webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Love

Saat Soojung dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans, Jimin terpaksa harus tinggal. Karena dia harus memberikan keterangan kepada polisi terlebih dahulu. Meskipun ia sangat jengkel dan ingin segera menemani 'kekasihnya', tapi tetap saja ia terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan polisi.

Bahkan Jimin juga berhadapan dengan pengendara mobil yang menabrak Soojung. Ia sungguh ingin membunuhnya dan menyalahkan semua padanya. Namun jika dipikir lagi, itu bukan salahnya.

Pengemudi tersebut juga pasti terkejut melihat Soojung yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan hanya untuk menyelamatkan anak anjing. Membuat Jimin ingin menyalahkan hewan sialan itu. Namun hei! Seekor anjing tetaplah hewan yang tidak memiliki otak layaknya manusia!

Bahkan pemuda Park ini juga ingin menyalahkan si gadis pemilik anjing. Apa yang dia lakukan hingga membiarkan hewan peliharaannya berkeliaran di jalan? Bukankah dia sangat teledor?

Namun bagaimanapun juga, semua ini sebenarnya adalah salahnya. Kenapa ia harus meninggalkan Soojung? Kenapa ia tidak mengajak saja dia ke kedai es krim? Bukankah Jimin sangat bodoh?

Setelah melewati interogasi dengan polisi, Jimin akhirnya sampai di rumah sakit. Seorang perawat memberitahunya bahwa Soojung masih berada dalam ruang gawat darurat. Dan ia hanya bisa menatap pintu ruangan tersebut dengan kecewa. Berharap dia bisa berada di sana untuk menemaninya.

Lelaki tampan itu menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Mata tajamnya tidak sengaja melihat pakaiannya. Dia terlihat berantakan. Kemeja dan celananya terkena noda gelap darah Soojung.

Tunggu, apa? Darah? Jimin segera menatap kedua tangannya yang berlumuran darah. Ia yakin darah itu sudah ada di sana sejak ia menggendong 'kekasihnya'. Namun kenapa ia baru menyadarinya sekarang?

Tiba-tiba Jimin merasa tercekat. Matanya memerah, menginginkan darah. Dia ingin sekali menjilati darah yang ada di tangannya.

Namun entah kenapa ia tidak bisa. Seperti ada sesuatu yang mencegahnya untuk sekadar mencicipi lezatnya darah tersebut. Mungkinkah karena ini adalah darah milik Soojung?

Jika sampai lidahnya mencicipi darah Soojung barang sedikit saja, dia pasti akan menginginkannya lagi dan lagi. Maka, lelaki vampir itu berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diri. Setelah memastikan bahwa ia sendirian di sana, Jimin segera berteleportasi ke rumahnya.

🌹 Black Rose 🌹

Soojung baru saja sadar dengan sensasi pening yang menyerang kepalanya. Tanpa diberitahu pun ia tahu bahwa dahinya kembali dijahit. Di samping itu, sekujur tubuhnya terasa pegal-pegal. Bagaimana tidak jika ia baru saja mengadu kekuatannya dengan mobil di jalan raya?

Setelah menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyerbu matanya, Soojung mulai menyisir ruangan. "Inbi?" panggilnya.

Inbi yang sedang menata pakaian pun menoleh, "Soojung!" pekiknya. "Syukurlah kau sudah sadar!" sambungnya sambil mendekat, lantas memeluk sahabatnya sekilas.

Soojung pun mengangguk sambil tersenyum. "Kau sendirian? Di mana Jimin?" tanyanya dengan mata bulat yang mencari sosok tersebut dalam ruangan.

"Aku tidak tahu, Soojung. Sejak aku datang, Jimin tidak ada. Padahal dia yang meneleponku dan menyuruhku agar cepat datang," jawab Inbi sambil memencet tombol untuk memanggil dokter.

Soojung menggumam tidak jelas sendiri. "Kalau begitu, bisa tolong kau ambilkan smartphoneku?" pintanya sambil berusaha duduk. Inbi pun menurutinya tanpa bertanya apa-apa.

