webnovel

KEJANGGALAN

=part I=

Buyung telah selesai mandi karena tubuh

nya berkeringat sebelum pulang.

Ia membersihkan seluruh badannya dengan cermat sambil terus berfikir.

Begitu banyak kejanggalan, pikirnya.

Sambil mengganti pakaiannya, ia terus memikirkan berbagai hal yang aneh.

Kenapa bisa harimau betina itu mati, padahal buyung kesana sehari sebelumnya?

Kenapa bau harimau bisa menempel pada Bu guru itu?

Kenapa harimau itu mengerang seperti itu?

Begitu banyak pertanyaan dalam benaknya.

Buyung dengan rasa penasaran menye

linap ke dalam kebun binatang.

Dilompatinya pagar belakang dimana tidak ada pengawasan dari pihak keamanan.

Ditambah pagar itu pun sangat sulit untuk bisa dinaiki oleh manusia.

Setiba di kandang harimau, Buyung mem

perhatikan keadaan sekitar lalu melompat.

Di kegelapan yang hanya diterangi cahaya bulan, ia berjalan mendekati tempat harimau

"Di sinilah ia terbaring tadi. Tapi kenapa?"

"Grrrrrrrr.... " terdengar suara mengerang

Buyung kaku terdiam, tapi ia tidak takut.

Perlahan ia menoleh ke belakang.

Sesosok mata berwarna merah di balik kegelapan sedang mengintainya.

Berjalan mendekati buyung dengan lambat.

Hingga mulai tampak sosok sebenarnya.

Buyung berdiri sambil memutar badan.

Dengan lembut ia menatap mata harimau jantan itu, dan tiba-tiba keluar sosok lain.

3 ekor anak singa mengikuti sang jantan.

Harimau jantan itu berhenti, lalu buyung berjalan lambat mendekatinya.

Setelah dekat, harimau itu menunduk dan mengusap kepalanya ke wajah buyung.

Buyung membelai bulu lembut dan lebat di kepala harimau jantan itu.

Sangat terasa bagi buyung, perasaan kehilangan si harimau.

"Kamu yang sabar ya. Aku akan mencari pelakunya. " kata buyung kepada harimau.

Hingga tengah malam, buyung terus meneliti dan mencari berbagai petunjuk.

Dan buyungpun tertidur bersama kawanan

harimau yang ia tahu persis keadaannya.

=part II=

Azan subuh berkumandang di sekitar.

Buyung terbangun, dan memindahkan kaki harimau jantan yang menindih badannya.

Dengan sigap ia memanjat keluar.

Waktu subuh yang sangat cepat berlalu menuntutnya mempercepat gerakan kakinya.

Saatnya ia beribadah kepada Tuhannya dan mempersiapkan diri untuk pendidikannya.

Setelah membersihkan diri, melaksanakan kewajibannya, ia pun bersiap berangkat.

Petunjuk tentang pelaku sudah ia dapatkan namun ada hal yang mengganjal pikirannya.

Buyung ke sekolah dengan cepat pagi ini.

Ia mematung di depan ruangan kepsek.

Pak kepsek, sang paman tiba dan terkejut

saat akan memasuki ruangannya.

Pak kepsek melihat buyung berdiri mematung tepat di depan pintu ruangan.

"Ado apo kamanakan? Tagang bana muko tu?(Ada apa ? Serius sekali wajahmu?)".

Pak kepsek bertanya sambil membuka kunci pintu ruangannya.

"indak ado mak. Ado nan mangganja setek. (ngak kok paman.Ada yang mengganjal saja)".

Buyung memasuki ruangan setelah pak kepsek mempersilakannya untuk masuk.

Buyung menceritakan kejadian yang menimpanya dan siapa yang dia curigai.

Pak kepsek berdiri dan terlihat marah dengan perkataan buyung saat itu.

Dengan bahasa yang halus pak kepsek menyuruh buyung untuk keluar ruangan.

Buyung meminta maaf dan segera keluar ruangan untuk menuju ke kelas.

Dalam perjalanan ke kelas buyung hanya tersenyum dan melihat ke jam tangannya.

Senyuman buyung menandakan ada titik terang dari rasa penasarannya.

Ingin segera buyung memberitahukan kepada pelaku apa yang sebenarnya terjadi.

=part III=

Suasana hening di kelas seperti hari-hari lainnya saat buyung memasuki kelas.

Pagi ini jam pelajaran guru sejarah, guru muda yang cantik yang kemarin mengajar.

Namun guru muda itu tidak masuk dika renakan sakit dan akan digantikan guru lain.

Rahmat yang duduk di samping buyung menceritakan keprihatinannya.

"Tidak apa-apa rahmat, ibu itu hanya sakit."

kata buyung lalu menoleh.

Buyung kemudian menatap mata rahmat dengan dalam dan penuh empati.

"InsyaAllah beliau tidak sampai seperti harimau itu" kata buyung dengan tegas.

Rahmat memalingkan wajah dan terdiam.

Wajahnya yang putih terlihat memerah dan dia mendadak berdiri dan berjalan keluar.

Buyung memanggil rahmat namun rahmat tidak menoleh dan terus berjalan.

"KENAPA? coba kamu jelaskan!" buyung sedikit mengeraskan suaranya.

Siswa di kelas bisa mendengar suara buyung dengan jelas.

Namun semua seperti pura-pura tidak tahu.

Dan melanjutkan kegiatan masing-masing.

Rahmat pun dengan jelas mendengar per

kataan rahmat itu.

Dia berhenti sejenak lalu berkata "Kamu tidah tahu apa-apa buyung".

Buyung menjawab "Pukul 5 sore ini pergi lah ke kandang harimau lagi. "

"Kamu salah dengan pemikiranmu" buyung menambahkan.

Rahmat lanjut berjalan hingga benar-benar keluar dari kelas.

Buyung mengambil sesuatu dari dalam tas

nya dan memasukkan ke dalam tas rahmat.

Tergurat kesedihan di wajah buyung.

=part IV=

Hari sudah pukul 5 sore.

Buyung duduk menunggu sendiri di depan kandang harimau .

Harimau jantan yang berada di kandang berlarian bergelut dengan tiga anaknya.

Buyung tersenyum memperhatikannya.

Di kejauhan tampak rahmat berlari ke arah buyung dengan kencang.

Setelah dekat dengan buyung beberapa meter, rahmat berjalan perlahan.

Rahmat duduk di sebelah buyung dan ikut memperhatikan harimau-harimau itu.

Mata rahmat mulai dilinangi air mata.

Rahmat tertunduk, menangis terisak-isak.

"Maaf buyung, aku benar-benar tidak tahu"

"Dia telah membuat tangan ayah cacat."

"Setiap ku tanya, ayah selalu tersenyum dan bilang bukan harimau itu."

"Padahal memang dialah yang membuat tangan ayah terpotong. Dan..."

"Dia tahu itu racun, kenapa masih mau memakannya? " rahmat menunjuk ke kandang

"Kenapa dia tidak marah,harusnya dia me

lindunginya."sesal rahmat sambil menangis.

Rahmat menunjuk ke harimau jantan.

"Mereka seperti ikhlas dengan kematian harimau betina itu" Rahmat menunduk lagi.

"Kalau aku tahu bukan harimau itu..."

Rahmat terisak-isak dan bersujud menyesali perbuatannya.

Terdengar suara dari balik Pohon.

Sosok itu menampakkan diri nya sambil berbicara kepada rahmat.

"Ayah tak tahu kamu sampai berbuat begini. Ayah minta maaf ya nak".

Pak Kepsek menampakkan dirinya.

"Ini salah ayah tidak menjelaskannya ke padamu, karena ayah takut..."

"Ayah takut kamu akan terus menyalahkan dirimu sendiri". Kepsek mendekati anaknya.

Kepsek berlutut dan menarik bahu rahmat.

Rahmat masih tertunduk walau badannya tegak karena tarikan ayahnya.

Kepsek mengangkat dagu rahmat dengan lembut.

Dengan air mata menetes, dia menatap rahmat tanpa sepatah katapun.

"Tidak apa-apa nak, mereka sudah ikhlas."

"Sama seperti ayah, dia juga hanya ber maksud melindungi anaknya saat kamu jatuh"

"Karena kamu jatuh tepat di atas anak-

anaknya. Untung saja saat itu ... "

"Ya, untung saja saat itu dia menerkam kaki ayah setelah ayah berhasil menangkapmu".

Kata-kata dari Kepsek mengakhiri kejadian memilukan malam itu.

Bersambung...