webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#024: Perasaan Endra

"Gue kan sering nanya tuh karena nggak tau, tapi sekali pun dia nggak pernah mau coba ngasih tau. Berarti jelas ada hubungannya kan," kata Endra membela diri.

"Karena Bu Sarah itu memang menganut prinsip, biarkan orang belajar dengan caranya sendiri. Jadi maksudnya tuh, kalau setiap kali ada masalah orang-orang akan langsung bertanya jalan keluarnya, lalu kapan mereka bisa memecahkan masalahnya sendiri." Asti menjelaskan dengan bijak. Sesuatu yang jarang Endra temukan saat mengobrol dengan Asti.

"Karena bagi Bu Sarah, orang yang mampu menemukan jawaban atas usahanya sendiri meski selama apapun itu, jauh lebih berharga dibanding orang yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat tapi hasil dari jerih payah orang lain," lanjutnya lagi tak kalah bijak.

"Lo kok sering sok tau banget sih soal si sadis itu," cibir Endra merasa tak terima dengan nasehat sok bijaknya Asti.

"Emang gue beneran tau kok," balas Asti tidak terima.

"Oke, terus apalagi? Apa lagi yang perlu gue tau tentang si sadis itu," sahut Endra dengan nada meledek.

"Ya kalau itu sih lo cari tau sendiri," balas Asti cuek. "Oh tapi ada nih satu hal penting yang harus banget lo tau." Asti buru-buru memasang tampang sok seriusnya. "Bu Sarah itu tipikal orang yang sangat menutup diri. Lo nggak akan pernah dapet informasi apapun dari mulutnya langsung. Gue aja nih yang udah lama kerja sama Bu Sarah, palingan cuma ngerti 30 persennya aja, ah enggak ding, 10 persennya aja deh kayaknya." Asti malah tampak linglung.

"Kalau itu sih gue juga udah tau. Si sadis itu emang tertutup banget orangnya. Informasi seputar dia juga gue dapet dari lo doang kan," kata Endra yang merasa paham betul soal itu.

"Nah ya itu. Tapi lo jangan coba-coba cari tau soal Bu Sarah," peringat Asti serius.

"Kenapa emang?"

"Ya karena Bu Sarah orang yang menutup diri, dia juga nggak suka kalau ada orang yang tau soal kehidupannya."

"Lah, ribet amat."

"Kalo lo mau cari mati sih terserah. Saran gue sih, kalau lo masih mau hidup panjang, jangan coba-coba usik kehidupan Bu Sarah. Soal apa yang belum lo ketahui, biarin aja selamanya lo nggak perlu tau."

"Emang selain sifat buruknya dia sama soal kerjaan, dia punya kehidupan apa lagi yang orang lain nggak boleh tau?" Endra malah jadi penasaran. Karena setahu Endra, kehidupan Sarah memang hanya berkutat di rumah dan di tempat kerjanya saja. Jadi, kehidupan apa yang Asti maksud itu?

"Banyak. Banyak banget malah," kata Asti membuat Endra jadi makin penasaran. "Tapi, seperti saran gue tadi, tentang apa yang belom lo tau, mending selamanya lo nggak perlu tau aja." Asti memberikan tatapan seriusnya pada Endra. "Emangnya, lo mau jadi suami Bu Sarah seumur hidup lo?"

"Enggak, ogah banget!" jawab Endra cepat. Endra mulai mencari kursi kosong yang bisa didudukinya karena sejak tadi dirinya berbicara dengan Asti sambil berdiri.

"Terus, mau sampe kapan?" tanya Asti mengikuti keberadaan Endra, yang sekarang sudah duduk di salah satu kursi satu setengah meter dari tempatnya duduk.

Endra terdiam. Sejujurnya ... dia juga tidak tahu akan sampai kapan dirinya menjadi budak Sarah.

"Nggak bisa jawab ya?" tebak Asti kemudian melihat Endra hanya terdiam.

Suasananya mendadak lengang. Suara berisik yang sejak tadi ditimbulkan oleh percakapan Endra dan Asti itu, langsung teredam saat Endra tidak balas menjawab pertanyaan Asti.

Memang, di lantai dua ini hanya ada sekitar sebelas orang, termasuk diantaranya Endra, Asti dan Yanti. Selebihnya, para pegawai mulai turun ke lapangan untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Ada yang berkeliling dari satu mal ke mall lain untuk menjalankan tugasnya sebagai fashion merchandising maupun fashion buying. Ada yang mengecek keadaan tempat produksi di mana produk fashion yang sudah di acc Sarah akan dilanjutkan untuk diproduksi di tempat produksi. Dan ada yang bekerja mencari material untuk digunakan dalam pembuatan produk fashion selanjutnya. Semuanya sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

"Nih, Ndra, sekarang gue beneran mau nanya serius sama lo deh," ucap Asti akhirnya melihat Endra masih tetap diam. "Sebenernya, lo pengen Bu Sarah kayak gimana sih ke lo?"

Awalnya Endra sempat heran melihat tampang Asti yang terlihat cukup serius, tapi saat yang keluar dari mulut Asti adalah pertanyaan tadi, Endra justru mendecakkan lidahnya kesal. "Nggak usah ditanya lo juga harusnya tau kan, As."

"Udah sih tinggal jawab aja," tuntut Asti tak sabar.

"Ya jelas gue pengen dia berubah-lah. Gila aja dia terus memperlakukan gue kayak sampah gitu."

Seketika saja Asti langsung menyunggingkan senyuman. "Jadi ... kalau Bu Sarah berubah, apa lo bakal jatuh cinta lagi sama Bu Sarah?"

Endra mengernyit bingung. "Maksud lo apa sih, As, sebenernya?"

Asti berdecak pelan mendengar balasan sok polosnya Endra, lantas berkata, "Maksud gue ... gue beneran pengen tau gimana perasaan lo sebenernya sama Bu Sarah." Akhirnya Asti menjelaskan juga maksud ucapannya sendiri.

"Ha? Ya udah jelas benci-lah, benci banget malah gue sama dia."

"Tapi lo dulu pernah jatuh cinta sama Bu Sarah kan?"

"Ya itu karena gue nggak tau aja sifat aslinya."

"Nah makanya itu, kalau tiba-tiba sifat Bu Sarah sesuai sama yang lo mau, kira-kira gimana perasaan lo sama Bu Sarah. Apa bakal tetep benci juga?"

Endra terdiam. Meski sebenarnya dia merasa kesal dengan pertanyaan Asti yang tidak berfaedah, tapi tiba-tiba Endra jadi ikut memikirkan kemungkinan itu.

"Usia Bu Sarah saat ini 28 tahun. Dan gue tau banget kalau Bu Sarah nggak pernah suka apalagi jatuh cinta sama cowok mana pun. Gue bocorin satu hal ke lo nih, Ndra. Bu Sarah itu sebenernya benci sama cowok, bisa dibilang anti banget sama cowok. Bukan sama lo doang. Tapi hampir sama semua cowok. Ya ... kecuali Pak Rudi sama Pak Dedi sih karena mereka berdua pegawai sini."

Endra tidak terlalu terkejut mendengar fakta itu. Karena melihat kejutekan dan kesadisan Sarah, cowok manapun juga ogah deket-deket sama Sarah saat tahu sifat aslinya Sarah yang mirip iblis itu.

"Gue aja awalnya sempet yakin kalau Bu Sarah akan hidup melajang. Tapi sekarang, coba lihat status Bu Sarah sama lo?" Asti melemparkan pertanyaan aneh pada Endra.

Yang langsung dijawab Endra dengan, "Lah, itu kan cuma pernikahan bohongan, As."

"Emang akad nikah lo dulu sama Bu Sarah bohongan? Terus buku nikah yang kalian miliki itu juga bohongan? Enggak kan?!"

Endra tidak membantah. Tapi seharusnya Asti tahu bukan itu masalahnya. Pernikahan yang dilakukannya memang sah secara hukum maupun agama, tapi di luar itu, ada alasan khusus dan perjanjian yang telah mengikat pernikahan mereka. Dan Asti juga tahu betul soal itu.

Review-nya ditunggu. Biar aku makin lancar updatenya.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts