webnovel

Episode 8 ~ Aku Yakin

"Membunuh itu sederhana, serang pada titik vitalnya maka dia akan mati."

~Assasin Putih, Licht

🍒🍒🍒

POV 1

Pagi ini aku berangkat sedikit lebih awal ke sekolah. Pak Adi akan mengadakan ulangan pagi ini, aku berencana membuka beberapa halaman untuk kembali mengingat materi yang sudah kupelajari semalam. Pukul 06.35 sekolah belum terlalu ramai, baru ada beberapa siswa yang sudah menginjakkan kakinya di sekolah.

Di kelas ku belum ada siapapun yang datang. Aku menduduki kursiku, sepi dan nyaman. Suasana seperti inilah yang paling kusukai ketika belajar. Aku mulai mengeluarkan buku paket Biologi, membuka bab dua. Meskipun sebenarnya aku sudah hampir membaca seluruh Bab materi biologi kelas sepuluh, dari buku milik kak Rizal. Tapi aku merasa aku masih kurang banyak dalam belajar.

Sudah delapan hari berlalu sejak insiden dengan dua sosok berjubah putih itu. Hari hariku setelah itu, seperti hari hariku yang normal sebelumnya. Kadang, aku termenung jika mengingat kejadian itu. Alan dan Uncle Suy, ternyata punya rahasia besar dalam diri mereka.

Dan juga aku, aku tidak pernah menyangka akan mengalami kejadian seperti itu. Tanda garis di pergelangan tanganku ini memang sudah ku anggap aneh dan tidak normal sejak dulu. Tapi apa yang aku alami hari itu, jauh lebih tidak normal. Riria berkata aku punya sebuah takdir besar dalam hidupku, katanya aku ini istimewa. Tapi entahlah, apa aku bisa menyebutnya suatu keistimewaan.

Pandanganku teralihkan dari buku biologi ku, entah kenapa aku jadi kembali teringat hari itu.

POV 1, end.

Flashback

"Ayo Ayla, sekarang kita ke bagian terpentingnya. Katakan dengan hatimu, "aku memanggilmu, Belati Biru!"."

Aura biru di tangan Ayla berkobar kobar layaknya api yang menyala. Angin berputar putar kencang di sekitar Ayla dan Riria. Dan di bawah langit yang bertabur bintang inilah Ayla meneguhkan hatinya, demi menyelamatkan Alan dan Uncle Suy.

"Aku memanggilmu, Belati Biru!"

Pergelangan tangan Ayla berdenyut kuat di sertai rasa panas seperti terbakar. Ayla berusaha tetap menahannya. Beberapa detik kemudian, aura biru juga muncul mengelilingi Ayla dan Riria, berputar putar bagai lingkaran api biru.

Tiba tiba tangan kanan Ayla terasa berat sekali.

Duummm...

Aura biru yang berkobar di pergelangan hingga telapak tangan Ayla dan Riria tiba tiba tidak terkendali dan meledak. Ayla dan Riria terpental ke belakang beberapa langkah.

"Argh .. ,ap-apa yang terjadi?",tanya Ayla sembari masih meringis kesakitan.

Riria tersenyum kecil, "percobaan pertama biasa gagal kan?".

"Kita mulai lagi!"

Ayla mengulangi lagi dari awal, aura biru kembali terpusat di tangan kanannya.

"Aku memanggilmu, Belati Biru!"

Tangan Ayla kembali terasa berat, aura biru menyala nyala.

Dumm!!

Dentuman ledakan energi kembali membuat Ayla dan Riria terpental beberapa langkah.

"Jangan menyerah! Kita coba lagi."

Riria mengulurkan tangan kananya. Kembali melakukan pemanggilan itu. Namun hasilnya sama saja hingga pemanggilan ke dua belas. Ayla sudah kehabisan energi, bahkan keringat yang sempat bercucuran sudah kembali mengering. Ayla terus berusaha menjaga agar tubuhnya tetap tersadar, meskipun pandanganya mulai buram. Setiap kali Ayla tiba di bagian akhir, ia merasa energinya terkuras sangat besar.

Sementara Riria juga tampak cukup kelelahan. Ia tidak tahu apa yang Riria lakukan dengan tubuhnya sekarang. Dua sosok berjubah putih itu bukan manusia biasa, dan apa yang bisa Riria perbuat dengan tubuh kecilnya.

Tapi itu tidak sepenuhnya benar tapi juga tidak sepenuhnya salah. Riria memang sedikit kesulitan menggunakan tubuh Ayla yang tidak pernah di gerakkan seperti sekarang. Riria tau tubuh Ayla tidak bisa bertahan terlalu lama di gunakan dalam pertarungan.

Tapi dalam kondisi sekarang Riria harus memaksakan tubuh gadis kecil ini semaksimal mungkin. Ia harus menahan dua Assasin Putih ini hingga Belati Biru terpanggil.

