webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#025: Men-generalisasikan Semua Laki-laki

"Yang mau gue sampein sebenernya ke lo itu..." Asti berusaha mengatakan sesuatu.

Endra jadi dibuatnya penasaran akan maksud ucapan Asti yang sedari tadi hanya berputar-putar tidak jelas.

"...kalau Bu Sarah udah sedikit banyak berubah karena kehadiran lo, Ndra."

Endra mengernyit bingung. "Hah? Apaan sih maksud lo, As, gue malah tambah nggak ngerti."

Asti membuang napas panjangnya sebelum menjelaskan maksud ucapannya itu. "Gue kan sebelumnya bilang kalau Bu Sarah anti banget sama cowok. Tapi sekarang malah Bu Sarah udah punya suami, dan itu lo."

"Gue budaknya, As, bukan suaminya," ralat Endra cepat.

"Iya gue tau. Tapi lo nggak tau kan gimana Bu Sarah dulunya, lo pasti nggak bakalan percaya deh kalau gue ceritain."

"Dia dulu baik hati dan tidak sombong gitu, As, apa gimana?" Endra masih tidak bisa mengerti.

"Lo inget nggak waktu pertama kali lo dateng ke kantor ini gimana? Ada tulisan mengenai area khusus perempuan kan?"

"Sampai sekarang juga masih ada noh tulisan itu di pintu masuk," sahut Endra menolak lupa.

"Nah iya itu. Saking antinya Bu Sarah sama cowok, dia bener-bener membatasi cowok buat masuk ke ruang kantornya ini. Dan pas akhirnya lo dateng, jujur aja gue kaget, karena walau Bu Sarah memperlakukan lo kayak budaknya, tapi tetap aja Bu Sarah mau berkomunikasi sama lo. Apalagi sekarang lo tinggal satu rumah kan sama Bu Sarah?"

Endra mengangguk. "Terus kenapa?"

"Itu tuh hal yang mustahil banget tau, Ndra, sebenernya."

"Masa sih?" Endra masih tidak bisa percaya.

"Gue udah kenal Bu Sarah sejak gue masih kuliah, Ndra. Dan gue beneran ngerasa banget kalau Bu Sarah sekarang mulai berubah."

"Padahal gue ngerasa dia tetep aja sadis, nggak ada berubah-berubahnya kok," balas Endra tetap tidak mau sependapat dengan Asti.

"Bukan itu, Ndra, masalahnya."

"Lah terus apaan sih, As? Lo udah kayak sinetron di TV aja deh, cuma muter-muter aja nggak jelas," Endra mulai sewot.

Asti menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan perlahan. Lantas mendaratkan tatapannya pada Endra dengan serius. Membuat Endra jadi dibuatnya penasaran.

"Gue cuma mau..." Asti sengaja menggantung ucapannya hingga membuat Endra tanpa sadar meneguk ludahnya was-was. "...lo bisa bikin Bu Sarah jatuh cinta sama lo," lanjutnya disertai anggukan mantap.

"HA?!!" Serta merta Endra dibuat melongo mendengar perkataan tidak masuk akalnya Asti tadi.

"Lo udah sejauh ini, Ndra. Dan gue rasa, cuma lo yang bisa bikin Bu Sarah jatuh cinta," kata Asti seolah ingin meyakinkan Endra bahwa perjuangannya akan sia-sia jika Endra tidak menuruti perkataan Asti.

Endra menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali. "Nggak masuk akal. Bener-bener nggak masuk akal."

"Lo dulu udah pernah suka sama Bu Sarah kan? Itu udah jadi langkah yang bagus buat bikin perasaan lo semakin nyata. Tinggal lo usaha dikit lagi biar bisa bikin Bu Sarah ngebalas cinta lo, Ndra."

Endra langsung berdiri dari tempat duduknya. "Lo minta hadiah apa, hah? Buruan ngomong, gue beliin sekarang juga. Biar lo nggak perlu ngomong aneh-aneh lagi cuma biar dapet hadiah dari gue."

"Lo ngomong apaan sih?" Asti malah menatap Endra bingung.

"Gue tau. Lo sebenernya lagi ngejebak gue kan, biar lo bisa nunjukin kalau ucapan gue yang udah lo rekam dan bilang nggak bakal jatuh cinta sama Sarah itu bisa lo menangin kan?"

Asti tertawa saat Endra mengingatkannya soal itu. "Lo masih inget aja ya."

Endra berdecak sebal. "Gue tau niat licik lo, As."

Asti berusaha menghentikan tawanya. Kemudian matanya mulai menatap Endra dengan serius. "Bu Sarah udah jadi orang yang penting buat gue, Ndra. Sama seperti Yanti, Bu Sarah juga udah memberikan bantuan yang besar buat gue, sampai gue bisa ada di titik ini."

Endra jadi tertarik untuk mendengar ucapan Asti lagi. Dia akhirnya memutuskan untuk kembali duduk.

"Lo tau, Bu Sarah sebenernya orang yang sangat baik yang pernah gue temui selama ini." Tatapan mata Asti menerawang entah kemana. "Dia udah jadi malaikat penyelamat buat gue, juga buat semua pegawai yang ada di kantor ini." Kali ini, Asti kembali mendaratkan tatapannya ke arah Endra. "Semua orang yang bekerja di sini, semuanya pernah ada di posisi yang sulit, seperti halnya Yanti. Dan Bu Sarah datang untuk menolong kami dan membawa kami semua ke sini."

Memang benar apa yang Asti ucapkan. Kantor fashion yang dimiliki Sarah ini sebenarnya bukan terdiri dari para orang profesional di bidang fashion, meskipun ada beberapa orang yang berpendidikan sesuai dengan bidang ini, tapi lebih banyak yang tidak. Rata-rata pegawainya memang direkrut Sarah karena satu dan hal lainnya.

Meski begitu, orang-orang yang pada akhirnya bekerja di bawah naungan Sarah, selalu saja merasakan kekaguman yang tak terkira, hingga tak ada satu ucapan buruk pun yang pernah Endra dengar tentang Sarah. Semua pegawainya seolah tidak pernah merasa keberatan dengan ketegasan dan kedisiplinan yang Sarah tunjukkan. Seolah mereka jauh lebih mengenal Sarah dibanding apa yang selalu Sarah tunjukkan itu.

Endra tidak bisa mengerti kenapa para pegawai Sarah terlihat begitu memuja Sarah seperti itu. Hanya saja, Endra jadi mulai mencerna setiap ucapan yang dikatakan Asti. Dan ... alasan kenapa Asti tidak terkejut saat Endra menceritakan soal Yanti rupanya karena Asti juga pernah berada di posisi yang sama. Tapi, kenapa? Kenapa Sarah melakukan itu?

"Kalo lo tanya kenapa Bu Sarah bisa berlaku baik ke semua pegawai perempuannya, gue juga nggak tau. Hanya saja yang gue tau ... kalau Bu Sarah nggak akan ngelakuin hal yang sama pada semua yang berjenis kelamin laki-laki."

"Kenapa?"

"Gue nggak tau, Ndra. Dan gue juga nggak pengen tau. Karena Bu Sarah membatasi masalah itu."

Endra benar-benar dibuatnya tak bisa mengerti. Kini bukan pertanyaan soal, kenapa Sarah bisa memperlakukan Yanti dengan baik sementara pada dirinya tidak. Tapi kali ini yang muncul di kepala Endra adalah pertanyaan, kenapa Sarah membenci laki-laki? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa jangan-jangan Sarah pernah punya pengalaman buruk dengan laki-laki? Makanya dia jadi men-generalisasikan kalau semua laki-laki itu sama?

"Dari cerita gue barusan, lo udah tau kan, soal sisi Bu Sarah yang belum lo ketahui? Dan gue pengen minta tolong ke lo. Kalau lo bisa masuk ke kehidupan Bu Sarah lewat perjanjian yang Bu Sarah buat, berarti lo bisa masuk ke dalam hati Bu Sarah untuk mulai memberikan perasaan baru pada Bu Sarah."

Endra tersenyum miris. Hanya sekadar memikirkannya saja, rasanya sungguh mustahil. "Tapi itu nggak mungkin, As. Sarah bahkan nggak nganggep gue laki-laki, dia cuma nganggap gue sebagai tong sampahnya," kata Endra memperjelas posisinya.

Masih ditunggu review dan komentarnya. Semoga ceritanya semakin menarik diikuti. Thanks.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts