webnovel

Chalissa

Devy_shandra98 · Teen
Not enough ratings
13 Chs

Khawatir

Kelas Chalissa dibuat heboh dengan kedatangan seorang cowok tanpan dari fakultas teknik computer. Cowok itu mengatur napasnya yang teregah-ngah akibat berlari dari fakultasnya menuju fakultas fashion design.

"Hai, Lissa". Sapanya setelah berhasil mengatur napasnya.

Chalissa yang melihat Oris yang ngos-ngosahan menyerahkan botol tamler yang dibawanya. "Minum". Menyerahkan botol miliknya.

"Terima kasih". Ucap Oris setelah meminumnya.

"Oris kenapa lari?". Tanya Chalissa khwatir. Sontan hal itu membuat orang yang mendengarnya terkejut menghentikan aktivtasnya. Baru kali ini ia mendengar Chalissa bertanya kepada seorang cowok yang mereka tahu kalau Chalissa paling benci dengan makhluk bernama cowok kecuali keluarganya.

"Cari Lissa, Lissa udah makan siang?". Tanya Oris perhatian.

Tatapan orang-orang yang ada disana heran bercampur iri, terutama untuk kaum adam, orang yang dari fakultas lain tanpa rasa takut dapat mengobrol bebas dengan Chalissa sedangkan ia dari fakultasnya sendiri boro-boro diajak ngobrol, dekat aja mata Chalissa sudah melotot benci pada mereka. Nah ini bagaimana bisa Chalissa mengajaknya bicara terlebih dengan nada khawatir gitu. Ratu es mereka diajak bicara oleh seorang cowok. Moment langka.

Sementara disi lain, kaum hawa harus menelan rasa iri mereka mentah-mentah melihat seorang cowok yang begitu perhatian dengan ratu es mereka. Mereka sendiri saja tidak berani mendekati ratu es. Apa hanya cowok ganteng saja yang diladeni Chalissa.

Chalissa menggelengkan kepalanya.

"Ayo kekantin, kita makan". Ucap Oris menarik tangan Chalissa. Chalissa terdiam sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian melepas genggaman tangan Oris dan mengambil kotak bekalnya dalam tas. "Lissa nggak makan di kantin". Ucapnya melihat tatapan bingung Oris.

"Lissa mau makan dimana?". Tanya Oris perhatian.

"Dibawah pohon itu?". Tunjuk Chalissa menunjuk sebuah pohon yang ada dipinggir lapangan.

"Boleh, Lissa tungga Oris disana ya, Oris mau beli makanan biar samaan makan".

"Oh, namanya Oris". Batin mereka dalam hati. Tuntas sudah rasa penasaran mereka.

Lissa menggelengkan kepalanya. "Oris makan bekalnya Lissa".

"Terus Lissa makan apa?".

"Berdua".

Oris memilih mengalah. Ia kemudian menggandeng tangan Lissa menuju tempat yang telah ditunjuk.

"Ada saingan lo". Kata salah satu dari mereka melihat kedatangan Radit.

Radit tidak mengindahkan ucapan teman kelas Amanda dan malah bertanya pada Amanda yang tengah memperhatikan dua orang itu"Dia siapa?". "Namanya Oris". Jawab Amanda.

"Anak mana?". Tanyanya lagi.

Amanda hanya mengangkat bahunya, ia juga tidak tahu karena sama seperti yang lain ia baru kali ini melihat Oris.

"Ayo kita kesana. Gua takut Lissa nggak nyaman". Ucap Radit terselip nada khawatir. Tanpa mendengar persetujuan dari Amanda, Radit menarik tangan Amanda menuju kesana.

"Radit". Ucap Chalissa sambil tersenyum. "Duduk sini!". Sambil menepuk tempat kosong disebelahnya.

Radit kemudian duduk disebelah Chalissa sementara Amanda masih berdiri. "Duduk Nda". Ucap Chalissa melihat Amanda hanya berdiri mematung.

"Kirain gua dilupain". Ucap Amanda menyindir Chalissa.

"'kan Radit punya Amanda, jadi Amanda ikutin Radit dong". Jelas Chalissa.

"Dia siapa, Lis?". Tanya Radit tidak sabaran.

"Oris". Jawab Chalissa. Tapi bukan itu jawaban yang diinginkan Radit. Kalau hanya sekedar nama ia sudah diberi tahu Amanda sebelumnya.

Mengerti arti pertanyaan Radit, Oris mengulurkan tangannya. "Nama saya Oris sahabat Chalissa dan Naredra".

