webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Attracted to You

Jimin berdiri di ujung atap sebuah gedung. Dengan pandangan yang luar biasa tajam, ia bisa melihat hiruk-pikuk kota di bawahnya. Seringai bengis tiba-tiba tersungging di wajah rupawannya. "Selamat malam hewan-hewan ternakku. Apa kalian siap memberikan darah kalian padaku?" gumamnya seorang diri.

Ya. Bagi Jimin, manusia hanyalah sekawanan hewan ternak yang menyediakan darah untuknya. Jika saja ia tidak ingat bahwa ada organisasi sialan yang akan dengan senang hati melenyapkannya, lelaki Park ini pasti akan menghisap darah para manusia hingga tubuh mereka kering dan mati.

Untung saja dia memiliki partner seperti Jungkook yang akan selalu mengingatkannya. Yah, walaupun Jungkook lebih muda 200 tahun dari Jimin, entah kenapa dia bisa mengendalikan nafsunya sendiri. Apa lagi dengan kekuatan vampirnya sebagai seorang mind controller, ia bisa mengendalikan pikiran manusia maupun vampir mana pun.

Jimin mengamati manusia-manusia di bawah sana beberapa lama. Sesekali hidungnya mengendus-endus, memilah bau darah satu dengan yang lainnya. Kemudian Jimin sudah berteleportasi ke sebuah gang gelap. Sepertinya ia telah memilih targetnya untuk malam ini.

Ketika kepalan tangan Jimin mulai bergemeretak oleh listrik ungu, sebuah tepukan di bahu seketika menghentikannya. Dengan jengkel, pria bersurai hitam tersebut menoleh. Ekspresinya semakin jengkel saat mengetahui Jungkook-lah yang berdiri di sana, "Apa?" Ia heran bagaimana dongsaengnya yang satu ini selalu bisa menemukannya.

Si pemuda bersurai cokelat madu melipat tangannya di depan dada. "Kau sudah menghabiskan jatah darah hari ini dan besok. Dan kau masih pergi berburu?" tanyanya seperti seorang guru yang sedang marah pada muridnya. Jungkook menggeleng heran, "Seberapa besar nafsumu ini sebenarnya, Hyung?"

Jimin menghela napas panjang, "Yang kau berikan tadi darah babi. Darah manusia lebih lezat, Kookie."

Jungkook langsung menatap hyungnya dengan mata memicing. "Jadi, kau ingin mengatakan bahwa darah babi itu tidak lezat? Tapi kau menghabiskannya, Hyung!" balasnya dengan jengkel.

"Kau tidak dengar?" tanya Jimin dengan sebelah alis yang terangkat. Seolah adiknya ini tuli atau apa. "Darah manusia lebih lezat," ulang Jimin dengan penekanan pada kata 'lebih'.

Kali ini giliran Jungkook yang menghela napas, "Aku tahu, tapi tetap saja tidak ada lagi darah untukmu hari ini, Hyung!"

Si vampir Stroumer langsung mengerang. Dia benar-benar ingin darah manusia! "Oh ayolah, Kookie!" katanya yang lebih terdengar seperti rengekan.

"Tidak!" seru yang lebih muda dengan galak. "Salah siapa kau menghabiskan jatah untuk besok juga?"

Jimin mencebik. "Aku sangat lapar tadi," ujarnya, mulai memberi alasan.

"Ayo pulang!" ajak Jungkook tanpa memedulikan pembelaan hyungnya. Namun Jimin hanya diam saja, tidak berniat pulang sama sekali. Pemuda Park tersebut malah kembali mencebik.

Melihatnya, si pria Jeon memutar iris matanya dengan malas. Kadang ia heran, sebenarnya siapa di antara mereka berdua yang lebih tua? "Kau boleh berburu besok," ucapnya dengan berat hati.

Jimin langsung bersorak dalam hati. Wajahnya berubah cerah hanya dalam sekejap. "Setuju! Tetapi aku tidak ingin pulang sekarang," katanya sambil cengar-cengir.

Jungkook mengernyit, "Lalu?"

Yang lebih tua mengangkat bahu, "Aku bosan. Bagaimana jika kita menemui Yoongi Hyung? Sepertinya obat tetes mataku mulai habis."

"Baiklah," Jungkook mengangguk. Namun kemudian ia tersentak seperti teringat sesuatu. "Tunggu, bagaimana dengan Taehyung Hyung? Apakah tidak apa-apa kita meninggalkannya?" suara Jungkook terdengar khawatir, membayangkan kejadian buruk yang bisa saja menimpa kakak manusianya.

