webnovel

BOUND (ON GOING)

Lira tidak pernah bermimpi untuk terjerat pada Laki-laki misterius bernama Arash, laki-laki aneh yang sekaligus paling mengerikan di angkatannya. Terikat  dengan Arash membuat kehidupan Lira berubah seratus persen, laki-laki itu mendekap erat batinnya hingga lira kesulitan bernafas, tidak jarang lira mendapatkan perlakuan keji yang sangat kasar oleh Laki-laki itu, itu semua ia lakukan karena ia tidak ingin kehilangan Lira, Arash sudah terlanjur gila karena Gadis itu. Namun semuanya berubah saat Lira hampir merenggang nyawa akibat hukuman yang di berikan laki-laki itu. Arash berjanji, tidak akan lagi melukai gadisnya, perempuan kesayangannya.

amelianggi7 · Horror
Not enough ratings
8 Chs

Bagian 5, Lira pembunuh?

Lira bergerak gelisah di atas tempat tidurnya, berkali-kali ia mencoba menutup mata untuk tidur tapi Lira benar-benar tidak bisa Tidur dalam keadaan gelap gulita.

Sejak tiga puluh menit lalu, Lampu mendadak padam, Handphonenya pun kini telah mati karena sedari tadi ia mainkan, ia tidak tau lagi harus melakukan apa sekarang.

Saat Lira kembali mencoba menutup matanya, tiba-tiba ada sebuah lengan kekar yang memeluknya dari belakang, Sontak Lira membulat kan Matanya terkejut dan refleks berteriak.

"AARGH-!"

Tangan kekar itu membekap mulut Lira kuat, Lira sudah menangis sesenggukan, demi apapun dia sangat takut sekarang.

"Jangan takut sayang," Orang itu bersuara, kemudian membalikkan tubuh Lira agar berhadapan dengannya, meski begitu Lira tidak dapat melihat wajah laki-laki di depannya karena gelap.

Tapi....Suara itu... Lira mengenal suara itu, isakan tangisnya tidak lagi terdengar tapi rasa takut yang ada dalam dirinya semakin bertambah, Meski gelap, Lira memberanikan diri menyentuh wajah laki-laki di depannya dengan tangan bergetar,  memastikan bahwa dia tidak salah orang.

"A-rash,..." Ucap Lira terbata.

Arash diam-diam tersenyum, lalu perlahan memegang tangan Lira yang berada di pipinya.

"Iya, ini aku," Ucap Arash masih dengan senyum lebarnya yang tidak dapat dilihat oleh Lira. Arash tersentak terkejut saat Lira melepaskan tangannya dari pipinya dengan kasar. Hal itu berhasil membuat Arash menggeram marah.

"K-kamu... Ar-rash ke-knapa ke sini?"

Pertanyaan Lira kini benar-benar memancing emosinya, ia tidak suka dengan pertanyaan itu, ia lantas merapatkan tubuhnya pada gadis didepannya.

"Kenapa kamu nanya gitu?" Arash menjeda ucapannya lalu mengelus pipi Lira pelan dengan seringai di wajahnya, hal itu justru membuat tubuh Lira semakin kaku menegang takut, "kamu itu pacar aku, punya aku, dan aku berhak atas segala sesuatu yang menyangkut tentang kamu, jadi.... Terserah aku".

Suara tanpa ekspresi itu benar-benar membuat Lira membatu, Mungkin hidupnya tidak akan pernah damai lagi, Kini ia terjebak dengan permainan laki-laki mengerikan di hadapannya ini.

"Kenapa harus aku Arash?," Tanya Lira dengan nada bergetar menahan tangis. Tidak ada jawaban dari Arash, Laki-laki itu hanya menyeringai sembari mengusap punggung Lira pelan.

Lima menit berlalu dengan Hening, Lira berbalik membelakangi Arash, ia tidak suka berada di dekat lelaki itu terlalu lama. Tapi yang namanya Arash pasti tidak akan pernah membiarkan ia jauh darinya, Arash kini memeluknya dari belakang, menyelusup kan kepalanya di ceruk leher Lira hingga nafasnya terasa sangat menggelitik sekaligus membuat Lira merinding di waktu bersamaan.

"Kamu cuma punya aku, Lira,"

******

Paginya, Lira terbangun dengan kepala yang berdenyut pusing dengan matanya yang sangat berat untuk di buka, mungkin bengkak, namun sekelebat ingatan tentang kejadian tadi malam refleks membuat ia Melotot, ia Sontak menoleh ke arah sampingnya dan tidak menemukan siapapun.

Lira menghembuskan nafasnya lega, Syukurlah Arash sudah pulang, bisa mati dirinya jika ketahuan orang tua kalau anak gadisnya tidur dengan Laki-laki asing.

Lira turun dari kasurnya dan beranjak ke kamar mandi. Untung saja hari ini ia sedang Libur, jadi ia tidak perlu repot-repot mempermasalahkan matanya yang bengkak dan memalukan ini.

setelah mandi dan memakai pakaian kasualnya, Lira turun dan ikut sarapan bersama keluarganya.

"Kak Zara mana, bunda?" Tanya lira saat tidak menemukan kakak perempuannya dimeja makan, Zara itu merupakan anak kedua setelah Raka, gadis yang cenderung judes dan memiliki mulut tajam namun sayang keluarga.

"Gak ada di cari, giliran Ada, lu gangguin mulu'" Lagi-lagi yang menjawab Raka.

"Aku gak nanya sama Abang yahhh!"

"Ck Bocillllllll,"

"Raka, jangan Begitu sama adik kamu!" suara tegas Wijaya membuat Raka bungkam, Lira senyum-senyum sendiri.

"Zara ada urusan di kampus, sudah, lanjutkan makan kalian" Kali ini suara itu dari Bundanya, Rianti.

Sarapan berlangsung tanpa ada lagi yang berani membuka suara, Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.

Selesai sarapan, Lira memutuskan untuk bersantai di ruang tengah dengan menonton TV. Rutinitasnya tiap akhir pekan adalah menonton kartun kesayangannya dengan berbaring di sofa depan TV.

"Seorang remaja berkebangsaan Indonesia-Jerman, di temukan dalam keadaan tidak bernyawa di dalam mobilnya yang sudah rusak parah, di duga Korban mengalami kecelakaan tung-"

seketika Lira membatu menatap layar tv yang sedang menampilkan berita itu. Di dalam sana, Ia dapat melihat sosok laki-laki dengan sebagian wajahnya rusak parah, Devaaa. Tubuh Lira mendadak Tremor, air mata sudah mengucur di pipinya, dia tidak mungkin salah lihat, Laki-laki itu adalah Deva, ia masih ingat pakaian yang dikenakan laki-laki itu, laki-laki yang Baru saja mengantarnya pulang ke rumah kemarin sore.

"Bukan Aku pembunuhnya, Bu-kan aku" Lira menggeleng cepat, air mata mengalir deras di kedua pipinya, ada rasa bersalah mendalam yang tiba-tiba menggerogoti hatinya.

Tanpa sadar, Lira berulang kali meracau dengan kalimat yang sama. Rianti yang samar-samar mendengar suara putrinya dari dapur langsung menghentikan kegiatannya, Ia berlari ke arah suara putrinya dan betapa terkejutnya Rianti saat menemukan Lira menangis di sudut ruangan dengan Lutut sebagai tumpuan kedua tangannya.

"Liraa, Kamu kenapa sayang!?,"

"Bukan aku pembunuhnya, Hikss" Rianti yang mendengar itu langsung menegang, putrinya.... tidak mungkin, ia percaya Putrinya tidak mungkin melakukan hal seperti itu.

"Liraa, Sayang..." Panggil Rianti lirik, namun Lira masih terus meracau dengan Isak tangis yang menyayat hati, Rianti lantas mengangkat wajah Lira yang tadi benamkan di kedua lututnya, Lira yang tersadar pun Menghentikan Isakan tangisnya.

"Bundaaa" ia menatap bundanya dengan sorot berkaca-kaca.

"Ada apa ini, Alira, cerita sama bunda,"

"Bukan aku yang membunuh Deva bunda hikss, bukan aku!" Tubuh Lira masih Tremor seperti tadi, Rianti semakin pusing dengan ucapan anak bungsunya itu.

"Bukan aku" ucap Lira lirih sebelum pandangannya memburam dan sepenuhnya Menggelap.

Rianti yang melihat itu sontak menjadi sangat panik, Lira pingsan dalam pangkuannya, sungguh ia sangat khawatir dengan kondisi putrinya saat ini. tidak ada orang di rumah, Raka dan Wijaya sudah pergi sejak tadi, Ia tidak mungkin menghubungi pak Sapri yang sedang cuti di kampung halaman, pada akhirnya Rianti memapah Lira hingga ke kamar gadis itu dan menelpon seorang dokter.

"Bagaimana dokter? Anak saya tidak kenapa-kenapa kan?" tanya Rianti saat melihat dokter selesai memeriksa Lira.

"dia tidak kenapa-kenapa, mungkin hanya kelelahan dan banyak pikiran yang membuat Lira jadi tertekan, sebaiknya, Ibu biarkan Lira istirahat dulu".

Rianti menatap Lira yang terlelap di atas ranjang, ia tidak tau apa yang terjadi dengan putri bungsunya itu, Ia hanya berharap ketakutan yang sempat ada di pikiran Rianti tidak benar-benar nyata. Lira gadis yang ceria dan sangat baik, Putrinya itu tidak mungkin melakukan hal sekeji itu.