webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Terror

Jimin memasuki ruang inap Soojung dengan panik. Bau obat seketika menyerang indra penciumannya yang setajam anjing pelacak. Namun bukan itu yang membuatnya membeku.

Baek Soojung, gadis yang berpura-pura menjadi selingkuhannya demi mengungkap siapa pengirim surat ancaman. Dia terbaring lemah di ranjang putih dengan dahi yang terbalut kain kasa. Padahal baru seminggu yang lalu Jimin membawa gadis itu ke rumah sakit, tapi sekarang dia berada di sini lagi. Untuk kedua kalinya, Jimin gagal melindungi Soojung. Meskipun ia tidak tahu, pelaku kejadian kali ini adalah si pengirim surat itu atau bukan, tetap saja Jimin tidak bisa mencegah hal buruk menimpa gadis bermata bulat tersebut.

Hyung? teguran Jungkook dalam kepala si pria Park segera menyadarkannya.

Aku hanya terkejut, jawab Jimin dalam hati. Jungkook pun mengangguk, kemudian beranjak mendekati ranjang.

Seorang dokter paruh baya sedang memeriksa 'kekasih' Jimin. Didampingi oleh seorang perawat yang terbengong semenjak Jungkook dan dirinya memasuki ruangan. Sementara Inbi berdiri di sisi ranjang dengan raut wajah cemas, bahkan hampir menangis.

"Bagaimana kondisinya, Dokter?" tanya Jimin sambil berjalan mendekat.

Sang dokter segera melepas eartips dari telinganya. "Dia baik-baik saja. Kondisinya stabil. Setelah sadar, saya akan memeriksanya kembali," jawabnya sambil menatap Jimin.

Maafkan aku. Jungkook langsung tersentak mendengar pikiran itu. Siapa pemilik suara hati ini? Dahinya otomatis berkerut untuk lebih berkonsentrasi. Bahkan ia harus mengabaikan percakapan Jimin dan si dokter yang masih membicarakan kondisi Soojung. Jika saja Jungkook lebih hebat, mungkin ia tidak akan memerlukan konsentrasi tinggi untuk mendeteksi pikiran orang.

Ia melihat seorang perawat di seberangnya yang sedang terbengong menatapinya. Ya Tuhan, bagaimana bisa ada seseorang setampan ini? Hidupku pasti sangat diberkati! Jungkook dengan jelas mendengar pikiran ini dari si perawat. Sudah pasti bukan dia.

Kemudian Jungkook melirik gadis ikal di sampingnya. Choi Inbi terlihat menahan air mata dengan tatapan sedih pada sahabatnya. Bahkan tangannya terkepal dengan erat di sisi tubuhnya. Oh, pasti pemikiran gadis ini!

Harusnya aku melindungimu, Soojung-ah.

Mendengar suara hati kedua, tangan Jungkook refleks menepuk bahu Inbi dengan lembut. "Dokter bilang dia baik-baik saja, Noona," katanya sambil tersenyum.

Si gadis Choi menoleh, kemudian mengangguk. "Kuharap dia segera bangun," ujarnya masih dengan nada sedih.

Si pria bergigi kelinci mengangguk meyakinkan. "Dia pasti akan segera bangun," balas Jungkook, berusaha menghibur Inbi.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Inbi-ssi?" tanya Jimin sambil menutup pintu. Dia baru saja mempersilahkan dokter dan perawat yang menangani Soojung keluar ruangan. Setelah menguatkan hati, ia pun berjalan mendekati ranjang 'kekasihnya'.

Inbi menatap Jimin sejenak. Kemudian mata sipitnya kembali menatap tubuh sahabatnya. "Aku juga tidak tahu, Jimin-ssi. Tiba-tiba aku mendapat telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Soojung berada di sini," jawabnya sambil duduk di kursi samping ranjang.

Dahi kedua vampir di sana berkerut bingung. "Kenapa kau yang mendapat telepon? Kenapa bukan orang tua Soojung Noona?" tanya Jungkook, mewakili pertanyaan sama yang ada di dalam otak Jimin.

"Soojung sama sekali tidak menyimpan kontak Ayahnya," jawab Inbi setelah menghela napas panjang. Kedua pria yang ada di dalam ruangan terkesiap kaget. "Keluarga Soojung berantakan. Itulah mengapa dia sangat bekerja keras menghidupi diri sendiri," lanjut Inbi dengan muram.

Jimin dan Jungkook berpandangan. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Keduanya hanya tidak menyangka bahwa gadis model ini ternyata memiliki kehidupan yang keras. Namun sepertinya Jimin mulai paham alasan kenapa Soojung selalu bersikap galak pada laki-laki. Mungkin dia terlalu membenci ayahnya hingga memukul rata sifat semua pria.

Fakta baru tentang keluarga Soojung ini malah membuat Jimin semakin merasa bersalah. Perasaannya semakin iba saat menatap lilitan kain kasa di dahi gadis Baek tersebut. Tak tahan, ia pun berbalik dan mulai beranjak keluar ruangan.

Melihat Jimin yang seperti itu, membuat Jungkook merasa cemas. "Hyung!" panggilnya. Jimin langsung berhenti. Namun kepalanya bahkan tidak menengok sedikit pun.

Berbeda dengan Jungkook, Inbi malah merasa jengkel melihat kepergian Jimin yang tanpa mengatakan apa-apa. "Yaaa! Kau mau ke mana Jimin-ssi?!" teriak Inbi dengan kesal. "Bukankah seharusnya kau mene-"

"Aku tidak bisa melihatnya dalam keadaan seperti ini," potong Jimin dengan suara sendu. "Aku akan segera kembali," sambungnya. Kemudian ia pun melanjutkan langkahnya keluar ruangan.

Inbi terdiam. Ia tidak bisa mencegah si pemuda Park. Karena ia sendiri pun mengerti bahwa mungkin saja lelaki tampan itu merasa bersalah dengan kejadian ini. Bahkan dirinya sebagai sahabat pun juga merasa sangat sedih.

"Jadi, dia benar-benar seorang model?" Jungkook mengalihkan pembicaraan. Lebih memilih bertahan di sana daripada menyusul hyungnya. Mungkin Jimin butuh waktu untuk sendiri, begitu pikirnya.

Inbi pun mengalihkan pandangan pada tubuh sahabatnya dengan wajah sedih yang sama. "Ya, 3 bulan lalu ia diterima oleh JS Agency," jawabnya.

Jungkook mengangguk tanda mengerti. JS Agency. Oke aku akan menyelidiki tempat itu nanti, batin Jungkook yang mulai menyusun rencana di kepalanya.

🌹 Black Rose 🌹

Park Jimin duduk di kursi samping ranjang. Matanya mengamati Soojung dengan tatapan sendu. Bagaimana ia tidak merasa bersalah jika gadis ini terus saja mendapat kemalangan sedangkan ia tidak berada di sana untuk melindunginya?

Dokter bilang, luka Soojung tidak begitu parah. Hah! Jimin sungguh ingin membunuh dokter tersebut! Bagaimana bisa dia bilang tidak parah, padahal dahi Soojung harus dijahit?!

Maka dari itu Jimin sempat pergi beberapa jam lalu. Karena ia membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Jika tidak, mungkin dirinya akan benar-benar membunuh si dokter sialan.

Saat Jimin datang kembali, Inbi sudah tertidur di sofa dengan Jungkook yang menjaganya. Setelah itu, dongsaengnya pamit pergi ke tempat kejadian untuk menyelidiki barndoors yang menimpa Soojung.

Tiba-tiba bulu mata lentik Soojung bergetar. Kemudian perlahan-lahan kelopak mata itu terbuka. Jimin tentu tidak luput melihatnya. "Soojung-ah?" panggil Jimin dengan suara kecil, menahan kesenangan yang muncul di hatinya.

Gadis yang masih lemah itu menggerakkan kepalanya sedikit ke arah datangnya suara. Dan ia melihat Jimin yang sedang duduk di samping kanannya sedang tersenyum lembut. "Bagaimana perasaanmu?" tanya pria tersebut.

"Sedikit pusing," jawab si gadis manusia sambil memegang dahinya. Bukannya merasakan kulitnya, jemarinya malah merasakan tekstur kain kasa. Ah, sepertinya dahiku di perban. Pantas saja kepalaku terasa pening. Separah ini ternyata, pikirnya.

"Tidurlah kembali! Ini masih tengah malam," ucap Jimin sambil mengusap rambut kekasih pura-puranya dengan sayang.

Soojung mengerjap kaget. Namun rasa nyaman yang disalurkan Jimin lewat usapannya membuatnya mengurungkan niat untuk protes. "Aku tidak ingin tidur lagi," jawabnya.

Si pemuda vampir mengangguk. "Baiklah, aku akan menemanimu," katanya dengan tangan yang terus mengusap kepala Soojung dengan konstan.

"Kau tidak tidur, Jimin-ssi?" tanya si gadis manusia.

"Aku sudah tidur," jawab Jimin, berbohong. Karena sejak kembali ke kamar inap Soojung, yang dia lakukan hanyalah memandangi 'gadisnya' untuk menunggunya sadar. Lagi pula seorang vampir sepertinya hanya bisa tidur di siang hari. "Apa kau ingin sesuatu?" tawarnya.

Soojung awalnya merasa tidak mau merepotkan Jimin, tapi akhirnya dia berkata, "Aku haus." Jimin pun dengan sigap membantu 'gadisnya' bersandar di kepala ranjang. Bahkan dia juga membantu Soojung untuk minum. "Terima kasih!" ucap Soojung sambil tersenyum tulus.

Jimin balas tersenyum sambil mengangguk, lantas meletakkan gelas di nakas. "Ah ya, ada kiriman paket untukmu," katanya yang kemudian mengambil sebuah kotak hadiah besar dari meja dekat sofa. "Katanya dari penggemarmu," sambungnya sambil meletakkan kotak tersebut di pangkuan Soojung.

"Penggemar?" Soojung mengerutkan dahinya bingung. "Aku baru saja menjadi model. Bagaimana mungkin aku memiliki penggemar?"

Jimin mengangkat bahu. "Inbi juga mengatakan hal yang sama saat menerimanya dari seorang perawat," jawabnya sambil mengedikkan dagu pada Inbi yang meringkuk di sofa. Kemudian pria vampir itu kembali duduk di samping ranjang Soojung.

Setelah menatap Inbi yang tertidur pulas, Soojung mulai mengamati kotak hadiah di pangkuannya. Ada sebuah amplop tertempel di atas kotak berwarna pink tersebut. Soojung melepasnya, membuka amplopnya, kemudian membaca suratnya.

Baek Soojung,

Ternyata kau benar-benar ingin menderita, ya?

Aku sudah menyuruhmu untuk menjauhi suamiku, tapi kau tetap tidak menghiraukannya. Kau malah terus mendekati Park Jimin-ku tersayang. Apa kau benar-benar tidak bisa mencari lelaki lain? Dasar wanita murahan!

Kau pikir aku tidak serius dengan ancamanku kemarin? Asal kau tahu saja, aku sangat serius! Dan sekarang aku akan membuat hidupmu benar-benar sengsara! Bersiaplah untuk mati!

Soojung menelan ludah dengan susah payah. Ini adalah surat ancaman yang kedua. Dari kata-katanya, sepertinya si pengirim benar-benar serius. Buktinya, sudah dua kali Soojung celaka sejak surat ancaman itu pertama kali datang.

"Ada apa?" tanya Jimin penasaran karena melihat wajah Soojung yang berubah pucat.

Soojung segera mengulurkan surat tersebut pada pemuda Park, "Sebaiknya kau membacanya sendiri." Jimin pun menerima surat dan mulai membacanya.

Sementara itu, Soojung memandangi kotak hadiah dengan bimbang. Mengingat kata-kata ancaman dalam surat kedua, tiba-tiba perasaannya menjadi buruk. Dia takut ada sesuatu yang mengerikan di dalam kotak. Namun di sisi lain, dia juga merasa penasaran.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya rasa penasarannyalah yang menang. Gadis bersurai cokelat panjang itu mulai membuka tutup kotak hadiah perlahan-lahan. Kemudian dia mengintip ke dalam dengan takut.

Gadis manusia itu tertegun melihat isi kotak tersebut. Memang benar, adanya hadiah adalah untuk mengejutkan si penerima hadiah. Dan Soojung tidak hanya sekadar terkejut. Dia bahkan telah kehilangan kata-kata.

"Pengirim yang sama dengan surat kemarin. Tulisannya pun sama buruknya. Sudah pasti kejadian kali ini adalah ulahnya juga," komentar Jimin dengan rahang mengeras.

Namun Soojung bahkan tidak mendengar perkataan pria di sampingnya. Tak mendapat komentar balasan dari Soojung, Jimin pun memandang gadis cantik itu dengan bingung. "Ada apa?" tanyanya sambil ikut melongok isi kotak hadiah.

Lelaki itu pun ikut terkejut. Di dalam kotak, terdapat sebuah boneka perempuan dengan pisau tertancap tepat di tengah tubuhnya. Bahkan ada darah yang berlumuran di pisau dan tubuh boneka tersebut.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts