webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Trapped in a Fancy Dinner

Lee Junmyung terus saja mengumbar senyumnya. Dia merasa sangat senang. Bukan, lebih tepatnya bahagia. Karena akhirnya dia bisa makan malam dengan Soojung.

Dan Inbi.

Tidak apa-apa, tidak masalah. Temannya itu mungkin akan menyindirnya, atau mengucapkan kata-kata sarkastik lainnya. Namun Junmyung bisa mengatasinya dengan cara menutup telinganya dan berpura-pura tuli. Tidak masalah jika hanya kata-kata saja. Asalkan gadis Choi tersebut tidak memorakporandakan acara makan malamnya dengan Soojung.

Junmyung membawa mereka ke sebuah restoran elit di pusat kota. Dia bahkan memesan ruangan khusus dengan desain khusus juga. Sepertinya pemuda ini tidak segan mengeluarkan banyak uang hanya untuk sebuah makan malam dengan seorang gadis yang sayangnya telah memiliki kekasih. "Aku senang kau akhirnya sembuh total, Soojung-ssi," katanya saat menunggu pesanan.

"Terima kasih," jawab Soojung tanpa menatap lawan bicaranya. Terlihat dari wajah kusutnya, bahwa dia sungguh tidak ingin berada di sini. Soojung terpaksa menuruti kemauan Junmyung karena perintah Jimin. Kekasihnya itu mengatakan, bahwa dia akan membuat si lelaki bermarga Lee berhenti mengganggunya setelah ini.

Sepertinya Junmyung terlalu buta, hingga tidak menyadari raut kusut Soojung. Bahkan terlalu tuli untuk mendengar nada datar gadis incarannya. Dia malah terus saja melanjutkan basa-basinya. "Apa kau suka tempat ini?" tanyanya sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.

"Ya, bagus," jawab Soojung dengan mata yang berlarian. Sebenarnya ia sangat menyukai interior ruangan yang di desain bak ruang makan permaisuri Dinasti Joseon tersebut. Membuatnya merasa seperti sedang makan malam pada zaman kerajaan dulu. Namun, ada sesuatu yang tidak mampu mengubah suasana hati Soojung. Lelaki yang duduk di seberangnya itulah penyebabnya.

Junmyung pun mulai bercerita dengan sombong. Tentang dirinya yang mengatur sendiri ruangan ini. Padahal Soojung dan Inbi yakin bahwa pemuda tersebut hanya main perintah. Kemudian tentang barang-barang dalam ruangan yang ia beli dengan harga mahal yang sukses membuat Inbi memutar iris mata sebal.

Mereka hanya akan makan malam selama kurang lebih 1 jam, tapi pemuda sinting ini dengan bodoh membeli barang-barangnya! Sepertinya ia telah menjadi budak cinta seorang Baek Soojung, hingga rela melakukan apa saja. Termasuk menghamburkan uangnya.

Sejujurnya, Inbi sangat jengkel pada Junmyung. Bagaimana mungkin temannya ini bersikukuh mendekati Soojung yang jelas-jelas sudah memiliki kekasih? Sekarang ia pun mengerti perbedaan antara gigih dan keras kepala. Dan Junmyung masuk ke dalam kelompok orang-orang keras kepala yang kelewat bodoh.

Inbi sebenarnya merasa aneh pada Jimin. Kenapa pula lelaki Park itu malah mengizinkan Soojung pergi dengan seorang pria lain yang jelas-jelas memiliki ketertarikan lebih pada gadisnya? Apakah karena dia percaya bahwa Soojung tidak akan berpaling darinya?

Tepat saat pelayan menyajikan makanan di meja mereka, smartphone Inbi berbunyi. Tangan si pemilik segera meraih benda tersebut. "Halo?" katanya sambil melempar lirikan minta maaf pada Junmyung dan Soojung.

"....."

Setelah mendengar kalimat dari seberang sambungan, raut wajah Inbi seketika berubah kesal. Diperkuat dengan teriakannya yang terdengar kemudian, "Apa? Bagaimana bisa?" Membuat Soojung dan Junmyung sontak menatapnya dengan penasaran.

Namun Inbi mengabaikan tatapan tanya kedua temannya. Ia terlalu fokus menyimak kata-kata peneleponnya. "Astaga, tugas itu harus dikumpulkan besok!" teriaknya lagi.

"....."

Si gadis ikal menghela napas lelah. "Baiklah, aku akan segera ke sana!" bentaknya. Kemudian Inbi melempar smartphonenya ke dalam tas dengan kesal.

"Ada apa?" tanya Soojung sambil memegang punggung tangan sahabatnya. Kekhawatiran terdengar jelas dari suaranya.

Inbi menatap Soojung dengan tatapan bersalah. Kemudian mata sipitnya beralih menatap Junmyung. "Maaf, aku harus pergi sekarang. Laptop Youngjin hilang. Padahal di dalamnya terdapat tugas yang harus dikumpulkan besok. Kami terpaksa harus mengerjakan ulang," suaranya terdengar kesal sekaligus sedih. "Maaf Junmyung," katanya pada pria tersebut. "Aku bahkan belum menyentuh makanan ini sama sekali," lanjutnya sambil mengedikkan dagu pada makanan di hadapannya.

Junmyung tersenyum maklum, "Kau bisa memakannya terlebih dulu, Inbi-ya."

Inbi menggeleng, "Aku harus segera pergi." Kemudian ia menatap Soojung dengan menyesal, "Maafkan aku, Soojung-ah." Nyatanya, ada lebih dari sekadar maaf yang ingin disampaikan Inbi. Maaf aku meninggalkanmu bersama teman gilaku ini, Soojung. Maaf aku harus mengingkari janjiku, batinnya.

Namun Soojung malah tersenyum sambil menepuk tangan Inbi. "Tidak apa-apa. Kau juga pasti tidak tahu bahwa akan ada kejadian seperti ini," katanya, seolah benar-benar mendengar kata hati sahabatnya. "Pergilah! Mereka pasti menunggumu," sambungnya.

Choi Inbi mengangguk dan bangkit dengan berat hati. Sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Soojung hanya berdua dengan lelaki sinting yang sayangnya adalah temannya. Lalu bagaimana dengan tugasnya? Jika ia tidak pergi sekarang, mungkin ia harus mengulang mata kuliah itu di semester depan.

Inbi pun melambaikan tangan pada Soojung sebelum menutup pintu. Padahal aku sudah berjanji pada Jimin untuk menjaga Soojung dari Junmyung. Dan sekarang aku malah meninggalkan mereka berdua di dalam, batinnya sambil menghela napas. Aku harus memberi tahu Jimin, putusnya. Dengan pemikiran seperti itu, ia pun mulai mengotak-atik smartphonenya sambil beranjak pergi.

Sementara itu, Junmyung sangat senang dengan kepergian Inbi. Ia sudah berhasil menyingkirkan pengganggunya. Ya, dialah yang membuat laptop Youngjin hilang. Dengan kekuasaan dan uangnya, ia bisa menyuruh seseorang untuk mencuri laptop tersebut, agar Inbi harus mengerjakan ulang malam ini juga.

Licik? Memang. Seperti inilah Lee Junmyung jika telah terobsesi pada sesuatu. Ia akan melakukan segala hal agar apa yang ia inginkan tercapai. Bahkan jika itu berarti harus menyingkirkan Park Jimin juga. Oh, dia tentu akan melakukannya dengan senang hati. Caranya? Nanti. Ia akan memikirkannya dulu. Sekarang ia ingin menikmati makan malamnya yang indah bersama Soojung.

Sejak kepergian Inbi, Junmyung menjadi semakin gencar mencari perhatian dari Soojung. Dia berusaha menyuapi Soojung, yang tidak dipedulikan sama sekali oleh gadis itu. Dia berusaha meminta Soojung untuk menyuapinya, yang juga tidak ditanggapi sama sekali. Dia berusaha membersihkan saus di sudut bibir Soojung, yang langsung ditepis hingga tisu di tangannya terlempar. Meskipun semua usaha yang dilakukannya gagal total, tapi entah kenapa Junmyung tetap memasang wajah bahagia seperti orang gila.

Hingga kemudian smartphone Soojung bergetar hebat, pertanda ada sebuah panggilan masuk. Setelah melihat siapa yang menelepon, gadis itu segera mengangkatnya dengan semangat. "Halo?" ucapnya pada benda canggih tersebut.

"....."

"Ya, sudah selesai," jawab Soojung yang terlalu fokus pada telepon, hingga tidak menyadari bahwa Junmyung telah beranjak dari tempatnya.

"....."

"Dia memang per-" ucapan Soojung terhenti saat smartphonenya terlepas dari tangannya. Ekor matanya menangkap seseorang yang berdiri di sampingnya. Kepala Soojung refleks menoleh dan mendapati senyum terpaksa yang terukir di wajah tampan Junmyung. Pemuda Lee ini telah merampas smartphonenya.

"Aku hanya meminta satu jam dari beribu waktumu, Soojung-ssi. Maka dari itu, tolong jangan berbicara pada siapa pun selain aku!" ujar Junmyung penuh penekanan.

Tangan Soojung terkepal erat di bawah meja. Ingin rasanya ia memukul wajah tampan pria di sampingnya. Namun sebisa mungkin ia meredam amarahnya. Karena ia tahu, hal itu hanya akan memperburuk situasi. Lagi pula ia yakin, sebentar lagi Jimin pasti akan datang menjemputnya. Lelakinya tersebut pasti sedang sangat marah sekarang. Apalagi jika mendengar kalimat Junmyung barusan.

Tidak mendapat jawaban dari gadis di hadapannya, si lelaki bersurai cokelat pasir mengangkat dagu Soojung, lantas mendekatkan wajahnya. "Apa kau mengerti?" desisnya dengan suara rendah, sarat ancaman.

"Ya," jawab Soojung sambil menepis tangan Junmyung. Kemudian ia kembali melanjutkan aktivitas memakan dessertnya dan berusaha mengabaikan keberadaan Junmyung. Sebenarnya ia tidak mau menuruti kemauan si pemuda Lee yang sebagian besar selalu macam-macam. Namun ia tidak punya pilihan. Jika Jimin tak kunjung datang, mungkin dia akan kabur saja saat ada kesempatan nanti.

Baek Soojung terjebak dalam ruangan mewah bersama orang yang ia benci. Sungguh ia ingin pergi saja bersama Inbi tadi. Namun apa daya? Dia sudah berjanji akan makan malam dengan Junmyung selama satu jam. Ia tidak bisa pergi begitu saja dan melanggar janjinya. Lagi pula Junmyung pasti tidak akan membiarkannya pergi semudah itu. Bahkan mungkin pria tersebut sudah menempatkan beberapa orang yang berjaga di luar ruangan mereka.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Junmyung mematikan telepon dari Jimin. Bahkan dia juga mematikan daya smartphone milik Soojung. Kemudian pria itu kembali duduk di kursinya, tanpa mengembalikan benda milik gadis pujaannya. "Apa kau sudah membuka toko bungamu lagi, Soojung-ssi?" tanyanya dengan senyum ramah.

"Sudah," jawab Soojung tanpa menatap Junmyung sedikit pun. Ia heran, bagaimana mungkin pria di hadapannya ini bisa berubah secepat itu. Beberapa menit lalu dia terdengar penuh ancaman. Sekarang tiba-tiba dia terdengar ramah. Soojung tidak tahu, yang mana Lee Junmyung yang asli.

Lelaki tak tahu diri itu terus saja bertanya tentang hal-hal pribadi Soojung. Apa hobinya? Sejak kapan menjadi model? Warna apa yang dia sukai? Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Sayangnya, Soojung hanya menjawabnya dengan singkat, padat, dan asal-asalan. Bahkan mata bulatnya selalu menghindari tatapan memuja Junmyung. Dia sudah menunjukkan kekesalannya dengan jelas, tapi Junmyung terlalu buta untuk melihatnya.

"Aku harus pergi ke toilet," kata Junmyung yang langsung bangkit dan beranjak keluar.

Soojung bersorak dalam hati. Mungkin Tuhan mendengar doanya dan memberikan kesempatan baginya untuk kabur. Namun ia harus mencari smartphonenya terlebih dahulu. Semoga Junmyung tidak membawa benda tersebut bersamanya. Soojung baru saja membeli benda canggih itu mengingat smartphone lamanya telah diambil oleh pencuri. Ia sungguh tidak mau kehilangan smartphonenya lagi!

Tepat ketika Junmyung menutup pintu ruangan, Soojung segera bangkit dan mulai mencari benda kesayangannya. "Astaga, di mana smartphoneku? Apa pria sialan itu membawanya ke toilet?" monolognya dengan kesal.

Beberapa saat kemudian, pintu tiba-tiba terbuka dari luar. Soojung berjengit kaget dan langsung menoleh ke arah pintu. Mata bulatnya terbelalak kaget. Karena bukan Junmyung yang berdiri di sana. Melainkan kekasihnya. "Jimin!" pekiknya.

"Ya, ini aku," jawab pemuda Park itu sambil tersenyum. "Di mana Junmyung?" mata tajamnya menelisik ruangan sambil mendekati Soojung.

"Toilet," jawab Soojung sambil memeluk kekasihnya. Dia terlalu lega hingga melupakan gengsinya. "Kau datang menjemputku, bukan?"

Si pria vampir membalas tatapan Soojung, "Ya, ayo!" Kemudian Jimin menggandeng tangan Soojung menuju pintu. Namun saat ia membukanya, ekspresinya langsung berubah dan malah menutupnya lagi.

"Ada apa? Apa Junmyung sedang menuju ke sini?" tanya Soojung dengan panik.

Jimin mengangguk sebagai jawaban. Benaknya berputar mencari jalan kabur. Matanya menangkap bingkai jendela. Namun langsung menggeleng muram. Mereka berada di lantai lima. Jika mereka melompat dari sana, Jimin mungkin akan baik-baik saja, tapi Soojung bisa dipastikan akan mati.

Tidak mendapat jawaban dari lelakinya, Soojung pun mencengkeram coat Jimin. "Jimin!" desaknya yang lebih terdengar seperti rengekan. Namun Jimin tidak menjawab. Dengan keputusan dalam kepala, pria tersebut malah menggiring Soojung ke arah jendela.

Si gadis pun menjulurkan kepalanya melewati bingkai jendela. "Apa kita akan melompat dari- astaga!" pekiknya saat menyadari bahwa jendela ini terlalu tinggi. "Jangan katakan bahwa kita akan melompat dari sini!" desisnya dengan tatapan horor pada Jimin.

Namun si lelaki malah tersenyum, "Kau sendiri yang mengatakannya, Soojung-ah."

"Apa kau gila?" teriak Soojung dengan kesal. Lelakinya ini ingin mengajaknya bunuh diri atau apa?

"Ya, tergila-gila padamu," jawab Jimin disertai kedipan nakal.

Soojung refleks memukul lengan prianya. Bagaimana bisa Jimin menggodanya di saat seperti ini? Benar-benar tidak mengerti situasi!

Namun Jimin malah terkekeh. "Tenang saja, aku akan melindungimu. Percaya padaku!" katanya sambil melempar senyum meyakinkan. "Sekarang duduklah di bingkai jendela!" perintahnya sambil melakukannya juga.

Awalnya Soojung ragu. Namun akhirnya ia lakukan juga. Baginya, lebih baik mati bersama Jimin dari pada terjebak dalam makan malam mewah bersama Junmyung.

Kini keduanya telah duduk di bingkai jendela dengan lengan Soojung yang melingkar erat di pinggang kekasihnya. "Tutup matamu!" perintah Jimin yang langsung dituruti oleh Soojung. Tepat ketika suara pintu dibuka terdengar, Jimin menariknya untuk menjatuhkan diri. Refleks, Soojung berteriak kencang.

Teriakannya langsung terhenti ketika Soojung tiba-tiba merasa mual dan pening. Beberapa saat kemudian ia malah merasakan kakinya menapak lantai. Bagaimana bisa? pikirnya. Karena bagaimanapun logikanya bekerja, ia pasti akan tergeletak mati di aspal jalanan.

"Buka matamu!" bisik Jimin setelah mengecup kelopak mata Soojung.

Soojung kembali menurut. Saat iris cokelatnya mengamati sekitar, gadis itu ternganga. "Ini.... ruang keluarga Taehyung? Bagaimana bisa?" tanyanya bingung, mengabaikan rasa mual dan peningnya.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts