webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Real Identity

"Buka matamu!" bisik Jimin setelah mengecup kelopak mata Soojung.

Soojung kembali menurut. Saat iris cokelatnya mengamati sekitar, gadis itu ternganga. "Ini.... ruang keluarga Taehyung? Bagaimana bisa?" tanyanya bingung, mengabaikan rasa mual dan peningnya.

Jimin sudah mengira akan mendapat pertanyaan ini, tapi tetap saja ia tidak tahu harus menjawab apa. Sejujurnya, berteleportasi bukanlah salah satu cara yang pemuda itu rencanakan untuk menyelamatkan Soojung. Namun mereka benar-benar terjebak.

Junmyung kembali tepat di saat Jimin dan Soojung akan keluar dari ruangan. Sedangkan ia sama sekali tidak ingin bertemu pria gila tersebut! Jimin berusaha menghindarinya agar tidak terlibat perkelahian. Bayangkan saja jika mereka berkelahi di sebuah restoran mahal hanya karena memperebutkan seorang gadis! Itu sungguh tidak lucu dan kekanakan!

Sementara itu, satu-satunya jalan keluar dari sana selain pintu adalah jendela. Sayangnya ruangan tersebut berada di lantai lima. Soojung jelas akan mati jika terjun dari sana. Dan Jimin sudah pasti tidak menginginkannya. Namun di sisi lain, ia tidak memiliki pilihan lagi. Refleks ia membawa gadisnya berteleportasi saat melompat dari jendela.

Setelah menggosok mata, Soojung pun yakin bahwa ia memang berada di ruang keluarga milik Taehyung. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya yang jelas menuntut penjelasan.

Mendengar itu, Jimin semakin bingung. Ia tidak mungkin menjelaskan tentang teleportasi tanpa membongkar identitasnya, bukan? Lagi pula, apakah sekarang waktu yang tepat untuk mengungkapkan identitasnya?

Sebenarnya, Jimin masih belum siap untuk mengatakan tentang jati dirinya meski sudah berkonsultasi pada Seokjin. Ia takut kekasihnya ini akan menjauhinya. Bahkan meskipun Jimin sudah mendengar sendiri bahwa Soojung malah ingin bertemu dengan makhluk seperti dirinya, tapi dia masihlah belum yakin. Sedangkan tatapan tanya gadis di hadapannya ini sungguh tidak bisa dihindari.

Maka Jimin pun menghela napas dan mulai mengumpulkan keberaniannya. "Aku membawamu..." ujarnya dengan kelereng mata yang berlarian. Apa pun reaksi Soojung setelah ini, Jimin akan dengan lapang dada menerimanya. "Berteleportasi," lanjutnya setelah menelan ludah dengan gugup.

Kerutan di dahi Soojung yang awalnya samar, kini semakin jelas terlihat. "Teleportasi?" ulangnya yang langsung diangguki dengan cemas oleh Jimin. "Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa teleportasi itu mustahil dilakukan?" sambungnya.

Jimin merasa tertohok. Ternyata Soojung masih mengingat perkataannya ketika gadis itu mencurigainya dulu. "Ya, jika kau hanya manusia biasa," jawabnya takut-takut.

Baek Soojung terlihat semakin bingung, "Apa maksudmu? Bukankah kau juga pernah mengatakan bahwa kau adalah manusia biasa sama sepertiku, bukan superhero atau apapun itu?" Ia pun mengambil jarak agar dapat menatapi pria kelewat tampan di hadapannya.

Jimin menunduk, benar-benar tidak sanggup membalas tatapan gadisnya. "Maaf, aku memang bukan superhero," katanya menyesal. "Tetapi aku adalah..." ia menelan ludah, bersiap mengatakan identitasnya, "Seorang vampir."

Soojung terbelalak, "Kau apa?" Rasanya dia benar-benar tidak bisa memercayai pendengarannya. "Vampir?" ulangnya disertai tawa hambar. "Ini pasti karena ceritaku tentang ramalan vampir seminggu yang lalu. Kau sedang bercanda, bukan?"

Gelengan dari kepala Jimin seketika membuat tawa Soojung hilang. Dia tidak bercanda? batinnya tak percaya. "Kalau begitu tatap aku! Tatap mataku dan katakan sejujurnya, Park Jimin!" tantangnya.

Pemuda vampir itu tidak menjawab. Namun saat ia mengangkat wajahnya untuk bertemu pandang dengan Soojung, matanya telah berwarna merah pekat. Membuat si gadis terkesiap melihat perubahan warna matanya yang tiba-tiba. "Sekarang kau lihat mataku, Soojung? Kau lihat taringku juga?" tanyanya.

Mata bulat Soojung yang awalnya terpaku pada mata merah Jimin, segera beralih pada bibirnya yang sedikit terbuka. Ia bisa melihat gigi taring Jimin yang memang lebih panjang dari gigi taring pada umumnya. Soojung langsung merasa terintimidasi melihat ketajamannya.

"Inilah diriku yang sebenarnya, Baek Soojung," ujar Jimin yang kini telah berani mengaku. Namun gadis di hadapannya terlalu syok hingga tak sanggup berkata-kata. Soojung masih saja menatapi taring Jimin yang semakin jelas terlihat saat ia berbicara. "Apakah sekarang kau mulai merasa takut padaku?" lanjutnya.

Tersadar, Soojung pun mengalihkan pandangannya pada mata Jimin yang masih berwarna merah. Ia mencari setitik kebohongan di sana. Namun yang ia temukan hanyalah kejujuran dan... kesedihan?

Kenapa Jimin terlihat sedih? Apa dia tidak suka menjadi vampir? Bukankah menyenangkan menjadi makhluk nocturnal seperti itu? Mereka bisa berteleportasi ke mana pun hati ingin pergi. Lantas kenapa pria ini malah sedih?

Mengabaikan kesedihan Jimin, Soojung malah berteriak marah, "Pembohong!" Dia merasa sangat marah karena kekasihnya telah membohonginya selama ini. Padahal ia tak pernah sekali pun membohongi Jimin.

Si pria tidak membantah. Ia sudah siap menghadapi kemarahan Soojung sejak mengatakan jati dirinya. Namun tetap saja rasanya menyakitkan saat gadis tersebut mengatainya.

Kepalan tangan Soojung tiba-tiba melayang pada dada bidang Jimin. "Kenapa?" teriaknya sambil memukul lagi dengan tangannya yang lain. "Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" satu pukulan lagi.

Ia sangat marah hingga dadanya terasa sesak. "Kenapa kau berbohong padaku saat itu?" Soojung terus memukuli Jimin dengan air mata yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. Tentu saja hatinya sakit karena telah dibohongi.

Namun Jimin hanya diam membiarkan Soojung meluapkan seluruh emosinya. Dia menerima semua pukulan yang dilayangkan oleh tangan mungil gadisnya. "Aku berbohong karena sangat tidak mungkin bagimu untuk mencintai seseorang sepertiku," katanya kemudian.

Soojung sontak menatap Jimin. Sekarang ia mengerti. Inilah alasan kenapa prianya terlihat sedih. Karena ia merasa tidak pantas untuk dicintai. "Tidak!" bantahnya. Menurutnya, semua orang pantas dicintai. Termasuk juga Jimin, ataupun para vampir lainnya. Karena mereka pun pasti memiliki hati. Meskipun mungkin perasaan iba yang dimiliki makhluk penghisap darah itu lebih sedikit, tapi tetap saja mereka juga layak untuk mendapatkan cinta. "Tidak!" ulangnya.

Kedua tangan Soojung yang masih berada di dada Jimin, mulai mencengkeram kemeja hitam kekasihnya. Di sudut hatinya, ia merasa terkhianati. Meskipun Soojung mengerti alasan mengapa Jimin menyembunyikan kebenaran darinya, tapi tetap saja ia merasa bahwa ia bukanlah siapa-siapa untuk lelakinya. Ia merasa bahwa Jimin tidak memercayainya untuk menyimpan rahasia besarnya.

"Aku tidak ingin kau ketakutan padaku kemudian pergi meninggalkanku," ucap Jimin dengan tatapan sendu. Karena aku ingin terus bersamamu, lanjutnya dalam hati. Dalam satu kerjapan, mata Jimin telah kembali berubah menjadi cokelat.

Si gadis refleks menggeleng, "Aku tidak akan meninggalkanmu karena aku mencintaimu, Park Jimin. Seperti apa pun dirimu, aku tetap mencintaimu!" Dia mulai terisak dengan air mata yang meleleh. "Kau yang membuatku merasakan kasih sayang lagi. Kau membuatku merasa aman. Kau membuat hariku lebih berwarna," merasa malu dengan ucapannya, Soojung pun menenggelamkan wajahnya pada dada Jimin.

Meski teredam tubuhnya sendiri, Jimin masih bisa mendengar ucapan Soojung selanjutnya, "Jadi kumohon, jangan sembunyikan apa pun lagi dariku. Tolong jangan bohongi aku lagi!"

Ketakutan dan kesedihan yang sempat dirasakan Jimin seolah menguap, digantikan oleh rasa bersalah. "Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi," janjinya. Mulai sekarang ia tidak akan menyembunyikan apa pun lagi.

Dengan sungguh-sungguh, Soojung berujar, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu." Kemudian ia berjinjit untuk mencium bibir Jimin singkat.

Jimin terbelalak, tidak mengira bahwa Soojung akan mengecup bibirnya. Karena selama ini gadis itu tidak pernah menciumnya terlebih dulu. Selalu Jimin yang memulainya. Dan tak bisa dipungkiri pula bahwa ia merasa senang karenanya. "Kau bisa menerima seorang vampir ini, Soojung-ah?" tanyanya memastikan.

Soojung mengangguk dengan pasti. Senyuman menghiasi wajah cantiknya meski make up tipisnya tercoreng air mata. Sepertinya kemarahan telah tenggelam ke dasar hatinya.

Pemuda itu mulai mengangkat tangannya untuk menghapus sisa air mata Soojung. Namun tiba-tiba tangannya berhenti di udara karena hatinya disusupi keraguan. Tangannya terkepal karena takut Soojung akan berjengit menjauh saat kulitnya menyentuh kulit gadis tersebut.

Ekor mata Soojung menangkap tangan pria di hadapannya yang mengambang tidak jauh dari wajahnya. Seolah dapat merasakan kebimbangan hati Jimin, gadis itu pun meraih tangan tersebut dan menempelkan telapak tangan lelakinya di pipinya. Matanya terpejam menikmati sentuhan Jimin sekaligus berusaha membuktikan bahwa ia sama sekali tidak takut dengannya.

Jimin terpana melihatnya. Namun kemudian ia tersenyum lega. Kedua tangannya manangkup pipi Soojung, kemudian ibu jarinya menghapus sisa air mata kekasihnya. "Jangan menangis lagi!" katanya.

Tidak memberikan kesempatan bagi Soojung untuk menjawab, Jimin malah mendekatkan wajahnya dan mencium bibir merah kekasihnya. Kemudian ciumannya beralih pada pipi Soojung. Setelah itu turun ke rahangnya.

Mendapat sensasi menggelitik, si gadis model mengerang. Otomatis ia bertanya, "Apa kau menginginkan darahku, Jimin-ah?"

Jimin langsung membeku dengan mata yang kembali memerah. Taringnya pun menyembul dari bibirnya, menggesek kulit rahang Soojung. Napas lelaki vampir itu memburu. Aroma darah Soojung semakin merasuk penciuman. Leher Soojung terlihat sangat dekat dan menggoda.

Park Jimin tercekat. Dia sangat ingin mencicipi darah Soojung.

"Jimin-ah?" panggil Soojung. Ia bingung karena Jimin tiba-tiba diam dengan bibir yang masih berada di rahangnya. Bahkan kekasihnya itu tidak merespon pertanyaannya.

Mendengar suara Soojung di dekat telinganya, Jimin tersadar. Dia segera menarik diri dari gadisnya. Sayangnya aroma darah Soojung masih saja tercium. Maka Jimin pun berteleportasi ke sisi lain ruangan. Menjadikan sofa milik Taehyung sebagai pemisah antara dirinya dengan Soojung.

Melihat Jimin yang tiba-tiba saja menjauhinya, bahkan sampai membuat jarak dengan cara berteleportasi, tentu saja membuat Soojung sakit hati. Apa dia baru saja dicampakkan? Namun ia langsung khawatir saat melihat Jimin yang terus menunduk sambil berusaha mengatur napasnya. "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sambil mendekat.

