webnovel

Chalissa

Devy_shandra98 · Teen
Not enough ratings
13 Chs

Peresmian Hotel Aiko

"Katanya nggak mau datang". Sindir Ryu melihat keberadaan Chalissa yang terlihat bosan. Ryu berjalan beriringan dengan Tania pacarnya. Rupanya ia sudah memperkenalkan Tania kepada kedua orang tuanya.

"Yang bilang nggak mau datang siapa?". Tanya Chalissa sambil menggoyangkan jus jeruk di tanganya. "gua Cuma bilang gua nggak mau gantiin posisi lo, gua males disuruh maju buat gantiin lo di depan". Jawab Chalissa acuh tak acuh.

"Oh ya, kenalin pacar gua, Tania". Ucap Ryu. Tania langsung mengulurkan tangannya. Namun Chalissa hanya melirik sekilas kearah Tania tanpa berucap sepatah kata pun. Ia kemudian kembali memasang headshet tanpa kabel ketelinganya. Sontan hal tersebut membuat senyum diwajah Tania luntur.

Menengkan Tania, Ryu berucap "Taka pa, anaknya emang begitu, tertutup untuk orang asing". Mengusap bahu Tania.

"Apakah gua sangat buruk?". Ucap Tania yang masih bisa didengar oleh Chalissa. Namun Chalissa tidak peduli.

Tidak ingin terjadi keributan Ryu mengajak Tania pergi meninggalkan Chalissa.

"Maafin Chalissa ya, Tan". Ucap Ryu lembut setelah mereka menjauh dari Chalissa.

"Gua paham kok, gua nggak ada apa-apanya dari dia, gua Cuma remahan rengginang". Ucap Tania lesu.

"Bukan gitu Tan, Chalissa memiliki trauma yang belum bisa disembuhkan sampai saat ini, ia selalu menganggap orang asing itu musuhnya". Jelas Ryu.

"Bagaimana bisa?". Ucap Tania yang tertarik dengan seperti apa Chalissa sebenarnya, ia cuma tahu kalau Chalissa adalah orang yang dingin tak tersentuh.

"Dulu Chalissa anaknya paling ceria diantara kami, pintar selalu dipuji keluarga. Tapi kepintaran dan keceriannya menjadi bahaya buat Chalissa sendiri, dia dimanfaatkan oleh teman-temanya. Terlebih lagi yang membuatnya terpuruk kakaknya meninggal karena dibunuh oleh pacarnya di depan mata kepala Chalissa sendiri. Hal itu membuat mental Chalissa melemah, ia sampai takut bertemu dengan orang-orang asing, parahnya lagi setiap bertemu dengan laki-laki siapapun itu Chalissa selalu berteriak ketakutan walaupun itu keluarganya sendiri. Pada saat itu juga Chalissa dibawa ke China untuk berobat. Satu tahun berjalan, ia berani melihat kami, tapi tidak untuk orang asing, setiap kali bertemu dengan orang asing ia selalu ketakutan. Kami sekeluarga selalu mensuport dan ngeyakinin dia kalau nggak semua orang itu sama kayak Dargo pacar kakaknya. Akhirnya itu berhasil tapi tidak sepenuhnya, Chalissa berani keluar rumah dan bersekolah seperti biasanya. Awalnya kami kira dia sudah sembuh total, tapi kami salah besar, waktu itu tanpa sepengetahuan kami ada seorang laki-laki teman kelas kami waktu SMA mengajak bahkan memaksa Chalissa untuk berkenalan. Hal tersebut langsung menimbulkan ingatan Chalissa pada kejadian dulu. Chalissa kembali mengurung diri tidak berani keluar rumah. Kami yang cowok sepupu Chalissa kena marah keluarga karena tidak dapat menjaga Chalissa dengan baik. Kami masing-masing kena bogaman dari bokap kami masing-masing". Ucap Ryu sambil mengingat masa kelam kehidupan mereka.

Menarik napas Ryu kembali melanjutkan ceritanya. "Kejadian itu membuat kami benci dengan Chalissa, kami menganggap orang tua kami tidak sayang lagi dengan kami dan hanya peduli dengan Chalissa. Namun pada saat itu Tarra orang yang paling tua diantara kami menegur kami, kami seharusnya tidak membenci Chalissa seharusnya kami tetap mensuport Chalissa membantunya bangkit. Sampai akhirnya kami mengusulkan ide konyol kepada para tetua dikeluarga besar kami. Kami meminta agar Chalissa diajarkan bela diri untuk melindungi dirinya sekaligus sebagai terapi untuk menghilangkan terapinya. Awalnya keluarga tidak ada yang percaya dengan kami, kami pun membuktikannya secara diam-diam mengajarkan kepada Chalissa ilmu bela diri yang diturunkan dari keluarga kami. Dari sana Chalissa mulai bangkit, ia mau tersenyum lagi". Ryu mengakhiri ceritanya.

"Maka dari itu jangan pernah membenci Chalissa, karena dia adalah orang yang paling rapuh". Ucap Ryu serius sambil tatapannya mengarah ke Chalissa yang sedang mengobrol dengan kerabatnya yang lain. Jalas sekali bagaimana Ryu menyayangi Chalissa terpancar jelas dipelupuk matanya.

Tania mengarahkan pandangannya kearah pandangan Ryu ia melihat bagaimana Chalissa dikelilingi oleh keluarga yang begitu menyayanginya. Ia terlihat seperti burung cantik dalam sangkar.

Tania melihat Chalissa yang memandang benci seorang laki-laki yang mengajaknya berkenalan. Uluran tangan laki-laki itu disambut oleh seorang laki-laki yang ada disamping Chalissa. Tania melihat sendiri dibalik wajah benci yang ditampilkan Chalissa disana sarat akan ketakutan, ia memegang erat gaun putihnya menyalurkan ketakutannya lewat sana. Tania juga melihat bagaimana saudara saudara Ryu melindungi Chalissa dari orang asing. Miris sekaligus kasian melihat penyebab dibalik wajah angkuh dan dingin yang selalu diperlihatkan oleh Chalissa.