webnovel

Black Rose

Berawal dari surat ancaman tanpa pengirim, Soojung terpaksa harus menjalin hubungan pura-pura dengan Jimin yang ternyata adalah seorang vampir. Namun, apa yang ada di balik surat tersebut perlahan mulai menghancurkan keyakinannya. Ia tidak tahu, siapa kawan yang harus diwaspadai, atau lawan yang harus dipercaya. Semua seolah sama saja. Bahkan dia juga tidak tahu, kepada siapa kesetiaannya harus diberikan. Kaum kekasihnya, ataukah organisasi sahabatnya?

Astralian · Fantasy
Not enough ratings
31 Chs

A Piece of The Past

Di suatu malam, Soojung tiba-tiba mendatangi restoran tanpa memberitahu Jimin terlebih dahulu. Tentu saja pria vampir itu terkejut saat melihatnya dalam deretan pelanggan. "Ada apa?" tanyanya yang berdiri di balik counter pesanan.

Soojung tersenyum kecil. "Tidak ada. Aku hanya bosan. Boleh aku memesan makan malam?" ujarnya dengan polos.

Seketika Jimin tersenyum. "Aku akan menemanimu makan," jawabnya. Tangannya pun mulai bergulir di layar pesanan untuk memasukkan menu makan malam mereka berdua.

Dan sepasang kekasih tersebut pun makan malam bersama. Dengan terpaksa, Jungkook harus menggantikan posisi hyungnya, sekaligus melakukan pekerjaannya sendiri sebagai kasir. Karena tidak ada lagi pegawai yang sedang menganggur saat ini.

Namun semakin malam, restoran mewah itu malah semakin ramai. Mungkin karena saat ini adalah akhir pekan. "Jimin Hyung!" panggil Jungkook dari balik counter pesanan.

Lelaki Park yang dipanggil menoleh. Soojung bahkan ikut mengalihkan atensinya. Melihat Jungkook yang ditunggu banyak sekali pelanggan, seketika membuat mereka berdua merasa bersalah.

"Maaf," kata pemuda bergigi kelinci itu dengan canggung. "Apa kalian belum selesai?" tanyanya dengan ekspresi tidak enak. "Ada seorang pelanggan yang ingin memesan private room," lanjutnya.

Setelah mengangguk, Jimin pun segera bangkit. Ia melempar senyum menyesal pada Soojung. "Maaf, Soojung-ah. Aku akan segera kembali," katanya.

Si gadis menggeleng sambil balas tersenyum. "Aku yang harusnya meminta maaf. Maaf telah mengganggu jam kerjamu," ujarnya.

Sang vampir tersenyum gemas. "Tidak apa," jawabnya sambil mengusak surai cokelat Soojung. Kemudian ia pun beranjak pergi.

Setelah Jimin naik ke lantai dua bersama seorang pelanggan untuk menunjukkan private room, Soojung menatap Jungkook yang terlihat sangat sibuk. Antrian pesanan dan antrian pembayaran sama panjangnya. Si gadis model pun beranjak mendekati si pria bermata doe. "Biar aku yang mengurus pesanannya," ucapnya.

Karena Jungkook sudah melihat kedatangan Soojung lewat ekor matanya, jadi ia tidak terkejut. "Tapi Noona-" bantahnya tanpa menatap kekasih hyungnya. Ia masih fokus dengan pesanan para pelanggan di layar.

"Lalu kau ingin membiarkan orang-orang menunggu di sana selama berjam-jam?" potong Soojung dengan sarkas. "Mereka pasti ingin segera pulang, Kookie," sambungnya yang sukses membuat Jungkook tertegun.

Lelaki bermarga Jeon tersebut menatap pelanggan yang mengular di depan mesin kasir. Mereka terlihat sudah berada di ambang kesabaran. Dan tentu saja itu membuatnya merasa bersalah, karena bagaimanapun juga, pelanggan adalah raja.

"Baiklah," kata Jungkook pada akhirnya. Kemudian ia memberitahu Soojung bagaimana caranya memasukkan pesanan ke mesin pesanan agar muncul di layar dapur dan di monitor kasir.

Sejak hari itu, jika tidak ada jadwal pemotretan, Soojung akan mengurus toko bunganya di siang hari dan membantu di restoran pada malam hari. Kadang ia harus menjadi kasir, kadang memasak di dapur, dan kadang pula mengantar pesanan pada para pelanggan. Oh Soojung sungguh tidak keberatan. Lagi pula, dengan begini ia bisa bertemu dengan Jimin setiap malam, bukan?

Entah kenapa, restoran milik trio Jimin-Taehyung-Jungkook ini memang semakin ramai saja. Bahkan kadang, jika ada terlalu banyak pelanggan, Soojung akan meminta bantuan pada Inbi juga. Gadis bermarga Choi tersebut juga sangat senang membantu di restoran. "Bisa berada dalam satu ruangan dengan pria-pria tampan itu saja, sudah membuatku senang. Apalagi jika bisa membantunya!" begitu katanya dengan bersemangat.

Di suatu senja, Jungkook keluar dari ruang penyimpanan dengan notebook kecil di tangannya. "Noona, bisa kau ikut aku ke swalayan sebentar?" tanyanya tanpa mendongak. Sepertinya apa yang tertulis di notebook sangat penting hingga ia tidak sudi menatap lawan bicaranya.

Soojung yang sedang menggoreng egg roll, dan Inbi yang sedang mencuci daging pun segera mengangkat pandangan. Karena hanya mereka berdualah perempuan yang berada di dapur. "Karena Taehyung Hyung sangat sibuk, ia menyuruhku untuk menggantikannya berbelanja," lanjut pemuda bersurai cokelat madu itu sambil memakai jaketnya.

Soojung dan Inbi pun berpandangan. Tidak tahu siapa yang Jungkook maksud di antara mereka berdua. "Noona siapa yang kau maksud?" tanya Inbi dengan bingung.

Mendengar itu, Jungkook langsung menatap Inbi. Kemudian menatap Soojung. Sepertinya dia lupa bahwa Inbi kini membantu juga di restoran. "Terserah saja. Ayo!" jawabnya sambil mulai beranjak pergi.

Sepasang sahabat tersebut kembali beradu pandang. Namun kali ini Inbi menatap Soojung dengan ekspresi memohon. "Pergilah, Inbi!" kata Soojung yang kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. "Lagi pula aku tidak bisa meninggalkan telur ini," sambungnya sambil melirik Inbi, kemudian mengedipkan sebelah matanya. Bahkan tanpa pernah bercerita pun ia tahu bahwa sahabatnya itu menyukai Jungkook.

Inbi langsung tersenyum bahagia sambil melepas apronnya. "Tolong cincang dagingnya!" katanya pada para koki. Kemudian ia pun pergi menyusul Jungkook dengan semangat.

"Jungkook!" seru Inbi sambil menghampiri pemuda yang ia panggil. Jungkook yang sedang menatapi bintang pun sontak menoleh. Gigi kelincinya sedikit terlihat saat ia tersenyum.

Mereka pun mulai berjalan beriringan menuju swalayan yang tidak terlalu jauh. "Terima kasih telah membantu kami disela kesibukanmu, Noona," ujar Jungkook yang memulai pembicaraan.

Inbi refleks mengibaskan tangan, menolak secara halus ucapan terima kasih Jungkook. "Tidak, lagi pula aku senang bisa membantu kalian," jawabnya disertai senyuman.

"Apakah kau yang mengurus toko bunga jika Soojung Noona sedang pemotretan?" tanya Jungkook penasaran. Akhirnya ia bisa menanyakan hal ini setelah sekian lama.

"Ya, jika aku sedang menginap dan tidak memiliki jadwal kuliah. Namun jika aku harus pulang ke rumah orang tuaku, Soojung terpaksa harus menutup toko bunganya," jelas Inbi dengan senang hati.

Dahi sang vampir berkerut samar, "Kenapa Soojung Noona masih mempertahankan toko bunganya meskipun sudah diterima menjadi model?"

Tiba-tiba Inbi tersenyum mengingat sahabatnya, "Aku pernah mempertanyakan hal yang sama." Kemudian ia terdiam sejenak dan melanjutkan, "Tapi tanpa menanyakannya pun aku tahu apa jawabannya. Soojung memang menyukai bunga sejak kecil. Itu adalah satu-satunya kenangan indah tentang keluarganya yang ia miliki."

"Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga Soojung Noona?" tanya Jungkook penasaran. Ia ingat Inbi pernah mengatakan bahwa Soojung sama sekali tidak menyimpan kontak ayahnya.

Si gadis ikal seketika berubah murung. Namun tetap bersedia bercerita, "Eommanya meninggal saat dia masih kecil. Kemudian Appanya menikah dengan wanita Rusia dan tinggal di sana. Soojung tidak menyukai Eomma barunya. Jadi dia memutuskan untuk hidup sendiri."

Kehilangan kata-kata, Jungkook hanya bisa terdiam. Namun ternyata cerita Inbi tidak berhenti sampai di situ. "Sebelum keluarga Baek pindah ke Rusia dulu, Soojung setiap hari datang ke rumahku. Dia hanya mau pulang jika Eomma barunya sudah tidur. Maka dari itu, sekarang aku sering menginap di rumah Soojung untuk menemaninya. Apalagi jika pulang kuliah terlalu larut. Karena aku tidak tega membiarkannya sendirian."

Setelah sama-sama terdiam, si gadis manusia kembali bersuara, "Sekarang aku senang Soojung memiliki Jimin. Dia pasti akan melindungi sahabatku, bukan?" Inbi pun menatap Jungkook sambil tersenyum.

Lelaki bermarga Jeon mengangguk dengan tegas. "Jimin Hyung pasti akan melindunginya," katanya dengan yakin. Kemudian mata lebarnya menangkap gerakan tangan Inbi yang mengusap-usap lengan. "Kau kedinginan, Noona?"

Gerakan tangan Inbi seketika terhenti. "Tidak," jawabnya dengan senyum palsu. Meski begitu, diam-diam ia menggosok telapak tangannya.

Oh tentu saja Jungkook tahu bahwa gadis di sampingnya ini sedang berbohong. Karena tanpa mendengar pikirannya pun ia bisa melihat rona merah di pipi Inbi yang berisi. Ia pun memegang lengan Inbi yang membuatnya berhenti berjalan. "Kenapa?" tanya si gadis dengan bingung.

Si pemuda bergigi kelinci tiba-tiba mengulurkan tangannya. Ia menggapai ikat rambut Inbi dan menariknya, membuat rambut gadis itu tergerai. Kemudian Jungkook meletakkan sebagian rambut Inbi ke depan bahu kanan. Dan sebagian yang lain ia letakkan di depan bahu kirinya. "Ini agar lehermu tidak kedinginan," kata Jungkook yang sukses membuat wajah Inbi semakin memerah.

Setelah itu, sang vampir melepas jaketnya dan menyampirkannya ke bahu Inbi, "Pakailah! Aku tahu kau kedinginan. Kenapa kau tidak memakai mantel, Noona? Sebentar lagi musim dingin tiba."

"Aku terburu-buru keluar karena takut kau meninggalkanku," cicit Inbi dengan senyum bodoh. "Terima kasih," imbuhnya sambil merapatkan jaket Jungkook ke tubuhnya.

Jungkook hanya menanggapinya dengan anggukan sambil lalu. Sementara itu, Inbi sungguh menikmati perjalanan mereka. Karena dari awal, dia memang menyukai pemuda Jeon ini. Dan ia merasa semakin tertarik dengan Jungkook setelah apa yang pria ini lakukan barusan.

Jungkook tentu mendengar suara hati Inbi yang jelas-jelas menyukainya. Namun ia bukanlah seorang vampir berengsek yang akan meminta darah manusia yang memiliki perasaan padanya. Inbi hanya tidak tahu bahwa lelaki bersurai cokelat madu itu melakukan ini semua untuk kepentingannya sendiri. Bukannya memiliki perasaan yang sama dengannya, lantas memberinya perhatian khusus.

🌹 Black Rose 🌹

"Yaa, Jimin-ah! Apakah Sojunya masih ada?" teriak Taehyung dari counter depan. Dia memang bertugas mengurus pesanan malam ini. Maka dari itu, Jungkook lah yang menggantikannya berbelanja.

Karena Jimin sedang ke toilet, akhirnya Soojung menjawab, "Sebentar!" Ia pun menepuk bahu seorang koki untuk mengambil alih tugasnya memasak Yangnyeom-gejang. Kemudian gadis bermata bulat itu segera berlari ke ruang penyimpanan.

Sayangnya pintu ruangan tersebut terkunci. "Jungkook, di mana kunci ruang penyimpanan?" teriaknya. Karena ia ingat, pemuda Jeon itulah yang terakhir kali masuk ke sana.

"Di papan gantungan kunci, Noona," jawab Jungkook yang kebetulan memasuki dapur dengan membawa tumpukan piring kotor.

Soojung pun menghampiri papan gantungan kunci di mana semua kunci akan tersimpan di sana. Namun di bawah tulisan 'ruang penyimpanan' tidak tergantung kuncinya. "Tidak ada, Kookie!" Soojung kembali berteriak. Namun tidak ada jawaban, karena pemuda tersebut sedang mengantar pesanan makanan pada pelanggan.

Mata bulat Soojung pun jelalatan ke sepenjuru dapur. Tepat di bawah papan gantungan kunci, terdapat tempat sampah dapur. Mungkin jatuh ke situ, pikirnya.

Ia pun merogoh ke dalam tempat sampah, tanpa melongoknya terlebih dahulu. "Akh!" pekiknya saat merasakan sengatan perih pada telapak tangannya. Soojung pun segera mengeluarkan tangannya dari tempat sampah. Mata bulatnya seolah ingin melompat keluar, melihat darah segar yang keluar dari luka-luka yang memenuhi telapak tangannya.

Mendengar teriakan Soojung, Jimin yang baru keluar dari toilet pun segera menghampiri kekasihnya. "Ada apa?" tanyanya dengan panik. Namun saat melihat darah di tangan kanan Soojung, matanya seketika berubah merah. Aroma darah segar menyeruak ke dalam hidungnya, membuatnya tercekat.

Bau darah Soojung membekap Jimin hingga kepalanya terasa pening. Bahkan leher gadis tersebut terlihat sangat dekat dan menggoda. Bohong jika Jimin tidak menginginkan darah Soojung saat ini juga.

To be continued...

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Astraliancreators' thoughts