webnovel

Change To Life

17+ Manda Hashilla harus menelan pil pahit ia mengetahui dirinya telah hamil sedangkan ia belum menikah. Manda tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia tak berani mengungkapkannya. Dia adalah Erlan Airlangga Gantara. Teman satu angkatan Manda yang terkenal tajir, cool, cerdas. Pil pahit itu tak berhenti, setelah malam acara kelulusan ayahnya tak sengaja menemukan test pack yang ia gunakan. Ayahnya Manda marah dan langsung mengusir Manda dari rumah. Erlan yang berusaha mengingat malam pesta Reno akhirnya teringat. Ia telah merenggut sesuatu yang berharga dari seorang gadis. Lalu bagaimana mereka menjalani kehidupan? Dan bagaimana reaksi mereka jika ternyata yang merencanakan kejadian ini semua adalah orang yang tak terduga bagi mereka? . . . . Sesuatu yang bermula dengan keburukan tak mesti berakhir buruk pula. Berusahalah. Keajaiban itu ada.

fatikhaaa_ · Urban
Not enough ratings
187 Chs

27. Poor Mas Erlan (18+)

Erlan berjalan masuk ke dalam rumahnya. Sepertinya sedang ada tamu di rumahnya, dan sepertinya ini Bude Yani dan keluarganya.

"Assalamu'alaikum.. "

Pintu terbuka menampilkan Bik Surti yang menatapnya heran, "Loh Den Erlan kok udah pulang?" tanya Bik Surti.

Erlan mengangguk, "Tugas negara nih Bik, lagi ada yang marah," jawab Erlan membuat Bik Surti tertawa.

Erlan masuk melihat rumahnya yang sepi. Erlan merasa aneh, ia memang sering menjumpai rumahnya yang sepi tapi semenjak ada Manda mau pagi, siang, sore, malam pasti ada suara berisik entah ruang tamu, dapur, taman, lantai atas ada aja berisiknya.

Erlan menuju tangga, saat melewati dapur Erlan melihat Bundanya yang sedang memasak seorang diri. "Assalamu'alaikum Bun," salam Erlan membuat Bunda kaget.

"Ish Erlan ngagetin deh untung Bunda gak kena panci panasnya. Kok kamu udah pulang sih? berangkat gak ada yang tahu, pulang juga gak ada yang tahu," ucap Bunda.

"Jailangkung kali ah. Erlan ada tugas negara Bun, aku langsung tinggal naik ya." Erlan mengecup pipi Bundanya lalu menuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Erlan membuka pintu kamarnya, kosong dan rapi kayak gak ada orang tapi AC nyala. Manda berarti ada di kamar, karena dia sekarang gampang kegerahan dan kalau pergi walau turun sebentar AC pasti selalu di matiin dulu.

"Yang, aku pulang!" teriak Erlan memanggil Manda. Erlan menaruh tas dan jasnya di sofa.

"Aku di sini!" teriak Manda dari walk in closet. Erlan menuju Manda, sampai di sana terlihat Manda yang duduk di atas lantai sambil memasukkan baju baju mereka yang di lipat dan di taruh lemari bagian bawah.

Erlan memeluk istrinya dari belakang, mengendus-endus di leher Manda. Manda yang kegeliaan berusaha melepas pelukan Erlan. Karena Erlan yang terus terusan memeluknya Manda mencubit kencang tangan suaminya.

"Auw Yang..!!"

"Abis Kamu juga gitu, kenapa pulang? udah sana balik kantor, balik balik lagi sana," ucap Manda. Manda tuh udah kesal dengan Erlan. Pertama laki-laki itu pergi tanpa pamit atau meninggalkan pesan padanya. Kedua dihubungi gak bisa-bisa telepon langsung ke telepon ruangan Erlan juga gak bisa mau nelpon sekretaris Papa Mbak Rosalin juga gak enak.

Manda khawatir, Erlan belum sarapan dan dia juga khawatirkan Erlan yang gak sama sekali memberinya kabar. Wajar kan kalau marah.

"Yang, jangan gitu dong Yang. Aku kan kerja Yang," ucap Erlan. Manda membalikkan badannya menghadap suaminya dengan tatapan mengintimidasi.

"Oke kamu bener kamu kerja. Tapi lihat muka kamu, kelihatan banget kalau belum mandi. Mau ngeles? tuh sabun masih utuh." Erlan menutup mulutnya rapat-rapat.

"Terus kamu engga ngasih tahu orang rumah, Bunda sama Papa engga kamu kasih tahu, Bik Surti Pak Mar juga engga kamu kasih tahu, aku yang tidur sama kamu aja engga kamu pamitin. Setidaknya kamu tuh ninggalin catatan atau pesan. Aku tuh panik tahu nggak."

Omongan Manda yang terdengar jengkel tapi tegas. Manda engga mengeluarkan nada tingginya jadi membuat Erlan sangat bersalah apalagi tahu Manda yang panik, seneng tapi ya si bumil lagi marah jadi sedih dulu deh.

"Jangan kayak tinggal di jaman batu, orang udah banyak teknologi kenapa gak di gunain. Diancam dulu baru langsung pulang. Sekarang aku tanya kamu berangkat jam berapa tadi?" tanya Manda.

Erlan sudah seperti anak kecil yang dimarahin ibunya. Menunduk aja, cuma diem dengerin sambil deg degan. "Jam enam," jawab Erlan.

"Em mulai bohong, kamu lupa Bik Surti ke sini jam setengah enam telat-telatnya jam enam udah di sini harusnya ketemu dong. Lagian ya kamu kalau di kamar mandi lama aku aja tadi bangun enam lebih tiga lima tapi kasur yang kamu tidurin udah dingin banget. Udah mulai bohong nih kamu."

"Mampus," batin Erlan.

Erlan semakin takut menatap istrinya, "Dah sana pulang ke kantor lagi. Dah sana sana sana," usir Manda pada Erlan.

Manda berdiri dengan perut buncitnya lalu menuju lemari yang lain untuk menata baju gantung dan celana. Erlan memutar arah duduknya menjadi arah Manda yang sedang berdiri sambil menata, "Yang maaf. Tadi pagi tuh aku.. rapat... luar kota. Cuma sebentar sih abis itu langsung balik, tadi juga aku rapat sama orang kantor. Pas kamu telepon aku ketiduran suer Yang. Tanya Sam atau tanya Mbak Rosalin atau tanya Daniel deh."

Manda berdeham saja dan memilih melanjutkan aktifitasnya, "Yang kok hmm doang, ini juga siapa yang ngijinin kamu nata baju? ini kan tugasnya Bibi, kayaknya kemarin aku bilangnya yang boleh cuma masak" tanya Erlan.

"Hmm..."

Erlan berdecak, ia mengecek ponselnya Sam bilang hari ini tak ada meeting atau bertemu klien, untung banget. Erlan membalas pesan Sam untuk ke rumahnya sambil membawa martabak telor nanti sore setelah pulang kerja, entahlah tiba-tiba Erlan terbayang martabak telor.

Erlan melepas kemeja dan celana panjangnya menyisakan boxer yang ia pakai. "Taruh keranjang! kebiasaan!" perintah Manda yang melihat Erlan dari cermin.

Erlan menyengirkan bibirnya lalu memungut kemeja dan celananya lalu mengambil baju rumahnya. Manda hanya melirik Erlan saja melalui cermin. Setelah selesai Manda pergi dari walk in closet meninggalkan Erlan yang duduk di sofa.

"Yang kok ditinggal sih," ucap Erlan yang langsung menyusul Manda. "Yang... maaf, Aku minta maaf suer Yang tadi tuh Aku rapat."

Manda merebahkan tubuhnya menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. "Iya iya, dah sana ke kantor lagi, masih belum waktunya pulang kan? Dah sana balik," ucap Manda tanpa memandang Erlan lebih memilih memandang ponselnya sambil mengelus perut buncitnya yang akan masuk empat bulan.

Erlan merebahkan tubuhnya lalu menjadikan kaki Manda jadi bantalan kepalanya. Erlan menghadap perut buncit Manda yang berisi tiga anaknya lalu mengecupi perut buncit yang masih tertutupi kain daster itu. Manda melirik ke bawah, ia menghela nafasnya.

Ia meminta Erlan pulang karena dia benar-benar panik tadi. Satu, suaminya belum mandi. Kedua, suaminya belum sarapan. Ketiga, ia khawatir Erlan yang mual-mual pagi hari. Keempat, dari pagi sampai siang suaminya ini susah di hubungi. Istri mana yang gak panik, apalagi Erlan itu bandel banget kalau urusan diri.

Manda menatap Erlan meletakkan ponsel nya di sampingnya, "Udah sana Lan balik ke kantor." Erlan menggeleng lalu ia duduk menghadap istrinya meletakkan kepalanya di bahu istrinya. "Sana gih," bujuk Manda lagi.

"Aku udah bilang Sam buat ngehandle. Maaf ya Sayang, tadi aku buru-buru banget. Jangan marah dong Bun." Manda mengelus kepala Erlan yang di bahunya.

"Besok jangan di ulangi lagi, aku khawatir tahu Lan. Paling tidak tinggalin pesan, biar aku gak pikiran." Erlan mengangguk lalu mengecupi seluruh wajah Manda.

Manda membalas ciuman bibir Erlan. Tangan Erlan berada di tengkuk Manda menahan wajah Manda agar ciuman mereka jadi lebih dalam. Erlan semakin dalam membuat Manda sedikit kuwalahan.

Tangan Erlan berjalan kemana-mana, meraba semua bagian Manda membuat Manda kegelian. Manda mengalungkan tangannya di leher Erlan, ia jadi mudah terpancing jika Erlan sudah begini. Manda meremas rambut Erlan ketika ciuman Erlan turun ke lehernya dan membuat tanda kemerahan di sana.

"Ja.. ngan buat itu Mas."

Erlan menghentikan kegiatannya, menatap Manda yang sedang memejamkan matanya. "Kamu panggil aku apa?" tanya kaget Erlan.

"Mas, kamu gak suka ya?" tanya Manda menatap Erlan dengan sedikit meringis. Erlan merekahkan senyumannya. "Suka, tapi kenapa tiba-tiba panggil aku itu?" tanya Erlan lagi.

"Aku abis dimarahin Bude. Karena Bude gak suka aku panggil kamu nama. Diomelin abis-abisan Aku yang katanya gak sopanlah, gak baiklah, ginilah gitulah, mau lebih tua mau lebih muda tetap harus panggil inilah itulah, ck. Udah Bunda manggut-manggut aja lagi, udah kayak tersangka aku." Manda berdecak memutar bola matanya jengah, udah kepikiran Erlan kena marah Budenya gak ada yang bela lagi.

CUP

Erlan mengecup bibir Manda yang sedikit bengkak, "Kayaknya Aku harus terimakasih sama Bude deh. Tapi gimana gitu rasanya Yang.. belum biasa." Erlan bergidik, ia terbiasa mendengarkan Manda yang memanggil namanya ketika di panggil Mas rasanya hatinya seperti geli seneng-seneng gimana gitu.

Manda tertawa melihat ekspresi Erlan. "Emang kamu mau aku panggil apa?" tanya Manda membuat Erlan berpikir.

"Apa aja yang penting aku suka," jawab Erlan membuat Manda berdecak karena jawaban aneh Erlan.

Manda melepaskan tangan Erlan yang masih di pinggangnya, "Kamu mau kemana?" tanya Erlan. "Aku baru ingat kalau aku ninggalin kue di oven," jawab Manda santai.

"Yang tapi yang tadi belum selesai, Ya Allah Yang aku udah kepancing loh," ucap Erlan menatap melas Manda yang hendak meraih pintu.

"Biasanya juga gimana, sana mandi, jorok kamu." Manda cekikikan lalu membuka dan menutup pintu. Sedangkan Erlan mengacak rambutnya gemas, niat hati membuat ia dan Manda bergairah malah dirinya yang sengsara. Alamat mandi air dingin lagi deh.