Sambil menunggu dokter datang, Soojung berusaha menelepon Jimin. Namun, meskipun ia sudah meneleponnya berkali-kali, lelaki tampan tersebut tidak juga menjawab. Ke mana kau, Park Jimin? batinnya yang entah kenapa mendapat firasat buruk.

Tanpa mereka ketahui, sebenarnya lelaki yang mereka bicarakan berada sangat dekat dengan mereka. Bahkan pria itu bisa melihat kekasih pura-puranya sedang diperiksa oleh dokter. Ya, pria Park ini sedang mengamati Soojung melalui jendela.

Jimin sungguh tidak berani bertemu dengan Soojung lagi. Pengecut? Bukan. Ia hanya merasa malu karena tidak bisa menepati janjinya. Ia telah berkali-kali gagal melindungi Soojung. Bahkan ia merasa telah membiarkannya menderita.

Dan semua itu jelas salahnya. Karena dirinyalah yang menjadikan Soojung umpan agar si pengirim surat ancaman muncul. Namun apa? Bahkan sampai gadis model tersebut menderita seperti ini pun, Jimin belum menemukan petunjuk apa pun tentang orang gila yang mengaku sebagai istrinya.

Tiba-tiba dahan pohon yang Jimin duduki terasa sedikit bergetar. Saat menoleh ke samping, ia melihat Jungkook yang berdiri di atas dahan pohon sebelahnya. Sepertinya kemampuan melacak pikiran milik dongsaengnya ini semakin meningkat, mengingat ia bisa menemukan Jimin dengan sangat mudah.

"Kenapa kau hanya duduk di sini Hyung?" tanya Jungkook. Jimin hanya diam, tidak berniat untuk menjawab. Ia terlalu gengsi untuk mengakui tentang perasaan malunya pada Soojung. Apalagi menceritakannya secara terang-terangan pada Jungkook.

Jungkook melirik hyungnya dengan bingung. "Kenapa kau tidak langsung menemuinya saja?" tanyanya lagi. Vampir yang lebih tua malah terus memandangi Soojung. Dia terlihat sedang menelepon seseorang. Sepersekian detik kemudian, smartphone Jimin di sakunya bergetar hebat. Namun tidak ia pedulikan.

Jungkook melirik Soojung dan Jimin bergantian. Bahkan dari sini pun ia bisa mendengar pikiran Soojung yang mencemaskan Jimin. "Kenapa kau tidak mengangkat teleponnya? Dia sangat mengkhawatirkanmu, Hyung," ujarnya.

Jungkook dan pertanyaan-pertanyaannya kini terdengar menjengkelkan di telinga Jimin. Akhirnya, dengan jengkel Jimin menjawab, "Aku tidak bisa! Jadi berhentilah bertanya, Kookie!"

Bukannya merasa tersinggung, si pria bersurai cokelat madu malah terkekeh geli. "Kau mencintainya," tebak Jungkook disertai cengiran lebar. Pria bermarga Park langsung menoleh dengan mata melebar, tentu saja terkejut. "Itu menjelaskan kenapa kau tidak mencicipi darahnya meskipun darahnya sudah ada di tanganmu, Hyung," jelas si lelaki bergigi kelinci sambil tersenyum.

Jimin tetap diam. Kepalanya tertunduk, menatap kedua kakinya yang terayun-ayun bebas. Jelas tidak ingin menatap partnernya. Karena dia memang tidak mau mencicipi darah Soojung sedikit pun kemarin. Dia malah langsung membersihkan seluruh tubuhnya dengan banyak sekali sabun agar bau manis darah Soojung hilang.

"Kau tidak ingin menjadikannya mangsa, bukan?" desak Jungkook masih dengan senyumannya. Si vampir listrik terdiam cukup lama. Namun kemudian ia menjawabnya dengan gumaman tidak jelas.

Jungkook menghela napas panjang. Tidak habis pikir dengan hyungnya yang satu ini. Apakah begitu sulit mengetahui perasaan cinta dan tidak? "Coba kau telaah perasaanmu, Hyung," sarannya.

"Aku sedang melakukannya," ujar Jimin tanpa menoleh.

Karena ia tahu, Jungkook tidak lagi berada di sebelahnya. Pandangannya pun kembali pada Baek Soojung di depannya. Sejujurnya, Jimin benar-benar tidak tahu, apakah ia memang mencintai si gadis Baek atau tidak. Selama hidupnya yang panjang, pria vampir ini sama sekali tidak tertarik dengan hal romansa. Maka dari itu, dia sama sekali tidak tahu bagaimana definisi jatuh cinta sebenarnya.

Namun Jimin akui bahwa ia selalu merasa nyaman bersama Soojung. Gadis bermata bulat itu berbeda dengan gadis-gadis yang langsung bertekuk lutut padanya. Soojung seolah kebal pada pesonanya. Jarang sekali dia tersipu saat ia menggodanya. Malah Soojung lebih sering membalas godaannya. Bukankah dia sangat unik?

Apalagi dengan adanya berbagai macam teror yang akhir-akhir ini didapatkan Soojung. Terlebih, dialah yang memancing gadis tersebut untuk menyongsong celaka. Jimin seperti merasa bertanggung jawab untuk melindunginya.

Soojung bahkan seorang model. Tentu saja ia sangat amat cantik! Bohong jika Jimin mengatakan bahwa ia tidak tertarik dengan gadis bersurai cokelat tersebut. Dengan semua fakta ini, apakah Jimin masih ragu dengan perasaannya?

🌹 Black Rose 🌹

Soojung menatap smartphonenya dengan tatapan tajam, berusaha membuat benda tersebut berdering hanya dengan tatapannya. Namun meski sampai matanya lepas sekali pun, tidak ada panggilan masuk dari Park Jimin sama sekali. Bahkan ratusan pesannya juga tidak terbalas.

Sebenarnya ke mana Park Jimin? Apa dia terlalu sibuk hingga tidak sempat menghubungi Soojung? Jika benar begitu, kenapa Jimin tidak memberitahunya terlebih dahulu? Setidaknya membalas salah satu pesannya. Namun nihil. Pria tampan itu seolah hilang ditelan bumi.

Mungkin dia memang sangat sibuk, pikir Soojung sambil meninggalkan smartphonenya di kamar.

Soojung pun menyibukkan dirinya dengan mengurus toko bunganya, memasak, dan membersihkan rumah. Bahkan juga kembali pada jadwalnya sebagai seorang model. Apa pun untuk mengalihkan pikirannya dari lelaki Park.

Namun bahkan setelah Soojung menyelesaikan pemotretannya, belum juga ada kabar dari Jimin. Hingga membuat Soojung sangat geram dengannya. "Menghilanglah! Jangan pernah hubungi aku lagi! Aku tidak peduli!" teriaknya di suatu pagi. Padahal sekarang sudah terhitung sebulan sejak ia mengalami kecelakaan mobil.

Dan sebulan kemudian gadis bersurai cokelat ini selalu marah-marah tanpa sebab. Biasanya ia akan melayani pelanggannya dengan senyum ceria dan ramah. Namun sekarang tidak lagi.

Bahkan sahabatnya juga sering kali menjadi korban kemarahan Soojung. Padahal Inbi sama sekali tidak melakukan kesalahan. Namun entah kenapa selalu ada saja yang Soojung permasalahkan.

"Yaa, Soojung-ah!" panggil Inbi yang sedang membuat nail art di samping meja kasir. Ya, dia tidak memiliki jadwal kuliah hari ini. Jadi, ia bisa membantu sahabatnya di toko bunga.

"Apa?!" jawab Soojung dengan ketus. Bahkan tanpa mengalihkan pandangan dari pita-pita yang sedang ia tata. Seperti inilah moodnya sejak sebulan terakhir.

Untung saja Inbi tidak sakit hati dengan nada bicara Soojung. Ia sudah terbiasa hingga semakin lama pun kebal. "Apa kau bertengkar dengan Jimin? Karena aku tidak melihatnya sama sekali akhir-akhir ini," ujarnya.

Soojung tertegun. Tebakan Inbi sangat mendekati fakta. "Kami tidak bertengkar," jawabnya, berusaha terdengar cuek.

Si gadis berambut ikal masih tidak sudi untuk mengangkat pandangannya. Meskipun begitu, dahinya mulai berkerut, "Lalu?" Sepertinya Inbi mulai menyadari bahwa ia telah menyentuh topik sensitif.

"Aku juga tidak tahu!" seru Soojung tiba-tiba, jelas-jelas terdengar jengkel. "Dia tidak pernah mengangkat teleponku sejak kecelakaan hari itu. Pesanku juga sama sekali tidak dibalas. Bahkan tidak dibaca! Sebenarnya ke mana dia?!"

Inbi melirik Soojung sekilas. Kemudian mata sipitnya kembali pada kuku cantiknya. "Kenapa kau marah? Mungkin dia sibuk?"

"Selama hampir dua bulan? Tanpa menyentuh smartphonenya? Inbi, kita tidak hidup di jaman batu!" seru Soojung lagi, tidak repot-repot menyembunyikan kekesalannya.

Inbi tersenyum kecil. Sepertinya ia telah berhasil membuka sesuatu yang tidak Soojung sadari. Ia pun mengambil kesimpulan, "Kau mengkhawatirkannya."

"Tidak!" Soojung terdengar tersinggung. Bahkan kata itu keluar terlampau cepat dari mulutnya. Membuatnya otomatis merapatkan bibir.

Kesal dengan sahabatnya, akhirnya Inbi menatap Soojung. "Kau jelas-jelas mengkhawatirkannya. Jika tidak, kau tidak akan mengomel seperti ini!" ucapnya.

"Aku tidak peduli padanya, Inbi! Sama sekali!" Soojung kembali berseru. Terkutuklah gengsinya yang setinggi menara.

Gadis Choi menyipitkan matanya. Berusaha menaksir kadar kejujuran temannya. "Kau mencintainya," katanya kemudian.

Mata bulat Soojung semakin membulat. "Apa?! Kau gila? Apa yang kau katakan?!" pekiknya tidak terima.

"Kau mencintainya," ulang Inbi dengan penekanan di setiap suku katanya. Suaranya memang terdengar datar, tapi matanya masih menyipit. Soojung sudah membuka mulutnya untuk protes. Namun Inbi lebih dulu menyela, "Kau tidak mungkin uring-uringan tidak jelas seperti ini jika tidak memiliki perasaan khusus pada Jimin."

"Inbi, itu tidak mungkin! Kami hanya pura-pura!" teriak Soojung. Untung saja sedang tidak ada pelanggan di toko bunganya. Bukankah sangat tidak lucu jika ada yang menyaksikan pertengkaran mereka?

"Kalian terlalu sering pura-pura bermesraan hingga tidak sadar bahwa sebenarnya kalian saling jatuh cinta!" balas Inbi yang ikut berteriak. Ia tidak tahu sahabatnya ini bodoh atau mati rasa. Kenapa sulit sekali menyadarkan Soojung tentang perasaannya sendiri?

Si gadis bermarga Baek mendengus sebal. "Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?!" bentaknya. Seolah Inbi telah mengatakan hal yang sangat mustahil.

Inbi refleks menghela napas. Berbicara dengan sahabatnya memang akan membuatnya gila. "Soojung, bahkan orang buta pun tahu bahwa kalian saling suka!" jawabnya.

Soojung terdiam. Benarkah? Apakah dia memang telah jatuh cinta pada pacar pura-puranya? Gadis cantik itu terlalu polos untuk mengartikan perasaan asingnya. Ia tidak tahu, apakah ini yang dinamakan mencintai? Karena ia tidak pernah merasakannya. Kasih sayang orang tuanya terenggut sejak ia masih kecil. Hingga ia tidak mengenal apa arti kata mencintai dan dicintai.

To be continued...

What is love?

Astraliancreators' thoughts