webnovel

Ban Motor Gembos

Juno menuju toko boneka imut itu, dan setelahnya kembali, dia menyodorkan boneka berkepala botak itu pada Hana.

Hana tersenyum, boneka imut berwarna kuning, mirip pentol bakso yang memakai Hoodie berwarana kuning itu berada dipelukanya.

Juno menatap sedih dompet kulit berlogo buaya kecil itu, boneka pentol bakso ini sungguh menguras isi dompetnya, hingga nyaris mengalami kekeringan.

"350.000 rupiah, official katanya dan entah apa lagi?" gumam Juno.

Selamat jalan uang, Juno jadi sedih. Namun ketika melihat pacarnya tersenyum bahagia.

Juno tidak jadi sedih lagi.

Juno menatap ban motor matic kesayangannya, matanya terbelalak, ban depan motornya gembos.

"Yah, gembos ban motornya!" teriak Juno.

Hana menatap ban motor itu seketika, maka lunturlah senyuman manisnya seketika.

Mengsedih, Juno dan Hana lemas jantungnya, malah waktu sudah menunjukan pukul 21.30 lagi, hari sudah sedikit larut, Juno tidak enak hati, mengantar kekasih pulang diatas waktu itu.

"Tukang tambal mana jauh lagi dari sini?" Juno berulang kali melirik jam dan jarak antara mereka dan tukang tambal.

"Ini sudah larut sekali, aku tidak ingin kamu dimarahin bapak negara Johan Hana!" Juno mengomel, dia panik, itu terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Jangan panik Jun, andai aku punya pintu ajaib Doraemon, aku sudah keluarkan dan pulang lho, kita dorong aja pelan-pelan, pasti nanti ketemu tukang tambalnya!" Hana memberi usul.

Juno tampak berfikir, kedua pendarnya merotasikan kekanan dan kekiri.

"Aha...!"

"Baiklah, kota dorong sama-sama"

"Kamu yang dorong, aku yang ikutin dari belakang Jun, masak iya tega lihat cewek seimut aku dorong motor?"

Netra Hana berkedip-kedip, raut wajahnya diimut-imutkan, mirip anak kecil yang minta dibelikan mainan.

"Hufft," Juno menarik nafas panjang, bagaimanapun tidak mungkin juga Hana yang mendorong motor ini, apa jadinya jika ada yang melihat, bisa jatuh harga dirinya.

Jadilah mereka berdua berjalan mesra sambil mendorong Kattie, nama motor kesayangan Juno, entah dari mana dan bagaimana kisahnya itu motor bisa diberi nama Kattie, bahkan Juno berencana memasukkan Kattie kedalam daftar kartu keluarga miliknya jika kami menikah kelak. Eh.

Sedang asyik mendorong motor, tiba-tiba saja Mba' Bunga Citra Lestari bernyanyi lembut sekali, asal suara itu ditambah dengan getaran.

Drrrttt... Drrrttt....

Membuat saku baju Hana bergetar, Hana mengambil ponsel Android slowmi miliknya. Dan jelas tertulis sebuah nama di depan layar ponsel milik Hana.

"Bapak Negara Jo"

"Halah gaswat Jun, ayah Jo nelpon ini!" Hana terlihat heboh, Juno juga sama hebohnya, lalu dengan sigap, Juno menurunkan standart Kattie.

"Tenang Hana, tenang. Kita bukan sedang melakukan hal yang aneh-aneh, kita sedang kenak musibah, ban motor gembos!" Juno menenangkan, lalu melirik jam ditangannya, masih pukul 21.30, belum berubah.

"Jun, ini sudah pukul 22.15, jam kamu korupsi waktu itu aaaahhh, Ayah pasti ngomel ini!" Hana panik, ternyata jam tangan Juno mati kehabisan daya baterai.

"Duh, angkat angakat saja!" Juno meminta Hana menjawab panggilan itu, lalu tiarap di sebelah kiri motor, mengantisipasi bom kemarahan meledak.

Hufttt....

Hmmmpppss....

Hana menarik nafas lumayan panjang, lalu sepersecond setelahnya.

"Malam ayah!"

"Hana, kamu dimana? Ini sudah pukul 22.15 lewat, kamu tidak ingat pulang? Mau lihat kepala ayah tambah lebar botaknya?"

Suara nyaring bagaikan terompet sangkakala keluar dari lelaki botak yang sedang mencak-mencak di seberang sana.

"Motor mogok yah, ban gembos noh!"

Hanna mengalihkan panggilan ke panggilan video call, lalu menunjukkan mana bagian motor yang mengalami ban gembos.

"Hana cepat pulang, naik ojek atau taksi, ini sudah sangat malam, nanti Hana kenapa-kenapa!" benar saja Ayah sudah mencak-mencak.

Hana menjauhkan ponselnya dari telinga, suara ayah sangat menggelegar. Membuat telinganya menderita.

Setelah perdebatan sengit sekali, akhirnya ayah Jo mengalah, melihat presisi Juno yang terlihat memelas meminta keringanan waktu dan alasan-alasan masuk akal lainnya.

Mereka berdua lanjut mendorong motor, mendorong pelan-pelan, seakan tambal ban itu ada didepan mata, padahal aslinya sangat jauh jaraknya.

"Ih kok jauh ya Hana tambal ban nya?" Juno mengeluh, dia lelah mendorong motor ini hampir setengah jam lamanya.

"Sulit sekali tambal ban di sekitar sini, ini Kattie juga pakai bocor segala?" Hana terlihat kesal, Kattie suka berulah disaat yang tidak tepat.

"Ga boleh gitu sama anak sendiri, gini-gini Kattie banyak jasa lho sama kita, dia selalu ada buat kita, kan sekali-kali wajar dia manja kayak gini!" Juno membela motor kesayangannya itu.

"Iye iye, menang banyak dah elu Kattie, Ayahmu menyelamatkan mu dari rutukkan ibu tirimu ini!" Hana hiperbola, entah sejak kapan dia ikut-ikutan tidak waras seperti Juno.

Ketika sedang asyik dorong mendorong, sebuah mobil jenis land Rover berhenti tepat di sisi mereka, Juno dan Hana berhenti.

Sesaat Juno tampak tersenyum, sementara Hana terlihat bingung dan pucat pasi.

"Kak Fano?" ucapan Juno keluar disaat yang bersamaan dengan munculnya sosok tampan, berwibawa dan Juno memanggilnya kakak.

Presisi tinggi, tegap, dan tampak lugas kini berdiri dihadapan Hana dan Juno.

"Kak Fano!" panggil Juno sekali lagi.

Prasa Juno menyebut sebuah nama yang tidak asing, Fano adalah kakak laki-laki Juno. Juno memang suka bercerita tentang anggota keluarganya, namun baru kali ini Hana melihat dengan nyata siapa itu Kak Fano.

Mereka memiliki tinggi yang hampir sama persis, hanya berbeda sedikit saja. Lebih tinggi Juno beberapa centi, kalau Juno ini tampan sekali, kalau Kak Fano itu wajahnya terlihat memiliki ketampanan yang tidak sopan sama sekali, terlalu tampan dan cendrung bisa membuat detak jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.

Garis wajah nyaris sempurna, rahang nya tegas, hidungnya tinggi, memiliki suara bariton yang mempesona sekali.

"Kalian berdua, sedang apa disini?" Kak Fano bertanya pada kami berdua, yang sudah mirip gelandangan dorong-dorong motor dijalan.

"Ban motor Juno gembos Kak, tambal ban masih lumayan jauh dari sini, noh di ujung jalan sana!" Juno mengarahkan telunjuknya pada sudut ujung jalan sepi yang jaraknya sekitar kurang lebih seratus meter dari posisi mereka.

"Masih jauh Jun, butuh pertolongan kakak?" lelaki itu menawarkan diri.

"Hmm..mau sih kak? Tapi," ucapan Juno menggantung, dia melirik jam di ponselnya, jarum jam sudah menunjukan angka hampir setengah sebelas malam.

Juno menatap presisi Hana yang diam saja sejak Kak Fano tiba. Dan dengan berat hati, akhirnya satu ucapan lolos dari mulutnya.

"Kak Fano, bisa tolong anterin pacar aku pulang kerumahnya? Pliss, kasihan dia kak sudah larut malam!" kata Juno.

Juno lalu menangkup kedua tangannya memohon agar kakak lelakinya ini luluh, dan mau mengantar Hana pulang, sebab bisa sangat bahaya jika bapak kepala negara Jo itu mengamuk, amarahnya sudah mirip ledakan bom Hiroshima dan Nagasaki, Juno bermonolog.

Fano menatap mereka berdua bergantian, lalu melirik arloji ditangannya. Lalu mengangguk, sementara Hana terlihat malu sekali.