webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Don't Ignore Me!

Seorang gadis bersurai cokelat panjang berjalan pasti menuju ujung jalan. Berbagai pikiran berputar dalam tempurung kepalanya. Dan semua itu berpusat pada seorang pria tampan yang akhir-akhir ini telah mengacaukan hatinya, Park Jimin.

Dua hari yang lalu, Inbi menyadarkannya tentang perasaannya pada Jimin. Awalnya Soojung tidak percaya bahwa dirinya telah jatuh cinta. Namun setelah diam-diam mencari definisi cinta di internet, gadis model tersebut akhirnya mengaku. Ya, dia memang telah jatuh cinta pada seorang Park Jimin, kekasih pura-puranya. Bahkan Soojung juga mengakui bahwa ada sedikit rasa ingin memiliki pemuda itu seutuhnya.

Katakan saja bahwa Soojung egois, mengingat Jimin sudah memiliki seorang istri serta bayi. Namun dia sungguh tidak peduli! Lagi pula lelaki Park itu selalu bersikeras mengatakan bahwa ia sama sekali belum pernah memiliki kekasih. Jika bibirnya dapat dipercaya, bukankah masih ada kesempatan bagi Soojung untuk berharap sesuatu yang lebih?

Setelah menghela napas panjang, akhirnya gadis Baek itu memasuki restoran mewah tujuannya. Mata bulatnya menyisir ke setiap sudut ruangan hingga menemukan sosok yang dicarinya. Dia pun segera masuk ke antrian. Karena pria yang ada dipikirkannya selama ini sedang berdiri di balik counter pesanan dan terus saja mengumbar senyum pada semua pelanggan.

Apakah mengurus restoran sangat menyita waktunya hingga dia bahkan tidak sempat untuk sekadar membaca pesan? pikir Soojung. Hingga tibalah ia di depan meja counter pesanan. Tatapannya tak pernah lepas dari Jimin. Sayangnya lelaki tersebut masih sibuk dengan mesin pesanan di depannya.

"Selamat datang. Apa yang ingin anda pesan?" tanya Jimin sambil mengangkat pandangan. Seketika itu, senyumnya hilang. Karena gadis yang selama ini mati-matian ia hindari, kini telah berada di hadapannya.

Soojung tentu tidak buta melihat perubahan raut wajah Jimin. Bahkan dia sudah memperkirakannya. "Park Jimin!" tegurnya.

Dengan segera, Jimin mengendalikan keterkejutannya. Mata tajamnya beralih pada mesin pesanan, berusaha menghindari tatapan marah Soojung. Memilih untuk bersikap cuek, ia bertanya dengan lagak sopan, "Menu apa yang ingin anda pesan?"

Si gadis manusia refleks berdecak tidak suka. "Yaaa, Park Jimin!" ulangnya. Kenapa Jimin malah bersikap seperti ini? Padahal ia sangat tidak suka diabaikan.

Mengabaikan seruan tersebut, Jimin malah melanjutkan pertanyaannya, "Minumnya?" Seolah Soojung hanyalah salah satu pelanggannya yang butuh makan. Tangannya mulai sibuk bergulir di atas layar monitor untuk memasukkan pesanan.

"Park Jimin!" pekik Soojung dengan geram. Tangannya terkepal erat hingga kukunya menancap. Kenapa ia sama sekali tidak dipedulikan?

Jimin jelas terkejut dengan pekikan kekasih pura-puranya itu. Masih dengan kepala tertunduk, sudut matanya menangkap bahwa semua pelanggan sedang mengamatinya penasaran. Namun ia memilih untuk tetap bersikap tidak peduli, "Silahkan tunggu pesanan anda." Setelah sedikit membungkuk, Jimin mulai beranjak meninggalkan meja counter.

Ditinggalkan seperti ini, Soojung refleks menggigit bibir untuk menahan air matanya yang akan tumpah. "Yaaa, Park brengsek Jimin!!" teriaknya. Masa bodoh dengan semua pelanggan yang terkejut dan menatapnya.

Untungnya teriakan tersebut berhasil membuat pria yang dipanggil mematung. Tanpa diduga, Jimin berbalik ke arah Soojung dan langsung menarik tangannya. Membawanya ke meja yang kosong, kemudian mendudukkan Soojung dengan paksa. "Kau hanya perlu menunggu," desisnya. Kemudian ia pergi ke bagian dapur begitu saja.

Soojung terlalu terkejut untuk bereaksi. Namun setidaknya perasaannya sedikit lega karena akhirnya ia bisa bertemu dengan Jimin, bahkan dia menyuruhnya untuk menunggu. Untuk membunuh kebosanan, ia pun mulai memainkan game di smartphonenya.

Tak lama kemudian, sebuah suara husky menyapa gendang telinga Soojung, "Silahkan pesanan anda." Kemudian semangkuk Mulhwi dan semangkuk Hwachae dipindahkan dari nampan ke atas meja Soojung.

Gadis bermata bulat itu mendongak dan langsung merasa kecewa. Karena yang berdiri di sampingnya bukanlah Jimin, melainkan Kim Taehyung. "Aku tidak memesan makanan," kata Soojung.

Taehyung pun mengerjap bingung. Matanya bergulir dari makanan di atas meja ke gadis yang duduk di sana. Ia yakin melihat pesanan Mulhwi dan Hwachae atas nama Soojung di layar pesanan yang bahkan sudah dibayar. Namun kenapa gadis ini mengatakan bahwa dia tidak memesan makanan? "Lalu?"

"Di mana Jimin?" tanya si gadis model, tidak menghiraukan kebingungan Taehyung. Dia malah menjulurkan leher ke pintu dapur. Berharap melihat sekelebat sosok yang dicarinya.

Si pria kelewat tampan mendekap nampannya dengan bingung. "Dia pergi," jawabnya yang langsung membuat Soojung terbelalak menatapnya. "Dia bilang ada urusan," tambahnya.

"Apa?!" pekik Soojung. Seluruh pelanggan sontak menatapnya karena merasa terganggu. Menyadari itu, ia pun segera membungkuk pada semua orang sambil menggumamkan maaf. Taehyung bahkan ikut meminta maaf dengan tidak enak hati.

Setelah para pelanggan kembali pada makanan mereka masing-masing dan tidak memedulikan Soojung lagi, ia pun menatap Taehyung dengan serius. "Bagaimana mungkin dia pergi? Padahal dia yang menyuruhku untuk menunggu!" ujarnya jengkel.

Bagaimana tidak? Soojung sudah menurunkan gengsinya untuk mendatangi Jimin terlebih dahulu, tapi apa yang ia dapat? Pria itu malah meninggalkannya setelah menyuruhnya untuk menunggu!

Sekarang Taehyung mulai mengerti situasi di antara sepasang kekasih ini. Sepertinya Jimin-lah yang memesan makanan untuk Soojung. Lelaki bermarga Park itu menyuruh pacarnya sendiri untuk menunggu, padahal dia malah pergi. Mungkin yang Jimin maksud adalah menunggu makanan, bukan dirinya.

Penasaran, ia pun duduk di kursi seberang si gadis bermata bulat. "Kalian bertengkar?" tanyanya. Tentu saja Taehyung sadar bahwa Jimin sedang berusaha menghindari Soojung. "Akhir-akhir ini Jimin terus saja melamun," imbuhnya.

Dahi Soojung berkerut samar saat menjawab, "Seingatku, kami tidak sedang bertengkar saat terakhir kali bertemu. Namun sudah hampir 2 bulan dia mengabaikan semua chat dan teleponku." Tapi apa yang dia pikirkan hingga sering melamun dan memilih untuk mengabaikanku? lanjutnya dalam hati.

Si pemuda bersurai abu mengernyit. "Aneh," komentarnya. Namun ia seketika yakin bahwa gadis di depannya inilah yang Jimin lamunkan selama ini.

Soojung menghela napas panjang, sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran si pria bermarga Park. "Aku benar-benar harus berbicara dengannya," ujarnya yang segera mendapat anggukan setuju dari Taehyung. "Jadi apa kau tahu ke mana Jimin pergi, Taehyung-ssi?"

Wajah Taehyung yang awalnya bersemangat, seketika menjadi lesu. "Tidak. Dia tidak mengatakannya," jawabnya dengan nada bersalah. Harapan Soojung seketika terbang ke langit saat itu juga. "Makanlah terlebih dahulu! Aku akan bertanya pada Jungkook. Mungkin saja dia tahu," ucapnya sambil bangkit.

Soojung harus mengurungkan niatnya untuk melontarkan protesan saat mendapat tatapan sok tajam Taehyung. "Setidaknya kau harus mengisi perutmu. Aku yakin kau belum makan malam. Lagi pula Jimin sudah membayarnya," kata Taehyung sambil mengedikkan dagu pada makanan di atas meja.

Melihat si gadis Baek yang terbelalak menatap makanannya, Taehyung pun tersenyum kecil. Sambil beranjak ke dapur, pikirannya otomatis melayang pada teman akrabnya. Sekeras apa pun Jimin berusaha mengabaikan Soojung, ternyata diam-diam ia masih memperhatikannya.

Sementara itu, Baek Soojung masih tertegun menatap makanannya. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat tahu bahwa Jimin-lah yang memesan makanan untuknya, bahkan telah membayarnya. Bukannya merasa direndahkan seperti insiden gaun dulu, ia malah merasa bahwa hatinya menghangat.

Entah bagaimana Jimin tahu bahwa Soojung memang belum makan malam. Apalagi makanan yang dia pesankan adalah makanan yang menyehatkan bagi tubuh modelnya. Bukannya memesankan jus atau minuman beralkohol, Jimin malah memilih Hwachae yang baik untuk kulit, sebagai pendamping Mulhwi.

Meskipun mengabaikannya, ternyata Jimin diam-diam masih memperhatikannya. Soojung menyadari itu. Dengan senyum terkembang, ia pun menyambar sumpit dan sendok yang telah disediakan.

Tepat saat Soojung menyelesaikan makan malamnya, Jungkook terlihat keluar dari dapur. Pemuda bergigi kelinci tersebut langsung menghampiri Soojung sambil tersenyum. "Hai, Soojung Noona!" sapanya sambil duduk di seberang gadis yang ia sapa.

"Hai, Jungkook!" balas Soojung disertai senyuman. Tangannya buru-buru meletakkan sumpit, kemudian membersihkan mulutnya dengan tisu. "Jadi, apa kau tahu ke mana Jimin pergi?"

Sambil menyingkirkan mangkuk, Jungkook menjawab sambil lalu, "Pulang." Karena tidak mendengar suara lawan bicaranya, akhirnya ia mendongak. Mata doenya melihat perubahan raut wajah Soojung. "Ada apa?" tanyanya dengan khawatir.

"Di mana rumahnya? Apakah sangat jauh?" tanya Soojung dengan suara tercekat, merasa telah kehilangan harapan. Sebegitu tidak maunyakah Jimin bertemu dengannya? Memang apa kesalahannya? Kenapa pria itu sangat menghindarinya?

Jungkook tiba-tiba tersenyum tampan. "Tenang saja, Noona! Rumah kami sangat dekat!" ujarnya.

Mata bulat Soojung seketika berbinar senang. "Benarkah? Aku harus berbicara dengan Jimin," katanya penuh harap.

Jungkook mengangguk, "Aku akan menunjukkannya padamu, Noona. Ayo!" Kemudian ia bangkit dan melangkah menuju dapur. Soojung pun mengikuti tanpa bertanya.

Setelah memasuki dapur, si lelaki Jeon membuka sebuah pintu yang mengarah ke luar. Sekarang mereka telah berada di sebuah gang, tepat di samping restoran. "Kau lurus saja, Noona. Rumah kami berwarna hitam-biru dan memiliki halaman depan yang luas. Kau tidak mungkin melewatkannya," jelasnya.

Setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, Baek Soojung segera beranjak menyusuri gang di hadapannya. Di sana sangatlah sepi dan gelap. Merinding, gadis bermata bulat itu mengusap-usap lengannya. Dia pun mulai bersenandung untuk mengusir kesendiriannya.

Dari arah sebaliknya, Soojung bisa melihat bahwa ada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. Ia pun refleks memicingkan matanya. Dari cara berjalannya dan postur tubuhnya, dia tahu bahwa orang tersebut adalah Jimin. "Park Jimin!" panggilnya saat lelaki tampan itu sudah berada dalam jarak dengar.

Namun Jimin terus saja melangkah melewati Soojung. Seolah gadis itu adalah hantu yang tak terlihat dan terdengar. Bahkan mata tajamnya tidak melirik 'kekasihnya' sama sekali.

Kesal, Soojung segera menyusul langkah Jimin. "Yaaa, Park Jimin!" teriaknya sambil menarik lengan Jimin hingga lelaki itu menghadapnya. Pria Park tersebut terlihat seperti akan protes, tapi Soojung lebih dulu mendesis. "Katakan padaku, Park Jimin! Apa kesalahanku hingga kau mengabaikanku seperti ini?! Ke mana smartphonemu hingga kau tidak mengangkat teleponku, bahkan tidak membaca satu pun chatku?!"

"Aku tidak mengabaikanmu," jawab Jimin dengan cuek. Matanya berlari ke mana saja asal tidak berhenti pada gadis di hadapannya. Sambil berdecak tidak suka, ia melepas genggaman Soojung di lengannya.

Sebelah alis Soojung terangkat, meremehkan. "Begitu?" ujarnya sambil mendengus. Kemudian tiba-tiba nada bicaranya naik beberapa oktaf, "Beberapa menit lalu kau mengabaikanku seolah aku adalah hantu!"

Sang pemuda vampir menghela napas dengan kesal, diikuti oleh iris matanya yang berputar bosan. Akhirnya Jimin mau mengalihkan pandangannya pada Soojung. "Sebenarnya apa maumu?" tanyanya dengan malas.

"Kau yang mengajakku untuk melakukan drama perselingkuhan ini, kemudian kau tiba-tiba mengabaikanku seperti kita tidak saling mengenal. Dan sekarang kau bertanya apa mauku? Harusnya aku yang menanyakan hal itu!" omel Soojung dengan marah. "Kau pikir bisa seenaknya pergi dari kehidupanku setelah memorak-porandakan hatiku? Tidak, Park Jimin! Kau harus bertanggung jawab!"

Tentu saja Jimin terkejut mendengarnya. Meskipun tersirat, tapi ia mengerti maksud dari perkataan Soojung barusan. "Apa?" tanyanya, tidak yakin dengan pendengarannya.

Menyadari bahwa mulutnya telah kelepasan, mata Soojung langsung membulat. Kemudian bibirnya mengatup rapat sambil berusaha mencari alasan. "Kau harus bertanggung jawab atas surat ancaman itu," jawabnya cuek, bahkan sama sekali tidak ada hubungannya.

Jimin terdiam. Hatinya mulai bimbang. Sejujurnya dia memang mencintai Soojung. Namun dia takut Soojung akan berada dalam bahaya lagi. Dan yang paling mengerikan, dia takut tidak bisa mengendalikan dirinya dan malah menghisap darah gadis itu. "Soojung-ah, apa kau mencintaiku?" tanya Jimin dengan tatapan menyelidik.

To be continued...

Yes! kkkk

Astraliancreators' thoughts