"Ada terlalu banyak orang di restoran. Para vampire hunter tidak mungkin menculiknya di hadapan pelanggan, bukan? Dia pasti akan baik-baik saja. Jangan khawatir," jawab Jimin.

Jungkook terlihat berpikir beberapa saat, mempertimbangkan semua kemungkinan yang akan terjadi. "Oke," ujarnya pada akhirnya. "Jadi, kita pergi ke mansion sekarang?"

Jimin melirik jam tangannya sejenak, "Dia berada di gedung seberang Daehan Cinema sekarang."

Setelah Jungkook mengangguk, kedua vampir yang masih terbilang muda itu segera berteleportasi ke tempat tujuan. Namun saat sampai di atap gedung tersebut, lelaki yang mereka cari tidak ada di sana. "Dia tidak ada," kata Jungkook sambil mengedarkan pandangan.

Tidak menjawab, Jimin malah duduk di ujung gedung yang menghadap ke arah restoran milik Seokjin. "Sepertinya dia sedang bersama Seokjin Hyung," ujarnya setelah menerawang jauh.

"Kita pergi ke sana?" tanya Jungkook sambil ikut memandangi restoran penuh mawar di hadapannya.

Dahi Jimin berkerut. "Jika Yoongi Hyung berada di sana, artinya ada hal penting yang harus dia bicarakan dengan Seokjin Hyung. Dan aku tidak ingin mengganggu," jawabnya.

"Lalu bagaimana dengan obat tetes matamu?" tanya Jungkook lagi.

Jimin melambaikan tangannya, seolah itu adalah hal yang tidak penting, "Aku bisa pergi ke mansion di pagi buta."

Si pria bergigi kelinci pun mengangguk paham sambil duduk di samping kakaknya. Kemudian mereka saling diam menikmati malam musim panas. "Apa Soojung Noona sudah sehat?" tanyanya, memecah keheningan.

"Sudah, hari ini dia memiliki jadwal pemotretan," jawab Jimin tanpa menatap lawan bicaranya.

"Syukurlah," balas yang lebih muda sambil tersenyum. "Lalu, apa kalian sudah menemukan petunjuk tentang pelakunya?"

Jimin menghela napas kasar, kemudian menggeleng muram. "Aku tidak mencium darah yang sama dengan yang ada disurat saat menyelidiki Daehan Cinema," jawabnya.

"Mungkin orang yang mengaku sebagai istrimu itu menyuruh orang lain," komentar Jungkook dengan dahi berkerut.

Si rambut hitam mengangguk, "Soojung juga berpikiran sama."

Membicarakan tentang gadis model bermarga Baek tersebut, membuat Jungkook teringat sesuatu. "Apa dia masih bertanya-tanya tentang teleportasimu?" tanyanya dengan cemas.

Jimin langsung tersenyum menenangkan menyadari kecemasan dongsaengnya, "Untung saja tidak."

Benar. Soojung sudah baik-baik saja dan tidak pernah bertanya lagi tentang teleportasi. Bahkan gadis itu juga tidak pernah mengungkit-ungkit tentang terjebaknya dia di dalam lift malam itu. Jungkook otomatis menghela napas lega.

Setelah sama-sama terdiam, Jungkook akhirnya kembali membuka suara, "Kupikir kalian terlihat semakin dekat."

Jimin langsung menoleh sambil terkekeh, "Kau pikir begitu?" Vampir yang lebih muda mengangguk. "Baguslah! Jika kami terlihat meyakinkan sebagai sepasang kekasih, istri sialanku itu pasti akan segera muncul," ucapnya.

Pandangan Jimin kembali pada gelapnya langit malam. Pikirannya otomatis melayang pada gadis yang seminggu lalu ia ajak berkencan. Memang sudah terhitung seminggu semenjak Park Jimin dan Baek Soojung menjalin hubungan pura-pura. Keduanya pun sudah mulai terbiasa melakukan skinship dan saling melontarkan kata-kata manis. Tidak hanya di hadapan banyak orang, bahkan di depan Inbi, Jungkook, dan Taehyung pun mereka tetap melakukannya. Mereka memang mengatakan bahwa itu semua untuk latihan. Tetapi hei, siapa yang tahu apa isi hati orang?

Si vampir Stroumer ini pun juga tidak tahu, kenapa ia memperlakukan Soojung dengan manis, layaknya kekasih sungguhan. Hei, mereka masihlah pura-pura! Namun entah kenapa lebih terasa seperti mereka benar-benar menjalin sebuah hubungan. Meskipun kadang Soojung bersikap galak karena godaannya, tapi tetap saja Jimin bisa melihat rona merah di pipinya.

Awalnya Jimin menggoda Soojung hanya agar gadis tersebut tidak terus-terusan marah padanya. Juga agar mereka berdua semakin akrab dan tidak terlalu kaku untuk menjadi sepasang selingkuhan. Namun, semakin lama, Jimin malah terbiasa melakukannya. Apalagi jika godaannya berhasil memunculkan rona merah di pipi Soojung. Hal itu seolah memiliki kesenangan tersendiri untuknya.

Jimin akui bahwa ia memang merasa nyaman dengan si gadis Baek. Dia tidak seperti gadis-gadis lain yang berusaha menarik perhatian lebih padanya. Soojung sungguh biasa saja. Bahkan saat Jimin memberinya smirk andalan, gadis itu hanya mengerjap kaget. Kemudian akan berkata, "Apa yang kau lakukan?!" dengan sok galak. Bukankah gadis ini sangat unik?

Apalagi dengan perubahan sikap Soojung yang menjadi lebih manis. Seperti menunjukkan aegyo atau memberi perhatian-perhatian kecil pada Jimin. Gadis bermata bulat itu sepertinya telah berhasil menyusup masuk ke dalam hati kosong seorang Park Jimin.

"Apa yang kau pikirkan, Hyung?" tanya Jungkook yang sukses membuyarkan lamunan Jimin.

"Masih tentang surat ancaman," jawab Jimin tanpa menoleh. Oh tentu saja itu bohong. Karena sebenarnya yang ia pikirkan adalah korban dari surat tersebut.

Tepat setelah mengatakan kebohongannya, tiba-tiba smartphone Jimin bergetar di dalam saku celana. Segera saja ia mengambil benda canggih tersebut. Melihat layar benda kesayangannya, senyum tampan langsung merekah di wajah Jimin.

Baek Soojung memanggil...

Ia sedang memikirkan gadis itu dan tiba-tiba orang yang berada dalam benaknya tersebut menghubunginya. Mungkin mereka berdua jodoh hingga bisa melakukan telepati seperti ini. "Tumben sekali dia menghubungiku terlebih dulu," gumamnya.

"Siapa?" tanya Jungkook yang penasaran. Kepalanya terjulur, berusaha mengintip smartphone milik kakaknya.

"Soojung," jawab yang lebih tua disertai senyum bodoh. Jungkook terheran melihat partnernya yang seperti remaja jatuh cinta. Jimin pun segera menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan. Namun belum sempat pria berambut hitam membuka mulut, suara panik di ujung sambungan membuat dahinya berkerut.

"Park Jimin!" Itu bukan suara Soojung, melainkan suara sahabatnya, Inbi. "Tolong! Datanglah ke sini sekarang juga! Kumohon!" Dia terdengar sangat panik.

Bahkan Jimin juga bisa mendengar isak tangisnya. Perasaan Jimin seketika menjadi buruk. "Ada apa?" tanyanya yang telah tertular kepanikan Inbi.

Mendengar suara Jimin yang tegang, Jungkook refleks memutar kepalanya. Kecemasan memasuki hatinya saat melihat wajah Jimin yang berubah horor. Apalagi lelaki di sampingnya tersebut menggenggam smartphonenya hingga buku jarinya semakin memutih.

"Soojung-" Inbi tersendat. Gadis bermarga Choi itu terdengar menghela napas meski masih terisak-isak. "Soojung tertimpa barndoors saat pemotretan," sambungnya.

"Apa?!" teriak Jimin dengan mata terbelalak. Hatinya serasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Padahal baru beberapa menit lalu dia memikirkan Soojung dengan senyuman. Kini sosoknya seolah pecah berkeping-keping dalam benak Jimin.

"Kirimkan alamatnya! Aku akan segera ke sana!" lanjut Jimin sambil bangkit. Setelah mendengar jawaban Inbi dari seberang sana, ia segera mematikan sambungan telepon.

"Ada apa?" tanya Jungkook yang tidak tahan lagi dengan kecemasannya.

"Soojung tertimpa barndoors saat pemotretan," jawab Jimin, mengulang perkataan Inbi dengan suara tegang. "Aku tidak tahu ini hanya kecelakaan yang tidak disengaja, ataukah memang perbuatan si pengirim surat itu. Namun aku benar-benar harus pergi," sambungnya sambil mengecek dompet, smartphone, dan kunci mobil sebelum pergi.

"Aku ikut!" seru si pria bergigi kelinci sambil bangkit. "Mungkin aku bisa pergi ke tempat kejadian untuk melihat apakah ini disengaja atau tidak," sambungnya, berharap hyungnya mengijinkan.

Untungnya Jimin langsung mengangguk setuju. "Kuserahkan padamu!" katanya sambil menepuk pundak Jungkook. Kemudian keduanya kembali menghilang bersama.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts