webnovel

Calon Istri Dadakan

"Dia pacar kamu Jun?" Fano bertanya, lalu mengulurkan jemarinya. Tidak seperti dugaan Hana, ternyata Fano terlihat ramah.

Juno memberi kode berupa kerlingan maut agar Hana menyambut uluran tangan calon kakak ipar Hana itu.

"Hana Kak!"

"Fano!"

"Hana ini calon kakak ipar kamu, ganteng kan? Tapi masih gantengan aku lho kemana-mana!" Juno menaik turunkan alisnya, sudah mirip jamet kuproy di pasar pekan.

Hana melepas tautan jabatan tangan itu, lalu Fano menatap mereka berdua bergantian.

"Kalian sudah lama pacaran? Kenapa Juno ga pernah cerita sama kakak? Sama Ayah, Bunda?" Fano bertanya bingung.

Juno nyengir kuda, sementara Hana ambigu keras.

"Sebelum kakak kenalin nona yang di Surabaya itu, ya ga mungkin lah kak Juno ajak Hana kerumah, entar malah dinikahin langsung sama Ayah-Bunda kan bahaya!" Juno tertawa.

Hana malah melempar boneka pentol kuning itu ke arah Juno. Head shoot, boneka itu mendarat di kepala batu milik Juno.

"1-0!" desis Hana.

Sementara yang dilempar malah ketawa-ketawa tidak jelas.

"Ah sudahlah, jangan bahas pacar kakak, ayo Hana. Mari saya antar pulang!" ajak Fano, lalu membuka pintu mobil nya untuk kemudian dimasuki Hana. Setelahnya Fano masuk ke sisi sebelahnya.

Juno sangat heboh, dia lambai-lambai tangan layaknya anak taman kanak-kanak ketika pulang belajar.

Hana hanya membulatkan kedua netranya, seakan tidak percaya, Juno memang sangat tengil.

***

Di perjalanan pulang, tidak ada sesuatu yang spesial, Fano adalah tipe lelaki pendiam, tidak berbicara berlebihan, berbeda sekali dengan Juno yang gemar mengoceh mirip bebek. Tidak bisa diam, maunya bicara terus. Hana sampai kesal terkadang, tapi Juno bukan tipe laki-laki usil yang bisa akrab dengan sembarang wanita.

Juno menjaga hati Hana sekali, tipe laki-laki yang bisa di pegang perkataannya, jujur dalam artian kata 99% ucapannya bisa diandalkan.

Beruntung sekali seorang Hana bisa menjadi pacar, lelaki Juno itu. Walau sejujurnya wajah Hana juga cantik, walau pun tidak cantik-cantik sekali, apa ya namanya? Kecantikan natural.

Ponsel Hana lemah baterai, Hana hanya membuat mode pesawat terbang. Hana sempat mencoba melemparkan ponselnya dahulu ketika mode pesawat, Hana berfikiran simple, pesawat itu bisa terbang kan? Terus, mode pesawat itu bisa terbang kan?.

"Mari kita coba bersama-sama!" gumam Hana dalam hati.

Nguwengg .....!

Gedebuk.

Keluntang-keluntang.

Brakkk.

Ponsel Hana terbelah dua dan tidak terbang seperti yang diharapkan. Kala itu Juno menyentil dahi lebar milik Hana, ponselnya pecah berhamburan, tidak bisa diselamatkan sama sekali, dan berakhir mereka patungan menguras tabungan dan beli ponsel baru bermerek slowmi.

Hana memang sudah dewasa, namun fikirannya nyaris tidak berkembang sesuai usia, otak kecilnya nyaris tidak bertumbuh sama sekali. Bahkan ketika dipaksa belajar, Hana akan merasa kepusingan akut. Namun jika diajak bergadang dan nonton serial drama Korea, maka kedua mata, fikiran dan hati Hana seratus persen singkron alias nyambung.

Bahkan dalam kehidupannya sehari-hari, Hana kelak melafalkan bahasa Korea yang umum, yang Hana dapatkan di serial drama yang kerap dia tonton.

Hana gadis yang manja, mungkin karena Ayah Jo dan mendiang ibundanya Ana, mendidik Hana dengan cinta dan kasih sayang berlebih, jadilah Hana tumbuh dan besar tubuhnya saja, tapi pemikirannya nyaris masih kekanakan.

Drrrttt.. Drrrttt..

Sebuah melodi yang teramat lembut terdengar, suara Ariel Noah memang sangat lembut dan khas, dan hanya beberapa saat panggilan itu tersambung.

"Halo Ayah,"

"Iya ini lagi dijalan? Hah? Apa?"

Cittt....!

Rem mobil Fano berdecit, air wajahnya berubah dari mode tampan, sekarang jadi mode panik.

"Iya-iya ayah, Fano segera kesana?"

Fano menutup panggilan ponselnya, meletakkan ponselnya asal, lalu memutar arah mobilnya.

"Maaf Hana, kita tunda dulu pulang nya, Bunda kami dalam keadaan kritis!"

Deg....!

Bunda Juno dan Fano memang diketahui memiliki riwayat sakit jantung, namun, bisa dikatakan jika sakitnya itu jarang sekali kumat, namun melihat cara menyetir Fano yang seperti ini, sudah mirip adegan film laga yang baru saja Hana dan Juno tonton tadi, tampaknya keadaan Bunda mereka benar-benar serius.

Hana pucat pasi, kedua jemarinya treamor, dia gemetar menyaksikan cara mengemudi Fano.

"Hana, tolong kamu hubungi Juno!" titah Fano dengan wajah yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Ponsel Hana lowbet Kak!" jawab Hana.

Fano menyerahkan ponsel miliknya.

"Password nya FANOLUSIANA!" katanya cepat.

Hana segera membuka kunci lock screen ponsel itu. Terpampang lah wajah tampan seorang Fano dan seorang gadis yang diyakini Hana kekasih Fano. Cantik dan tampan, benar-benar pasangan serasi, setidaknya Juno dan Hana juga merupakan pasangan serasi, namun entah mengapa, melihat sepasang wajah di ponsel ini, membuat Hana sedikit iri hati, sebab serasi sekali.

Hana mencari nama Juno di kontak panggilan aplikasi hijau milik Fano.

Lalu memanggil Juno, dan begitu ponsel tersambung, Hana lantas mengabari Juno apa yang terjadi. Juno yang sedang menambal ban motor pun terdengar panik. Lalu berkata akan segera menyusul mereka berdua.

***

Fano dan Hana tiba dirumah sakit, mereka berdua lantas menuju keruang yang diberitahu oleh Ayah. Fano nyaris berlari meninggalkan Hana, Hana ikutan panik dan hampir kehilangan jejak Kak Fano.

"Ayah, bagaimana Bunda sekarang?"

Fano bertanya sambil tersengal-sengal, deru nafasnya tidak beraturan. Fano berusaha menetralisir detak jantung dan nafasnya perlahan. Bagaimanapun ceritanya, jantung Fano hampir lepas ketika mendapat berita emergency kayak tadi.

Hana juga tersengal-sengal, Hana tidak pernah lari sepanik ini, terakhir kali Hana hanya berlari ketika menghindari kupu-kupu terbang kearahnya, ya Hana phobia kupu-kupu dan berbagai jenis serangga lainnya.

Pintu ruang darurat itu terbuka, Dokter spesialis jantung yang biasa memeriksa Bunda Mus muncul. Wajahnya tidak terlihat tenang, seperti nya serangan kali ini membuat dokter itu terkejut pula.

Wajah mereka semua kaku, baik dokter yang merawat Bunda, maupun wajah kami semua.

"Fano, temui ibumu. Beliau ingin berbicara serius denganmu, bujuk Bunda Mus untuk melakukan operasi, hanya itu jalan satu-satunya. Dan anda bapak Aslan, bisa kita bicara di ruangan saya?" Dokter yang merawat Bunda menatap mereka semua serius.

Ayah mengikuti dokter itu, sementara Fano masuk kedalam ruangan rawat Bunda. Hana menunggu diluar.

Samar-samar Hana mendengar percakapan Bunda dan Kak Fano.

"Bun, Fano mohon jangan seperti ini? Bunda harus operasi, bunda harus sehat kembali..!"

"Bunda mau oprasi kalau Fano nikah dalam bulan ini!" suara Bunda terdengar seperti nada Ancaman.

"Oh, ternyata bunda Fano dan Juno meminta anaknya menikah?" gumam Hana, dan terus menguping.

"Bun, pacar Fano belum bisa diajak menikah Bun, dia masih kuliah. Fano tidak bisa memaksa kehendak Fano Bun?" suara Fano melemah.

"Jadi Fano lebih milih bunda meninggal begitu?"

sarkas Bunda Mus pedas.

Ketika sedang berdebat antara ibu dan anak, ponsel Kak Fano yang masih di tangan Hana berbunyi. Suara deep khas milik Ariel Noah muncul kembali.

"Important Businnees."

Hana melihat itu, sepertinya itu panggilan penting, terlihat dari namanya, bahkan panggilan itu sepertinya sudah sejak tadi menghubungi ponsel Fano.

Hana merasa tidak enak, Hana mengambil inisiatif dengan masuk kedalam ruangan rawat Bunda seketika.

Dan pada saat yang bersamaan, Bunda terlihat sesak nafas. Entah karena sakitnya, atau karena pertengkaran nya dengan Fano.

Fano dan Hana panik, Hana berinisiatif memakaikan selang pernapasan kepada Bunda. Lalu mencoba menyalurkan udara segar lewat tabung oksigen. Hana sangat cekatan, ini bukan hal sulit, setidaknya dahulu Hana pernah berpengalaman merawat ibunya yang telah terlebih dahulu berpulang.

Bunda cukup tenang, namun air matanya mengalir. Fano terlihat ingin keluar dari ruangan itu, dan berinisiatif memanggil dokter. Namun jemari bunda menahan langkah Fano.

"Menikahlah nak, Bunda sudah tidak kuat!" pintanya sambil menangis.

Hiks... Hiks...

Bunda menangis, nafasnya sesak kembali.

"Bunda, jangan seperti ini. Iya iya Fano akan menikah Bun, kapan Bunda mau lihat Fano menikah? Minggu depan? Bulan depan?" Fano menangis panik, Hana ingin beranjak dari sana. Namun lengannya tertahan, Kak Fano menarik lengan Hana, lalu sepersecond setelahnya.

Bersambung.