"Berhenti!" desis Jimin tanpa mendongak. Oh tentu saja Soojung mendengarnya, tapi tidak dihiraukannya. Ia malah terus saja melangkah mendekat. "Kubilang berhenti, Baek Soojung!!" teriak Jimin masih dengan kepala tertunduk.

Soojung mematung. Oke dia memang salah karena tidak mengindahkan perintah Jimin sebelumnya, tapi kenapa Jimin sampai meneriakinya? Karena baru kali ini pemuda Park itu menaikkan nada bicaranya, hal ini pun sukses membuat Soojung ketakutan.

Setelah beberapa kali menghela napas panjang untuk menenangkan diri, Jimin pun mengangkat wajahnya dan menatap Soojung dengan mata cokelatnya. "Kumohon jangan menggodaku seperti itu lagi, Soojung-ah!" pintanya.

"Menggodamu?" ulang Soojung bingung. Bukankah Jimin-lah yang menciumi wajahnya? Jadi Jimin-lah yang menggodanya, bukan?

"Aku tidak ingin meminum darahmu," jelas Jimin serius. "Maka jangan pernah menawarkan darahmu lagi, Soojung-ah. Jangan pernah!"

Soojung langsung merasa sangat malu. Karena konteks kata 'menggoda' yang dimaksud Jimin dengan apa yang dipikirkannya sangatlah berbeda. Meskipun begitu, ia berusaha sebaik mungkin untuk menutupi rasa malunya, "Tapi jika kau memang lapar, aku akan dengan rela-"

"Tidak!" sahut Jimin, memotong perkataan Soojung. "Aku tidak ingin kehilangan kendali dan akhirnya malah membunuhmu!"

Soojung terdiam. Kini ia percaya bahwa Jimin sangat serius dengan perkataannya. Prianya itu pasti memang ingin melindunginya, bahkan dari dirinya sendiri.

"Kau tahu, aroma darahmu sangat menggoda, Soojung-ah. Aku sangat kesulitan mengendalikan diriku di awal kedekatan kita. Namun aku tahu, aku akan membunuhmu jika aku mencicipi darahmu barang sedikit saja. Bahkan meskipun aku sangat menginginkannya, aku tidak akan pernah bisa menjadikanmu mangsaku," aku Jimin. "Jadi tolong, jangan pernah menawarkan darahmu lagi. Aku tidak ingin membunuhmu," sambungnya setelah menghela napas.

Soojung terharu, tidak menyangka bahwa selama ini Jimin selalu menahan hasratnya. Dia ingat saat kekasihnya ini menghindarinya beberapa bulan lalu. Mungkin inilah alasannya. Karena Jimin benar-benar tidak mau mencicipi darahnya barang sedikit saja. "Maaf, aku tidak tahu," sesalnya.

Dengan itu, Jimin menghampiri Soojung. "Bukan maksudku untuk meneriakimu. Maafkan aku," katanya sambil memeluk tubuh gadisnya.

Soojung pun tersenyum dalam dekapan Jimin. "Tidak apa-apa. Kau melakukannya karena tidak ingin hilang kendali. Lagi pula itu salahku. Harusnya aku menuruti kata-katamu," jawabnya sambil menepuk-nepuk punggung lelakinya.

"Kau memang harus mematuhi ucapanku, Soojung. Namun kau malah mengabaikannya!" ucap Jimin yang pura-pura marah sambil mencubit hidung kekasihnya.

"Maaf," jawab Soojung disertai kekehan. "Terima kasih telah menahan dirimu selama ini," lanjutnya.

Si pemuda malah menggeleng sambil tersenyum, "Terima kasih telah menerimaku."

Kini perasaan Jimin terasa lega karena telah mengatakan jati dirinya pada kekasih tercintanya. Terlebih lagi, Soojung sama sekali tidak takut padanya. Dia benar-benar merasa bersyukur dengan hubungan mereka yang sempurna.

Bahkan Jimin seolah bisa melihat masa depannya dengan Soojung. Menjadi manusia, menikah, kemudian memiliki anak. Sayangnya ia tidak tahu bahwa ada banyak sekali batu besar yang menghalangi kebahagiaannya.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts