webnovel

Salah Paham

Genggaman tangan Fano membuat langakah Hana tertahan disana, dan satu hal gila terucap dari mulut Fano.

"Ini calon istri Fano Bun, Hana namanya, Fano akan menikahinya Bun, sesuai sama keinginan Bunda!" ucapnya seketika.

Fano menarik presisi Hana, lalu mendekatkan tubuh Hana kepada Bunda.

Hana tampak bingung sekali, wajahnya sangat panik, terlebih saat yang bersamaan Ayah dan Dokter yang merawat Bunda masuk keruangan itu.

"Lihat Ayah, i-ini calon m-menantu kita!" Bunda tampak masih mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.

"Ini calon istri Fano, Fano membawa calon istrinya untuk Bunda!" Bunda Mus menangis, hatinya sangat terharu.

"Bunda mau kan oprasi? Bunda harus sembuh?"

Hiks.. Hiks..

Fano menenteskan air matanya, sementara air muka Hana pucat sekali, dia sama sekali belum bisa mencerna isi percakapan ini.

Bunda menarik tangan Hana, menginstruksikan mendekat, meminta Hana duduk di sisi brankar rumah sakit ini.

Hana mengikuti dengan wajah ambigu keras, dia benar-benar panik dan bingung.

"Dokter Wina, ini calon istri Fano. Dia akan menikah dengan gadis ini, gadis ini menantuku!" Bunda terlihat bahagia sekali, lalu memegang erat jemari Hana. Terasa sekali Bunda Mus menginginkan anaknya Fano menikah.

Terbukti dari ucapan asal keluar dari Fano tadi langsung menenangkan detakan jantung Bunda nya.

Bahkan Bunda Mus sudah setuju untuk melakukan operasi jantung dalam waktu dekat ini.

Hana duduk didalam ruangan Bunda seperti patung, dia masih ambigu, bagaimana bisa Kak Fano mengakui dirinya sebagai calon istrinya.

Juno tiba setelah keadaan membaik, Juno langsung menuju unit rawat inap Bunda. Juno bahkan berpapasan dengan Ayah dan Kak Fano yang tampak sedang berbicara serius, namun kali ini berbeda. Kak Fano menampilkan ekspresi yang tidak bisa dibilang terlihat santai, namun Ayah menampilkan ekspresi dengan rona bahagia, seperti habis menang lotre atau memenangkan hadiah supermewah dari undian-undian bertebaran.

"Ayah, kak Fano..! Bunda bagaimana?" Juno melempar tanya.

"Bunda sudah lebih baik, dan Bunda sudah setuju untuk di operasi!" Ayah menunjukkan ekspresi bahagianya. Karena jujur, Bunda menolak keras oprasi, dengan alasan takut mati ketika oprasi berlangsung, terlebih dia belum melihat anak tertuanya Fano menikah.

"Wah bagus sekali Ayah, Kak Fano. Hmm.. tumben Bunda mau di operasi?"

"Ini suatu keajaiban, apa penyebab Bunda bersedia di operasi?"

Juno bertanya polos, karena kalau sudah menyangkut operasi, bunda akan terlihat heboh sekali, dia menolak keras sekuat apapun cara membujuknya.

"Kak Fano menikah sama siapa? Sama nona Surabaya ya?" Juno asal ceplos, lalu tersenyum lucu.

"Hus, itu calonnya Kak Fano ada sama bunda di dalam, cepat kamu ketemu sana, sebelum diantar pulang kakakmu!" Ayah menginterupsi ocehan Juno yang tidak akan habisnya, mirip wartawan tabloid bawah tanah, ricuh sekali.

Juno berdiri tenang, langkahnya menuju ke arah pintu Unit ruangan bunda dirawat. Fano berdiri tiba-tiba dari duduknya.

Fano mencegah langkah Juno, Fano menarik lengan Juno, lalu mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya, seperti menunjukkan ekspresi tertahan.

Juno menatap Fano bingung, dia tidak paham sama sekali.

"Tolong jangan masuk!" prasa Fano menahan langkah Juno. Juno menatap ekspresi aneh dari wajah kakak lelakinya itu.

Namun seketika pintu itu terbuka, Dokter yang memeriksa Bunda memanggil seluruh keluarga Bunda Mus, dan seketika Juno menatap wajah Hana yang terlihat pucat, sedang duduk persis disebelah Bunda.

Juno menatap aneh pada ekspresi Fano sekali lagi, lalu wajah Ayah yang tampak ceria, kemudian Juno memeta keadaan sekitar, Bunda dan Hana terlihat saling menautkan jemari mereka.

"Masuk sini nak!" Bunda memanggil dengan suara lemah, namun air wajah Bunda tampak bahagia.

Juno menyeret langakahnya masuk keruangan itu, lalu mendekati Bunda dan mengecup jemari Bunda, Ayah juga masuk, hanya Fano saja yang terlihat mematung di depan pintu.

"Juno, kenalin ini calon menantu Bunda, Calon istrinya Fano!"

DEG.

Seketika Juno menatap presisi presisi Hana yang kini terlihat pucat pasi, pendar Juno memeta seisi ruangan, dia masih mencerna baik-baik ucapan Bundanya ini.

"Kok diam saja, Jun ini Hana. Johana calon istri kakak kamu!"

Juno terdiam, raganya mematung.

Inikah sebabnya sejak tadi Fano menahan langkahnya untuk memasuki ruangan ini.

Air wajah Juno berubah total, bahkan presisi Fano juga terlihat gusar.

Bahkan ketika Juno menatap Fano dengan tatapan penuh tanya, wajah Fano terlihat memucat.

***

Fano mengantar Hana pulang saat ini, ada tatapan sinis Juno ketika tak sengaja tatapan mereka bersirobok. Juno saat ini tengah menjaga Bunda Mus dirumah sakit, Bunda Mus ingin ditemani Juno saat ini. Menceritakan kebahagiaan hatinya ketika Fano sudah setuju untuk segera menikah.

Dan Juno tampaknya masih menyimpan ribuan tanya, namun mendengar penjelasan Ayah atas sakit Bundanya, Juno memilih diam sejenak, sambil menunggu. Menunggu Fano dan penjelasannya.

Hana dan Fano hanya diam saja, Hana bahkan lebih banyak menunduk dari pada menatap jalanan, jarinya menaut satu sama lain, gadis ini tampak gugup dan canggung. Fano juga mengalami hal yang sama, dia sudah canggung sejak beberapa saat lalu, Fano bingung, demi menyelamatkan nyawa Bundanya, Fano bahkan sampai bertindak hal gila, mengaku-ngaku kalau Hana adalah pacarnya, bukan hanya pacar, tapi calon istri.

Begitu Hana memasuki daerah rumah yang dia sebutkan tadi, Hana menunjuk sebuah Lorong bernama Gang Sempit, untuk kemudian mobil Fano berhenti. Fano menatap lorong yang terlihat gelap sekali itu.

"Rumah kamu masuk ke dalam lorong ini?" Fano menatap Hana, lalu menatap lorong itu, terasa sangat gelap sekali.

Hana mengangguk, lalu bergegas turun dari mobil land Rover itu. Hana turun dari mobil dan berjalan tergesa-gesa. Fano turut turun, lalu memanggil presisi Hana yang mulai memasuki Lorong itu.

"Hana tunggu..!" Fano mengejar presisi Hana yang seketika sudah berada di mulut Lorong Sempit yang gelap itu. Setengah berlari karena Hana jalan cepat sekali.

"Aku antar kamu sampai rumah kamu!" ucap Fano tiba-tiba.

"Sudah kak tidak usah, aku bisa sendiri!" Hana menolak, Hana merasa tidak enak dan canggung sekali.

Fano menghidupkan daya penerangan dari ponselnya. "Mari aku antar, jalanan ini gelap sekali, waktu juga sudah lewat pukul 00.00 wib!"

Fano menunjukkan jam diponselnya, Hana menatap sekitar, ada rasa takut tiba-tiba merayap dihatinya, Hana jadi ingat, pak Raden tetangga depan rumah Hana mengeluh pernah bertemu setan wanita di bawah pohon sukun di pertengahan lorong gang ini.

"Duh Gusti!"

Hana membatin, seketika gelenyar rasa takut telah merayap dihatinya, ya Hana adalah gadis penakut. Mau tidak mau Hana mengiyakan tawaran Fano.

Lalu mereka berdua kini jalan beriringan, dengan Hana yang memposisikan dirinya tepat disebelah Fano, malam telah larut, jalanan telah gelap, hari pun sudah sangat sepi.

Bersambung