webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

Blind Accusation

Mendengar teriakan Soojung, Jimin yang baru keluar dari toilet pun segera menghampiri kekasihnya. "Ada apa?" tanyanya dengan panik. Namun saat melihat darah di tangan kanan Soojung, matanya seketika berubah merah. Aroma darah segar menyeruak ke dalam hidungnya, membuatnya tercekat.

Bau darah Soojung membekap Jimin hingga kepalanya terasa pening. Bahkan leher gadis tersebut terlihat sangat dekat dan menggoda. Bohong jika Jimin tidak menginginkan darah Soojung saat ini juga.

Dengan sekuat tenaga, sang vampir berusaha mengendalikan diri. Matanya ia pejamkan erat-erat, menghapus bayangan leher Soojung yang menggoda. Kemudian ia mengatur napas dan berkonsentrasi pada bau masakan di dapur untuk menyamarkan aroma darah pacarnya. Setelah menelan ludah, Jimin pun membuka matanya. Iris matanya telah kembali berwarna cokelat, menandakan tenggelamnya sisi vampirnya.

Lelaki bermarga Park segera menarik Soojung ke bak cuci piring untuk membersihkan lukanya. "Aaakkh! Perih sekali!" pekik si gadis. Namun Jimin hanya diam. Ia terlalu fokus menahan hasratnya agar tidak membongkar identitasnya di depan banyak orang.

"Jadi, apakah Sojunya-" pertanyaan Inbi terhenti saat melihat sahabatnya yang terlihat menahan perih. "Kau kenapa, Soojung-ah?" tanyanya sambil mendekat. "Omo!" pekiknya saat melihat luka Soojung.

Jungkook yang melihat orang-orang sedang berkumpul di bak cuci piring pun ikut mendekat. "Ada ap- a?" pria itu langsung tercekat membaui aroma darah yang menggantung di udara. Bahkan matanya sempat berkilat merah sekejap. Namun ia pun berusaha sebaik mungkin untuk mengekang nafsunya.

Gadis yang mejadi pusat perhatian semua orang itu menoleh dengan senyum canggung di wajah cantiknya. "Kupikir kuncinya jatuh ke tempat sampah, jadi aku merogohnya," jawab Soojung sambil mengedikkan dagu ke tempat sampah dapur. Semua orang pun refleks mengikuti arah pandangnya.

Tanpa disuruh, Inbi dan Jungkook segera menghampiri tempat sampah itu dan menumpahkan isinya. Mata sipit Inbi terbelalak ngeri melihat apa yang ada di sana. "Astaga, ada pecahan gelas di sini!" serunya.

Ekspresi semua orang menjadi ngeri. Bahkan beberapa pegawai menatap kekasih dari majikan mereka dengan iba. Meski begitu, Jimin tetap saja memasang wajah datarnya. "Aku akan mengobati luka Soojung," katanya sambil menarik gadisnya untuk menaiki tangga ke ruang tengah milik Taehyung.

Jungkook dan Inbi mengangguk serempak. Kemudian saat si gadis Choi akan mencari kunci di tumpukan sampah itu, Jungkook langsung memegang pergelangan tangannya. Membuat gadis tersebut berhenti, lantas menatap mata lebar si pemuda vampir dengan bingung.

"Biar aku saja, Noona. Aku tidak ingin tanganmu terluka juga," kata Jungkook sambil melepas cengkeramannya. Ia pun mulai mencari-cari kunci di antara sampah-sampah dapur. Inbi merona seketika itu juga. Dengan gugup, ia mengangguk meski Jungkook tidak lagi memperhatikannya.

"Noona!!" terdengar suara teriakan Taehyung dari counter depan. "Kenapa lama sekali?" lanjutnya dengan nada jengkel yang kentara, membuat Inbi langsung terbangun dari acara blushingnya.

🌹 Black Rose 🌹

Jarum pendek jam sudah menunjukkan tengah malam sekarang. Restoran baru saja tutup meski para pegawainya masih bersih-bersih dan cuci piring. Begitu juga dengan ketiga pemiliknya yang memiliki kesibukan sendiri-sendiri.

Jungkook sedang mengecek bahan masakan yang habis dengan dibantu oleh Inbi. Taehyung sedang sibuk menghitung pendapatan hari ini sekaligus membuat laporan. Sedangkan Jimin sedang berduaan dengan Soojung di ruang tengah milik Taehyung.

Hawa yang dingin membuat Soojung ingin terus merapatkan diri pada Jimin. Entah kenapa pria bersurai hitam kelam tersebut selalu memancarkan kehangatan. Dan tiap sentuhannya selalu meninggalkan sensasi menyetrum pada kulit Soojung.

