tak suka dengan Pak Made yang memberinya saran. Dan cukup bagi Erlan informasi dan kata tanyanya.

Pak Made menelan ludahnya, mitra bisnisnya ini masih muda tapi sangat membuat nyali ciut. Erlan memang bukan investor paling besar di hotel ini, tapi Erlan sangat berpengaruh, citra Ayahnya dan juga tindakan Erlan yang kadang menjerumus membuat orang menimbang-nimbang untuk berurusan dengan Erlan.

"Baik Pak Erlan akan Saya pastikan perjalanan Anda aman," kata Pak Made.

Erlan menatap tajam ke arah foto laki-laki yang tertangkap kamera itu.

.

.

.

.

Erlan kembali ke dalam kamarnya, ia memejamkan matanya lalu mengatur nafasnya agar rasa marah di dalam dirinya hilang. Erlan mengembangkan senyumannya lalu membuka pintu kamar.

"Yang," ucapan Erlan terhenti ketika melihat Manda yang tertidur di atas sofa dengan menghadap televisi.

"Televisi itu di tonton, bukan malah televisi yang nonton kita," ucap Erlan sambil mematikan televisi itu.

Erlan mengambil selimut di kasurnya lalu membawanya ke sofa. Erlan menyelimuti tubuh Manda dengan pelan-pelan. Ia lalu duduk di atas lantai dan menghadap ke arah Manda.

"Sejauh mana mereka masuk di antara kita?" tanya Erlan dengan pelan.

Erlan menaruh kepalanya di lengan Manda. "Jika kita pergi jauh, maka Papa dan Bunda dalam bahaya dan juga perusahaan Papa akan mengalami goncangan, banyak orang yang akan terdampak. Jika kita tetap di sini, bagaimana jika kalian terluka?"

"Tapi kita akan pergi jauh ke mana? Jika pergi mendadak ke Bali saja mereka dengan cepat menemukan kita," bimbang Erlan.

Manda membuka matanya ketika ia tak mampu bergerak untuk mengganti posisi tidurnya. "Mas?" panggil Manda pada Erlan yang tidur di lengannya.

"Apa Manda dengar?" batin Erlan.

Erlan mengangkat kepalanya, "Aku bangunin kamu ya?" tanya Erlan. Manda menggeleng, ia lalu mendudukkan tubuhnya.

"Kok aku gak denger pintu ke buka," ucap Manda membuat Erlan mengeluarkan nafas leganya. Artinya Manda juga tak mendengar ucapannya tadi kan?

"Tidur lagi gih," suruh Erlan pada Manda.

Manda mengangguk, "Tidur di kasur aja." Manda menarik selimut itu kembali namun Erlan langsung mengambil alih karena berat selimut itu yang sangat berat.

Manda merebahkan tubuhnya menyamping menghadap Erlan yang sedang menyelimuti tubuhnya.

"Yang, besok aku ada meeting lagi. Kita pulang sore gak papakan?" tanya Erlan.

"Lah yang barusan? tadi itu bukan meeting? terus apa?" heran Manda sambil mengerutkan dahinya.

Erlan menggelengkan kepalanya sedikit ragu, "Meeting sih, tapi, waktunya kurang jadi bahas besok lagi," ucap Erlan sambil menyunggingkan senyumannya.

"Gimanasih geleng-geleng tapi jawab 'iya'. Sampai sore emangnya besok? meeting apaan itu?" tanya heran Manda lagi.

"Engga sampai sore sih, cuma paling sampai siang aja," ucap Erlan.

"Terus kenapa kita pulang sore?" tanya Manda.

"Ya buat siap-siaplah, lagian jadwal pesawat yang ada setelah aku selesai meeting itu sore. Kamu emang mau transit transit ke bandara yang lain dulu? malah lama jadinya," kata Erlan.

Manda mengangguk-anggukan kepalanya. Ia lalu mulai memejamkan matanya yang masih mengantuk itu. "Nonton tari kecak di uluwatu enak kali ya Mas?" ucap Manda sambil memejamkan matanya.

.

.

.

.

Matahari semakin turun, langit mulai mengeluarkan senjanya, dan angin berhembus sedikit lebih kencang.

Manda saat ini duduk di pangkuan Erlan dengan menyamping. Dengan sebuah selimut yang menutupi tubuh mereka berdua. Manda mengalungkan tangannya di leher Erlan sedangkan tangan Erlan memeluk Manda dan mengelus kepala Manda yang bersandar di dadanya.

Setelah makan malam yang sangat terlalu awal ini. Erlan dan Manda menikmati matahari terbenam.

"Aku punya ide, kamu pingin lihat tari kecak di Uluwatukan?" Manda mengangguk.

"Kamu buka HP terus lihat video tari kecak uluwatu, sunsetnya ini," kata Erlan membuat Manda menatap datar Erlan.

Erlan menyengirkan bibirnya, "Kan sama aja Yang," ucap Erlan lagi.

"Sama apanya, orang aku maunya itu datang ke sananya," ucap Manda.

"Kamu tadi cuma bilang, enak deh kalau lihat tari kecak di uluwatu. Judul videonya sama loh 'tari kecak di Uluwatu'," kata Erlan yang lagi-lagi garing.

"Terserah kamu Mas." Manda memilih untuk memandang langit.

Erlan mencium Manda dengan gemas, membuat Manda berteriak sambil menahan wajah Erlan yang terus menciumnya.

"Mas.."

"Abis kamu gemesin banget, pingin aku bawa ke kasurkan," ucap Erlan.

"Dasar mesum," kata Manda.

Erlan memeluk Manda, menaruh dagunya di atas kepala Manda. Manda mendongak, "Mas kenapa malah kamu yang pergi ke Bali? bukannya karyawan kantor yang sering di suruh ke luar kota ya?" tanya Manda.

"Akukan pegawai kantor juga Yang," jawab Erlan.

"Iss.. bukan gitu maksud Aku, kenapa harus kamu? biasanya orang lainkan? Sam atau Daniel biasanya," tanya Manda.

"Sebenarnya ini yang datang harus Papa, tapi Papakan gak mungkin ke luar kota lagi Yang. Jadi ya, Aku. Sam sama Daniel punya tugas mereka sendiri. Lagian Sam itu jarang ke luar kota dia lebih sering di minta tolong Papa jadi selalu di perusahaan utama," jelas Erlan. Manda membulatkan bibirnya sambil mengangguk paham.

Erlan melihat Manda dengan gemas, ia mengecup bibir Manda yang sedang membulat itu dengan secepat kilat. Erlan menyengirkan bibirnya ketika Manda menatapnya kaget.

Erlan mendekatkan wajahnya kembali, memulai apa yang ia barusan lakukan. Karena posisi mereka yang dekat dan pas membuat Erlan dengan mudah melumat bibir ranum Manda.

Manda mengikuti alur ciuman Erlan yang memabukkan ini. Erlan menghentikan lumatannya, sebelum sesuatu di bawah sana bangun dan berakhir ia dan Manda di atas kasur. Bukan Manda beristirahat hari ini justru akan semakin panjang malam ini seperti waktu itu.

"Kamu kelihatan cantik," ucap Erlan membuat pipi Manda bersemu merah. Erlan tak bohong, aura kecantikan Manda semakin membuat Erlan kepayangan. Padahal Manda jarang menggunakan make up jika bersamanya atau menggunakan make up tebal.

"Gombal," ucap Manda sambil mencubit hidung Erlan.

"Aduh Yang, orang Aku ngomong jujur juga," kata Erlan sambil mengelus hidungnya.

"Orang aku gak make up," kata Manda.

"Tapi aku jujur Yang, cubitan kamu sakit juga ya," ucap Erlan.

Manda langsung menatap hidung Erlan yang merah dan terdapat goresan kecil, "Kayaknya kena kuku aku deh Mas, lecet soalnya."

"Tanggung jawab kamu," ucap Erlan. Manda mengelus hidung Erlan sambil mengatakan maaf.

"Kata Bunda kalau lukanya di cium pasti langsung sembuh," ujar Erlan sambil mengerlingkan matanya.

"Modus itu mah," balas Manda.

Erlan berdecak, "gak percayaan."

Cupp...

Manda mencium lama hidung Erlan, Erlan tak meninggalkan kesempatannya ia menarik dagu Manda membuat bibir Manda turun ke arah bibirnya.

Erlan sedikit agresif, bagaimana tidak, posisi Manda dan apa yang meraka lakukan sekarang membuat Erlan menginginkan sesuatu.

Manda melihat Erlan yang berhenti menciumnya tiba-tiba dan mengatur nafasnya sambil memejamkan matanya. "Kenapa?" tanya Manda.

"Kita masuk aja yuk, gak baik kayak gini," ujar Erlan.

"Tapikan sunsetnya belum abis Mas, emang gak baik kenapa?" tanya Manda heran.

"Bikin aku pingin 'itu' tapi Dokter Rina gak bolehin," kata Erlan.

"Itu apa?"

"Kamu gak ngerasain ada yang bangun emangnya?" tanya Erlan. Manda menatap Erlan.

"Ih mesum banget sih kamu Mas!"

"Namanya juga cowok Yang, lagian posisi kamu juga gini. Akukan mmphh..." Manda membekap mulut Erlan yang berkata melantur ke sana sana.