"Sahabat". Cicit Radit yag dianggukan oleh Oris.

Chalissa memasang headshetnya menandakan ia sedang bosan. Makanannya tidak ia habiskan. Melihat itu, Radit mengeluarkan sebotol minuman rasa matcha yang menjadi minuman favorit gadis itu.

Mata Chalissa berbinar senang menerima minuman itu dari Radit. "Terima kasih".

"Sama-sama". Jawab Radit tersenyum tulus.

"Dit, sebenarnya lo pacar siapa sih, kalau ke Chalissa lo senyumnya tulus banget, lo perhatian hal-hal terkecil dari Chalissa". Batin Amanda.

Setelah menghabiskan minumannya, Chalissa membereskan kotak bekalnya. ia berdiri kemudian menepuk nepuk pantatnya menghilangkan debu dan bekas rumput yang menempel.

"Mau kemana?". Tanya Radit dan Oris hampir berbarengan.

"Pulang".

"Gua antar". Ucap keduanya. Lagi-lagi berbarengan.

"Nggak usah. Radit sama Amanda aja". Tolak Chalissa.

"Kalau gitu Oris yang antar ya". Bujuk Oris. Chalissa mengangguk mengiyakan.

Radit memandang kepergian dua orang itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Tiba-tiba kertas bertaburan kearah dua orang itu. Oris memungut lembaran kertas itu dan mengumpulkannya menjadi satu. Sementara Chalissa hanya berdiri melihat apa yang dilakukan oleh Oris. Pemilik kertas itu berjalan kearah mereka. Oris kemudian memberikan kertas itu kepada Chalissa. Chalissa menatap bingung kertas yang disodorkan Oris. Oris menggenggam tangan Chalissa menyerahan tumpukan kertas itu. Sementara sang pemilik kertas melihat interaksi keduanya sambil menunggu kertasnya.

Dengan isyarat mata Oris menyuruh Chalissa memberikan kertas itu pada pemiliknya. Namun Chalissa menggelengkan kepala takut bercampur benci. Ia benci dengan orang yang ada dihadapannya, ia juga benci dipaksa Oris untuk memberikan kertas pada orang itu.

Dari kejauhan Radit dapat melihat ketakutan dari wajah Chalissa, apalagi melihat tangan sebelahnya meremas ujung bajunya.

Radit berlari menghampiri mereka. Merampas kertas dari tangan Chalissa lalu menyerahkannya kepada orang itu. Setelah kepergian orang itu, Radit berbalik menghadap Oris.

"Jangan pernah paksa Chalissa buat lakuin apa yang dia nggak suka. Lo bilang kalau Chalissa itu sahabat lo, tapi lo nggak tahu apa yang dibenci Chalissa". Ucap Radit marah. Ia mendorong tubuh Oris sampai terjungkal kebelakang.

Oris tidak terima di dorong oleh radit akhirnya mereka saling dorong dan adu mulut. Melihat itu Chalissa meninggalkan dua orang itu pergi.

Melihat orang yang menjadi objek perdebatan mereka pergi begitu saja. Mereka kemudian menyusul Chalissa.

"Chalissa tunggu". Ucap keduanya. Namun tidak dihiraukannya.

"Gua antar lo pulang ya, Lis". Ucap Radit khawatir.

"Nggak usah Dit, lo antar Amanda aja. Kasian dia lama nunggu lo". Balas Chalissa menolak.

"Lissa biar bareng gua aja Dit". Ucap Oris.

Radit pun mengalah dan membiarkan Chalissa pergi bersama Oris.

"Hey…, kenapa?". Tanya Oris saat melihat Chalissa tiba-tiba menangis.

"Takut". Ucap Chalissa lirih namun masih dapat di dengar Oris.

"Takut kenapa?,hmm". Ucap Oris menepikan mobilnya. Dibukanya seatbeltnya lalu menghadap sepenuhnya kearah Chalissa.

"Nggak usah takut ada gua, ada Oris disini. Sekarang kita pulang aja ya". Ucap Oris lembut. Namun mendapat gelengan dari Chalissa. Melihat ketakutan gadis yang ada dihadapannya membuat hati Oris miris. Ia tidak menyangka gadis yang dijuluki ratu es di kampusnya, memiliki trauma yang begitu parah.

"Kalau gitu kita ke rumah Narendra ya?". Saran Oris kemudian.