Tangan Jimin yang awalnya melingkari bahu Soojung, tiba-tiba meraih tangan kekasihnya yang terluka. Telapak tangan gadis itu sudah ia obati, bahkan sudah ia balut dengan perban. "Apakah masih sakit?" tanyanya.

"Sedikit," jawab Soojung. Ia diam saja saat Jimin mulai menelusuri jemarinya dengan bibirnya. Mencium lembut setiap luka meski tertutup kain perban. Entah kenapa ciuman Jimin tidak menimbulkan sedikit pun rasa perih. Malah menimbulkan debaran tak terkendali dalam dadanya.

"Maaf," kata Jimin setelah mencium telapak tangan Soojung. Ia ingat, di sanalah luka Soojung yang paling dalam. Bahkan ia masih ingat, bagaimana pecahan gelas itu menancap di dagingnya.

Si gadis model mengernyit. Bukan karena perih, melainkan karena bingung. Kenapa pria di hadapannya ini meminta maaf? Memang apa kesalahannya?

Jimin menatap Soojung dengan tatapan yang sulit dibaca. Seperti campuran penyesalan dan rasa bersalah. "Kau selalu terluka sejak dekat denganku," suaranya pun sarat akan kesedihan.

Kedua sudut bibir Soojung naik. Sudah terhitung lebih dari sepuluh kali Jimin meminta maaf karena gagal melindunginya dari celaka. "Ini hanya kecelakaan kecil, Jimin-ah. Bukan salahmu," jawabnya.

Sang vampir langsung menarik gadisnya ke dalam pelukan. Kemudian mengecup puncak kepalanya. "Aku tidak ingin kau terluka. Namun entah kenapa aku tidak pernah bisa mencegah hal itu terjadi," ujarnya sedih.

🌹 Black Rose 🌹

Jungkook baru saja menutup pintu rumah, kemudian menguncinya. Tepat saat ia membalikkan badan, tubuhnya tiba-tiba terbanting ke pintu. Mata doenya terbelalak kaget mendapat perlakuan seperti itu dari hyungnya. Mata tajam Jimin sudah tertutup kabut kemarahan entah kenapa. "Hyung!" tegur Jungkook. Tidak menjawab, lelaki yang lebih tua malah mencengkeram kerah kemeja Jungkook. "Ada apa?" tanyanya dengan susah payah.

Namun Jimin seolah tidak peduli jika perbuatannya telah membuat dongsaengnya susah bernapas. "Kau sengaja melakukannya, bukan?" desisnya dengan marah. Bahkan kini netranya telah berubah menjadi merah.

Tidak mengerti arah pembicaraan Jimin, membuat dahi Jungkook mengerut dalam. "Melakukan apa?" tanyanya dengan bingung. Memang apa kesalahan yang telah ia perbuat?

Oke, Jungkook memang sering kali menjadi korban kemarahan Jimin. Ia sudah kebal dan tahu bagaimana cara mengatasinya. Namun Jimin tidak mungkin marah tanpa alasan yang jelas.

Sesuatu yang membuat pria yang lebih tua 200 tahun darinya itu marah, biasanya adalah hal-hal yang berkaitan dengan keluarganya. Atau yang berkaitan dengan Taehyung, orang yang harus ia lindungi dengan nyawanya. Dan juga para hyungnya di mansion.

Namun kali ini, Jungkook tidak menyakiti satu pun dari mereka. Sudah lama ia tidak bertemu dengan anggota keluarga Park. Sedangkan terakhir kali ia pergi ke mansion adalah seminggu yang lalu saat mengambil jatah darah dan obat tetes matanya.

Dan seharian ini, dia juga tidak menyakiti Taehyung sama sekali. Bahkan saat Jungkook dan Jimin berjalan pulang bersama beberapa menit lalu, hyungnya terlihat biasa-biasa saja. Lantas apa yang salah?

Jimin mendengus. "Jangan berpura-pura, Jungkook! Kau yang terakhir masuk ke ruang penyimpanan! Kemudian kau sengaja menjatuhkan kuncinya ke tempat sampah!" tuduhnya dengan marah.

Si pemuda Jeon mengerjap kaget. Jimin benar-benar sedang marah. Karena jika tidak, vampir berkekuatan Stroumer itu pasti akan memanggilnya dengan panggilan 'Kookie'.

Dan Jungkook sekarang sadar, ada seorang lagi yang akan membuat Jimin marah, jika orang tersebut tersakiti. Dia adalah kekasihnya, Baek Soojung. Oh, bahkan gadis ini bisa membuat Jimin mengeluarkan berbagai emosi dalam sehari. Mungkin itulah yang disebut keajaiban cinta.

Namun tuduhan yang dilontarkan Jimin tentu saja membuat Jungkook sakit hati. "Apa yang kau katakan, Hyung? Aku tidak mungkin melakukan itu!" teriaknya membela diri.

Sayangnya, pembelaan Jungkook sama sekali tidak dianggap oleh yang lebih tua. Seolah adiknya itu tidak mengatakan apa pun, Jimin malah melanjutkan tuduhannya, "Kau sengaja memecahkan gelas! Kemudian membuangnya ke tempat sampah bersama kunci ruang penyimpanan!"

Jungkook semakin terkejut. "Tidak Hyung!" bantahnya. Tuduhan kakaknya bagai tombak tak kasat mata yang menghujam tepat ke tengah jantungnya. Sakit.

"Kau sengaja membuat Soojung terluka!" nada suara Jimin semakin meninggi. Amarahnya semakin meluap-luap dengan tuduhan yang meluncur lancar dari bibirnya. Meski begitu, otaknya masih waras untuk tidak memanggang adik yang berada dalam cengkeramannya.

Nada suara Jungkook pun ikut meninggi, "Aku tidak mungkin mencelakai Soojung Noona!" Ia tidak tahu, apa pikiran Jimin sepicik ini, hingga menuduhnya yang tidak-tidak? Ataukah dia terlalu jatuh pada si gadis model hingga menganggap semua orang bersalah?

"Bohong!" Park Jimin kembali berseru.

"Tidak!!" teriak si pemuda bergigi kelinci yang kemudian menghela napas. "Bahkan aku berusaha menghindari Soojung Noona dan Inbi Noona, Hyung. Agar aku tidak membaui aroma darah mereka," kali ini Jungkook memelankan suaranya.

Tidak terpengaruh dengan nada lembut Jungkook, Jimin malah kembali berteriak, "Bohong!" Suaranya tegas dan tak tergoyahkan, sama sekali tidak mempercayai kata-kata si vampir Greitiklis.

Semakin lama, Jungkook pun merasa jengkel. Ingin sekali kepalan tangannya meninju wajah tampan Jimin. Namun ia tahu, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan membuat hyungnya semakin marah.

"Apa karena akulah yang mengurus ruang penyimpanan hari ini, maka kau menuduhku seperti ini, Hyung?" tanya Jungkook dengan datar. Jimin terlihat semakin marah, dan akan kembali berteriak. Namun Jungkook lebih dulu menyela, "Apa jika tangan Soojung Noona terluka kemarin, kau akan menuduh Taehyung Hyung juga?"

Mata tajam Jimin seketika terbelalak. Jungkook tahu, kata-katanya barusan telah menghentikan kakaknya. Dan ia tidak berencana untuk berhenti sampai di sini. Ia akan menyadarkan otak Jimin yang sedang mengalami korsleting karena listriknya sendiri.

"Bagaimana jika hari ini, kau sendirilah yang bertugas mengurus ruang penyimpanan, Hyung? Apa kau akan menyalahkan dirimu sendiri?" tanya Jungkook dengan sebelah alis terangkat, membuat gestur menantang. "Ataukah kau akan tetap menyalahkan orang lain?"

Jimin langsung tertegun. Ucapan dongsaengnya sangatlah tepat sasaran. Perlahan, cengkeramannya melonggar, hingga ia melepaskan Jungkook sepenuhnya. Bahkan pria bersurai hitam itu juga mengambil langkah mundur.

Kepala Jimin pun tertunduk dalam. Tatapannya terpaku pada lantai marmer rumah meski otaknya sibuk berpikir. "Lalu siapa, Kookie? Siapa yang tega melakukan hal ini pada Soojung?!" ucapnya kemudian. Kemarahan telah tergantikan oleh kesedihan dalam suaranya.

Jungkook tentu saja merasa iba melihat Jimin yang seperti ini. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia bahkan tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Jimin.

"Aku tidak pernah lagi mengajaknya pergi berkencan. Aku bahkan berusaha untuk membuatnya terus berada dalam pengawasanku. Lantas kenapa dia terus saja terluka?" lanjut lelaki Park.

"Hyung, aku tahu kau sedang putus asa mencari orang yang mengancam Soojung Noona. Namun tidakkah kau berfikir bahwa satu dari lima kejadian yang menimpanya, mungkin saja hanyalah kecelakaan yang tidak disengaja?" ujar Jungkook. Karena hanya dengan menyadarkan Jimin inilah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan.

Kata-kata tersebut seolah menampar Jimin dengan keras. Ia pun menghela napas untuk yang kesekian kalinya. "Maaf. Aku tidak pernah memikirkan kemungkinan itu," akunya.

Jungkook pun menepuk bahu Jimin sambil tersenyum tulus. Ia merasa sangat lega telah menyelesaikan pertengkaran kecil ini. Terutama ia merasa senang karena mendengar kakaknya itu mengucapkan maaf untuk pertama kali kepadanya.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts