webnovel

Chalissa

Devy_shandra98 · Teen
Not enough ratings
13 Chs

Ada Oris

Sepanjang hari mereka menemani Chalissa yang belum juga memberikan tanda akan siuman. Sudah tiga hari mereka bergiliran berjaga, sampai mereka tidak berkonsentrasi pada pekerjaan mereka.

Semenjak Chalissa pingsan Ryu dan Arya tidak pernah sedikit pun menghubungi pacarnya. Apalagi Arya ia sama sekali tidak mau menemui pacarnya apalagi untuk memberi penjelasan baginya itu kekanakan menurutnya Salsa seharusnya mengerti posisinya, seperti yang dilakukan Tania. Walaupun Ryu tidak pernah menghubungi Tania, tapi Tania dengan sabar menunggu kabar Ryu, kadang juga ia menyempatkan diri untuk mengunjungi Chalissa atau Ryu.

Seperti saat ini ia sedang menemani Ryu menjaga Chalissa. Mereka hanya terdiam dengan ponsel mereka masing-masing, mereka terlalu takut membuat kebisingan. Ah, lebih tepatnya Ryu yang terlalu takut, ia takut kebisingan yang ia ciptakan dapat mengganggu istirahat Chalissa, walaupun ia sendiri tidak tahu apakah tindakannya tepat.

"Lis, lo harus cepat bangun, ada project bagus ni buat kita, mama gua bilang kalau temannya mau dibuatin lukisan untuk hotelnya dan gua kebagian buat jadi foto grafer hotelnya sekaligus promosiin hotelnya di web gua. Lo cepatan bangun dong, biar tuh project nggak diserahin ke orang lain". Ucap Ryu lemah.

Ceklek

Terdengar suara pintu terbuka, menampilkan sosok seorang yang menjadi sahabat baru Chalissa. "Hai". Sapa Oris yang dibalas lambaian tangan oleh keduanya.

"Udah lama nunggu ya?". Tanya Oris, pasalnya Ryu meminta Oris untuk menjaga Chalissa sementara saudaranya yang lain sedang ada keperluan dan juga ia tidak tega dengan Tania yang sadari menahan kantuknya. Walaupun Tania sendiri tidak mengatakan apa-apa.

"Santai aja, gua juga lagi free. Gua jagain Lissa kalian istirahat aja ya". Ucap Oris melihat wajah lelah keduanya. Ia yakin pasti mereka sangat lelah menjaga Chalissa disamping tugas mereka sebagai mahasiswa, terlebih Ryu yang memiliki pekerjaan lain.

"Gua titip Lissa. Ayo Tan". Ryu beranjak dari duduknya diikuti Tania.

Tinggalah Oris sendiri sekarang menjaga Tania. Sebenarnya ia juga lelah sepulang kuliah ia langsung mengerjakan proyek pengamanan data milik pamannya. Setelah selesai ia langsung diminta oleh Ryu untuk menjaga Chalissa.

Tepat pukul sepuluh malam, waktu kantuk sekantuknya menyerang Oris, Chalissa terbangun. Ia kehausan, jadilah ia mendudukan dirinya mengambil air yang berada diatas nangkas. Melihat itu, seratus persen kantuk Oris hilang seketika.

"Biar gua ambilin". Ucap Oris menghentikan tangan Chalissa yang akan mengambil air.

Oris menuangkan air ke dalam gelas dan memberikannya pada Chalissa. Chalissa meminum air yang diberikan oleh Oris sampai setengah.

"Masih pusing". Ucap Oris sambil mengambil gelas dari tangan Chalissa.

"Gua buatin bubur ya". Ucap Oris, tanpa mendengar persetujuan dari Chalissa Oris langsung berlalu pergi. Jelang lima menit Oris sudah kembali menenteng nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu. Menaruh nampan diatas nangkas, Oris lalu mengambil bubur hendak menyuapi Chalissa namun ditolak. Chalissa mengambil mangkuk di tangan Oris dan menyuapi dirinya sendiri. Ia tidak ingin membuat repot banyak orang.

"Berapa lama gua pingsan?". Tanya Chalissa disela makannya.

"Tiga hari". Jujur Oris.

Chalissa terdiam kembali memakan buburnya. Ia hanya memakan buburnya setengah, ia sudah tidak sanggup menahan rasa pahit di mulutnya.

Tidak ingin memkasa Chalissa untuk menghabiskan buburnya. Oris memberi Chalissa obat yang sudah disediakan. Setelah itu ia beranjak keluar menaruh nampan sisa makanan Chalissa di dapur.

"Lo istirahat lagi nggih". Ucap Oris memperbaiki posisi selimut Chalissa. Ia memeriksa suhu tubuh Chalissa yang sudah menurun.

"Orang pada kemana, Ris?". Ucap Chalissa yang melihat semenjak dia bangun ia tidak melihat siapa-siapa selain Oris.

"Tante Nadin lagi istirahat di kamarnya. Narendra sama kak Jiao seharusnya sekarang udah pulang, mau saya panggilin mereka?". Tanya Oris.

"Nggak usah, mereka pasti capek. Kalau lo mau balik, balik aja nggak papa". Ucap Chalissa melihat ke arah jam dinding.

"Nggak papa, gua temenin lo, lagian gua baru aja datang, setelah Ryu pulang". Jawabnya.

Hening keduanya terdiam, tidak tahu topic yang akan dibicarakan. Terlebih dengan keadaan Chalissa yang masih lemah membuat Oris tidak tega mengajaknya mengobrol. Sejujurnya dia juga bosan, jika hanya diam tidak melakukan apa pun.

Tiba-tiba suasana menjadi gelap, Chalissa berteriak histeris memanggil Oris. Oris yang sedang memainkan ponselnya di sofa langsung berlari kearah Chalissa membuang ponselnya.

Meraba tubuh Oris, Chalissa langsung memeluk tubuh Oris dengan erat, tubuhnya gemetaran ketakutan, deru napasnya tak beraturan.

"Lo tenang ya, gua ada disini, ada Oris disini". Ucap Oris mengelus lembut punggung Chalissa soraya menenangkannya.

Setelah lama, akhirnya napas Chalissa mulai teratur. "Lis, bentar ya gua ambil senter hp dulu biar ada penerangan". Ucap Oris.

Mendengar itu Chalissa malah mengerat pelukannya pada Oris sambil menggeleng kuat diceruk leher Oris membuat Oris agak geli.

Oris terdiam ia bingung ia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasi seperti ini. ia membiarkan saja Chalissa dalam peluknya. Mungkin hanya ini yang ia bisa lakukan.

Sudah berapa jam terlewat, tubuh Oris agak pegal dengan posisi seperti itu, terlebih Chalissa yang tidak menunjukan pergerakan sama sekali, ia juga tahu kalau Chalissa tidak tidur. "Lis, lo tidur ya, gua nggak akan ninggalin lo".

Chalissa mengangguk. "Tapi lo tidur sama gua". Ucap Chalissa bernada perintah disaat takut seperti ini ia masih bisa memrintah orang lian.

Sementara itu, Oris tergelak dengan ucapan Chalissa, mungkin jika disituasi tidak seperti ini pikirannya akan kemana mana.

Oris kemudian melepaskan pelukannya, membaringkan tubuh Chalissa dan ia ikut berbaring di samping Chalissa.

Merasa kulitnya tidak bersentuhan lagi dengan Oris Chalissa kembali berucap membuat mata Oris membelalak terkejut. "Peluk gua Ris". Ucap Chalissa dengan nada dingin, bagaimana bisa ia menyuruh seseorang untuk memeluknya dengan intonasi seperti itu pikir Oris.

Oris kemudian mengubah posisinya, tangan kirinya ia gunakan sebagai bantalan kepala Chalissa sementara tangannya yang bebas ia gunakan untuk menarik tubuh Chalissa agar semakin mendekat.

Mencari posisi nyaman, Chalissa merapatkan tubuhya pada tubuh Oris hingga hidungnya menyentuh hidung mancung Oris. Berada diposisi seperti ini Oris merasa canggung, ini pertama kalinya ia berada sedekat ini dengan seorang perempuan termasuk mamanya sendiri.

Apa Chalissa tidak perpikir bagaimana jika dia hilaf dan melakukan hal yang lebih. Dia juga cowok normal yang bisa melakukan hal lebih jika berdekatan dengan seorang cewek dalam kedekatan seintim ini. tidak ingin berpikir lebih jauh lagi, Oris memilih memejamkan matanya, ia juga sangat lelah sepanjang hari.

***

Memandang Chalissa dari sedekat ini merupakan sebuah anugrah bagi Oris, bagaimana tidak ia sangat beruntung melihat wajah polos Chalissa yang sedang tertidur. Bibir pucat Chalissa yang mulai berubah warna menandakan kesehatannya sudah mulai membaik, wajah putihnya seputih salju, alis yang tidak terlalu tebal dengan bulu mata lentik, hidung yang tidak terlalu mancung dan tidak terlalu pesek, pas membingkai wajah Chalissa seperti dewi kecantikan.

Chalissa tersenyum dengan masih memejamkan kedua matanya membuat Oris mengerutkan wajahnya.

"Kalau mau cium, cium aja, biasanya mama papa sering kayak gitu waktu Lissa baru bangun".

"Itu mama sama papa kamu, yaw ajar Lissa". Jawab Oris mendengar peneturan Chalissa yang terdengar melantur.

"Narendra dan kak Tarra juga pernah". Ucapnya lagi.

"Kapan?". Tanya Oris. Apakah mungkin Chalissa memberikan siapa saja yang ingin menciumnya.

"Pas SMP waktu Chalissa pingsan kayak gini".

"Siapa aja yang pernah cium Chalissa?". Tanya Oris lagi.

"Keluarga besar, waktu aku kecil, disini". Ucap Chalissa menunjuk dahinya.

"Iya bedalah Lissa, itu keluargamu, waktu kamu kecil". Ucap Oris menjelaskan. Ia tidak menyangka gadis yang ada di hadapannya begitu polos.

"Sama aja".

"Nggak sama Lissa, apa Radit juga pernah cium kamu?".

Chalissa menggelengkan kepala hingga rambutnya mengenai wajah Oris dan menutup wajah Chalissa.

"Beda Lissa, gua itu bukan keluarga lo, gua cuma sahabat lo. Sekarang juga Narendra dan yang lain sudah nggak pernah cium kamu lagi kan?". Ucap Oris sambil menyingkirkan rambut yang ada di wajah Chalissa. Ia kembali melihat wajah cantik gadis itu.

Chalissa hanya mengangguk mengiyakan. Melihat itu Oris kembali berucap. "Kenapa Lissa mau dicium sama Oris?,hmm". Tanya Oris kali ini ia memainkan rambut panjang Chalissa.

"Nggak ada, karena biasanya mereka akan cium Lissa kalau Lissa sadar dari pingsan".

"Kapan terakhir Lissa pingsan?".

"Waktu SMP".

Fix Oris baru pertama kali melihat gadis sepolos Chalissa. Ternyata selama ini Chalissa hanya berada di lingkaran keluarganya tanpa mengenal dunia luar. Wajar aja sikapnya seperti itu dari tadi malam. Oris menjadi maklum dengan itu.

Oris kemudian mengangkat sedikit kepalanya lalu mengecup pelan dahi Lissa. "Sudah". Ucap Oris sambil tersenyum. "Lain kali tidak ada lagi ciuman dari siapa pun terutama sahabat, paham?". Ucap Oris.

Chalissa mengangguk patuh, membuat Oris gemas, tanpa sadar Oris mendekatkan wajahnya pada wajah Lissa dan sedikit memiringkan kepalanya mengecup singkat bibir manis gadis itu.

"Ayo bangun". Ucap Oris mengajak Chalissa untuk bangun.

Namun Lissa malah merapatkan tubuhnya memeluk Oris. "Masih males bangun". Ucapnya.

Oris tidak menolak, namun ia berucap."Kalau dilihat sama yang lain pasti mereka salah paham". Ucap Oris khawatir.

"Nggak kok"

"Oris mengangkat alisnya sebelah mendengar penuturan Chalissa yang ambigu.

Melihat tatapan Oris yang kebingungan, Chalissa menunjuk kearah pintu dengan menggunakan kedua matanya. Oris mengalihkan pandangannya kea rah pintu dan mendapati Narendra dan Jiao yang menyembulkan kepalanya.

"Sejak kapan mereka disana?". Tanya Oris was was. Ia tidak ingin jadi samsak Narendra setelah ini, jika Narendra tahu kalau dirinya telah mencuri satu kecupan.

"Sejak Oris mulai ngomong".

Tubuh Oris langsung menegang, berarti Narendra melihatnya mencium Chalissa, tamat riwayatmu Oris.

"Kenapa nggak disuruh masuk?". Tanya Oris lagi, ia tidak sadar jika posisinya masih sama seperti awal.

"Males". Jawab Chalissa cuek. Oris hanya melotot tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Lo sengaja ya, lo mau gua jadi samsaknya Rendra". Tuduh Oris.

Semetara orang yang dituduh malah tertawa terbahak bahak.

"Apa yang dibilang Oris itu benar, Lissa. Lo udah gede, nggak seharusnya lo minta cium sembarang orang, walau itu sehabat lo sendiri. Lo mau bunting?". Tanya Narendra menakuti adiknya. Ia duduk berhadapan dengan Oris yang sudah merubah posisinya dari tidur ke duduk.

"Emang bisa?". Tanya Chalissa, perasaan dipelajaran SMA ciuman tidak akan membuat seseorang hamil.

"Bunting kalau terus dilanjutin ke yang lebih jauh". Kali ini giliran Jiao yang berbicara.

"Tahu nggak kalau cowok itu nggak bisa nahan hasratnya, apalagi kalau kalian cuma berdua". Narendra memberi informasi.

"Tapi Oris nggak, lo juga".

"Karena Gua saudara Lo. Coba lo tanya Oris deh". Ucap Narendra.

Chalissa mengalihkan pandanganya ke arah Oris meminta jawaban. Oris hanya mengangguk mengiyakan.

Ide jahil terbesit dalam pikiran Chalissa dengan cepat ia menarik tengkuk leher Oris dan menempelkan bibirnya pada bibir Oris. Sontan hal itu membuat ketiganya terkejut. Belem selesai keterkejutannya Chalissa menggigit bibir bawah Oris membuat Oris membuka mulutnya. Dengan pelan Chalissa memasukkan lidahnya, melilit lidah Oris. Masih dalam keterkejutan Oris hanya diam saja tanpa membalas Chalissa. Ia ngehank, pikirannya kosong, ia tidak mampu mencerna apa yang dilakukan oleh Chalissa, itu semua sangat mendadak. Tidak menyerah Chalissa terus memperdalam ciumannya sampai ia kehabisan napas.

Chalissa nyengir melihat ketiganya yang syok akibat ulahnya. Setelah sadar dengan apa yang dilakukan Chalissa ketiganya saling melempar pandangan. Bagaimana dia tahu cara berciuman seperti itu, itu terlalu panas untuk gadis sepolos Chalissa.

"Lissa dari mana lo belajar?". Ucap Jiao setelah berhasil mengendalikan keterkejutannya.

"Dari novelnya kak Jiao, gua lupa apa judulnya". Ucap Chalissa santai.

Novel laknat, seharusnya ia menyimpan buku itu. Ia lupa kalau Chalissa ini tipikal orang yang suka membaca, hampir semua buku di kamarnya telah dibaca oleh Chalissa walaupun itu buka tentang medis.

"Itu first kiss lo, kenapa lo kasih ke Oris". Ucap Jiao lagi. Menurutnya Chalissa bener-bener keterlaluan.

"Untung masih ada kita disini, kalau Oris sampai khilaf dan lakuin hal yang lebih bagaiaman, lo nggak mikir?, dimana otak pinter lo". Geram Narendra ia menaikan satu oktaf suaranya. Chalissa harus diberi pelajaran, jika terus dibiarkan seperti ini akan bahaya batin ketiganya.

Mereka bertiga kemudian saling tatap dan menganggukan kepala, isi kepala mereka sama. Dengan kode Narendra dan Jiao menunjuk ke arah Oris. Oris yang sudah mendapat persetujuan dari keduanya langsung menarik tengkuk leher Chalissa. Chalissa yang awalnya terkejut membuka mulutnya memberikan Oris akses masuk lebih dalam. Oris menjelajah mulut Chalissa, kemudian menari nari di langit-langit mulut Chalissa. Tidak cukup sampai disana Oris melilit lidah Chalissa. Chalissa membalas ciuman Oris, membuat ketiganya terkejut, rencana mereka gagal.

Melihat wajah terkejut Oris, Chalissa tersenyum dalam hati. "Mau ngasih gua pelajaran. Rasain ini".

Oris menjauhi tubuh dan mulai mengatur napas. "Gua nyerah". Ucapnya sambil mengangkat tangan. Jelas hal tersebut membuat Chalissa tersenyum puas.

"See". Ucapnya pada kedua saudaranya.

Keduanya menghela napas berat, Chalissa tidak mnegerti maksud ketiganya. Melihat itu, Oris berucap. "Gua nyerah bukan berarti gua nggak bisa, gua takut bakalan lakuin hal lebih ke lo, emang lo mau ngeladenin gua ketika nafsu gua bangkit". Ucapan Oris akhirnya berhasil membuat Chalissa bungkam. Oris sengaja mengelus lembut pipi Chalissa menyingkirkan rambut yang menjuntai ke belakang telinganya. Perlahan Oris mendekatkan wajahnya pada wajah Oris. Hal itu membuat Chalissa memundurkan wajahnya sampai menyentuh penyangga kasur. Melihat ada ketakutan di wajah Chalissa membuat ketiganya diam-diam tersenyum dalam hati. Oris semakin mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan. Oris menggesek pelan hidung Chalissa dengan hidungnya, menciptakan sensasi yang aneh bagi Chalissa.

Ketika serius Oris memang menyeramkan Narendra akui itu, kadang ia juga merinding melihat sikap sahabatnya itu, bagaimana ia bisa betah berteman dengan sikap Oris yang terlampau dingin.

Chalissa bingung harus apa, ia memilih memejamkan matanya.

1 detik

2 detik

3 detik

Tidak ada yang terjadi.

Chalissa membuka matanya. Oris telah menjauhi tubuhnya dari tubuh Chalissa malah ia sekarang sedang bersedekap bersama dua orang yang ada disana.

"Lo paham sekarang maksud kami?". Ucap Oris kemudian. Nadanya benar-benar dingin. Setelah mengatakan itu, Oris langsung keluar dari kamar Chalissa.

"Mau kemana?". Susul Narendra.

"Renang". Jawab Oris cuek. Sontan ucapan Oris membuat kedua kakak beradik itu tertawa terbahak.

Kasian Oris.