Mendapat anggukan dari Chalissa, Oris kembali melanjutkan laju mobilnya. Tangan kirinya menggenggam tangan kanan Chalissa menyalurkan kekuatan yang menenangkan, sekali kali Oris mengusap tangan gadis itu dengan jempol tangannya seolah mengatakan semua baik-baik saja.

Genggaman ditangan Oris tiba-tiba melemah, sontan ia langsung melirik ke arah orang yang ada disebelahnya. Kembali Oris menepikan mobilnya. Ditepuknya pipi Chalissa pelan, berusaha menyadarkannya.

"Lis, bangun, kita bentar lagi nyampe". Ucap Oris sambil terus menerus menepuk pipi Chalissa.

Tidak ada respon dari gadis yang ada disebelahnya, Oris meraba nadi radialis Chalissa sambil memperhatikan jalur napasnya. Sudah dipastikan Chalissa pingsan. Ia kemudian mengambil selimut yang biasa dia taruh dibelakang mobilnya dan menyelimuti gadis itu.

Sesampai di rumah Narendra, Oris langsung mengetuk pintu rumah itu dengan menggunakan kaki kanannya menendangnya dengan brutal sambil mengucap salam. Berharap orang yang ada di dalam rumah segera membuka pintu.

"Astaga, Lissa kenapa Oris?". Tanya Nadin mama Narendra saat melihat Chalissa dalam gendongan Oris.

"Cepat bawa masuk". Ucap Nadin memberi ruang Oris untuk masuk.

"Jiao". Teriak Nadin. "Cepat kesini, adikmu pingsan lagi". Ucap Nadin dengan suara mulai serak menahan tangis. Jiao yang baru pulang beberapa jam lalu yang sedang merebahkan tubuhnya di dalam kamar, segera berlari menghampiri mamanya.

"Chalissa kenapa lagi, ma?". Ucap Jiao setelah Oris menyelimuti tubuh Chalissa.

"Mama, nggak tahu". Jawab Nadin.

"Lo, apain adik gua?". Ucap Jiao emosi.

"Jiao". Tegur mamanya.

Tersadar oleh teguran mamanya, Jiao merendahkan nada suaranya. " Apa yang terjadi?". Tanya Jiao dingin. Emosinya sepenuhnya belum reda.

Oris kemudian menceritakan kejadian yang terjadi di kampus sampai akhirnya Chalissa jatuh pingsan.

Masih dengan nada dingin. "Seharusnya lo nggak berantam dengan Radit, Lissa selalu takut ngeliat orang terdekatnya berantam, hal itu akan mengarahnya waktu kejadian kakaknya". Ucap Jiao.

"Maaf". Cicit Oris merasa bersalah. Ia sepenuhnya belum mengenal Chalissa bagaimana masa lalu gadis itu.

"Radit juga, seharusnya dia tahu kalau hal itu bakalan buat Lissa drop lagi".

"Kakak". Rancau Chalissa membuat semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arahnya.

"Kakak jangan tinggalin Lissa". Rancaunya lagi. Keringat membasahi wajahnya.

Dalam mimpinya, ia melihat kakaknya di dorong oleh pacarnya, mereka adu mulut dengan suara keras bersamaan dengan bunyi petir yang menggelagar dari luar.

Dari balik lemari, Chalissa kecil melihat kakanya yang ditusuk tusuk menggunakan pisau di beberapa bagian tubuhnya. Setelah itu dia tertawa dan tersenyum ke arah Chalissa.

"Kakak". Teriak Chalissa.

"Lissa tenang". Ucap Jiao memeluk Chalissa. "Kakak". Cicitnya lagi. Ia kemudian kembali jatuh pingsan.

Melonggarkan pelukannya, Jiao menatap wajah adiknya yang kembali pingsan. Jiao memeriksa suhu badan Chalissa yang terasa panas. "Ma, Lissa demam". Ucap Jiao lirih.

"Ma, Jiao nungguin Lissa disini aja ya, ma". Ucap Jiao khawatir.

"Tapi kamu baru pulang sayang, nanti kamu lagi yang ngedrop, terus siapa yang bakalan periksa kesehatan Lissa. Ingat Lissa masih takut sama orang asing walaupun itu dokter".

Jiao memang merupakan seorang dokter umum di rumah sakit milik suaminya, ia mengambil cuti setelah mendengar kabar bahwa Chalissa mempunyai teman baru. Apa pun untuk Chalissa. Mereka sekeluarga telah sepakat untuk memprioritaskan Chalissa di hidup mereka.