Riria juga sudah berhasil melukai Licht dan Assasin Putih pemanah yang bisa tidak terlihat itu. Tapi ada harganya, tubuh Ayla juga mendapat luka yang bahkan lebih besar dari dua Assasin Putih.

Sejauh ini Riria tahu, dengan tubuh ini Ayla sudah bisa menggunakan kekuatan penyembuh. Itu berarti Riria bisa menggunakannya untuk menyembuhkan luka pada tubuh Ayla. Tapi energinya kini amatlah tipis, pemanggilan pusaka suci membutuhkan energi yang besar.

Energinya hanya cukup untuk satu kali pemanggilan lagi. Dan jika pemanggilan terakhir itu kembali gagal, tamatlah sudah. Riria mengangkat kedua tangan tanda menyerah, Licht sudah mengacungkan pedang cahaya nya ke leher Ayla.

Dari belakang sebuah anak panah berselimut listrik juga siap melesat menembus kepala Ayla. Riria tersenyum miris, harapan terakhirnya adalah pemanggilan terakhir Ayla berhasil.

Sedang di tengah padang rumput itu. Ayla juga menyadari, pemanggilan berikutnya adalah yang terakhir. Ia harus berhasil, yang Ayla tahu adalah nyawa nya, Alan, dan Uncle Suy bergantung pada apa yang ia panggil ini.

"Belati Biru."

"Pusaka suci."

"Takdir."

"Yang terpilih."

Entah kenapa tiba tiba Ayla terngiang kata kata itu. "Jangan-jangan?," Ayla mulai berpikir sesuatu. Akankah pemanggilan pemanggilan sebelumnya gagal karena Ayla sendiri belum menerima takdir itu sepenuh hati. Yang ia inginkan hanyalah menyelamatkan Uncle Suy dan Alan. Dan tidak ada niatan bagi Ayla menerima takdir sebagai pemegang pusaka itu, seperti yang Riria jelaskan.

"Jadi aku ... "

"Kamu pasti bisa Ayla."

Ayla terperanjat mendengar suara itu. "Akankah?",bahkan belum Ayla menoleh ke asal suara air matanya sudah jatuh lebih dulu. Suara yang selalu bisa membuat Ayla merasa nyaman, suara yang selalu Ayla rindukan di saat dirinya sedang terpuruk.

"Mama?"

Ayla menoleh ke samping, arah suara wanita yang lembut tadi berasal. Dan benar, wanita itu sedang tersenyum sembari melangkah mendekat ke tempat Ayla.

Ayla menutup mulutnya, seakan tak percaya. Air matanya sudah jatuh mengalir deras, rindunya sudah tak tertahankan lagi. Ia langsung bangkit berlari dengan sisa sisa tenaga yang dimilikinya, Ayla langsung berhambur memeluk wanita itu.

"Kamu sudah besar Ayla," ucap wanita itu lembut sembari mengusap kepala Ayla.

"Ayla kangen mama  hiks.. hiks.."

"Mama jangan pergi lagi hiks.."

Wanita itu tersenyum, "mama tidak pernah meninggalkan Ayla, mama selalu bersama Ayla."

Ayla masih hanyut dalam pelukan Rinna. Pertemuan ini entah nyata atau tidak, Ayla tidak ingin melepaskan pelukan nya. Ayla tidak mau berpisah lagi dengan Rinna, mamanya.

Lalu bersama Isak tangis itu Ayla ceritakan semuanya, tentang tanda garis di pergelangan tangannya yang sekarang membuatnya berada dalam situasi yang tidak pernah Ayla inginkan.

Sekali lagi Rinna membelai lembut puncak kepala anak gadisnya, "mama yakin kamu pasti bisa Ayla."

Ayla menatap wajah Rinna lekat lekat, wajah keibuan itu tersenyum. Tapi Ayla tidak, ia merasa tidak sanggup dengan semua ini.

"Mama akan selalu bersama Ayla, menemani Ayla, selalu."

"Mama berjanji?," tanya Ayla dengan mata sembab.

"Mama berjanji."

Ayla melepaskan pelukannya, ia menatap Rinna sembari tersenyum. Ayla seperti mendapatkan keberanian lebih, ia sudah benar benar memantapkan hatinya kali ini. Apapun yang akan terjadi di masa yang akan datang, ia tahu mimpinya untuk hidup normal akan semakin jauh. Tapi, jika ini adalah takdirnya Ayla akan berusaha. Bukan karena Ayla yakin ia bisa, tapi karena mamanya yakin dirinya bisa.

Ayla memundurkan langkahnya, tanda garis di pergelangan tangan kanannya yang sudah berubah bentuk seperti serabut akar sudah kembali memancarkan cahaya biru.

"Ayla sudah yakin, tentang apa yang akan terjadi aku tidak tahu. Yang aku tahu takdirku adalah memegangmu, maka dari itu aku akan memanggilmu ..."

Tangan kanan Ayla terangkat sendiri ke langit, tanpa ia gerakkan. Cahaya di tangan kanannya menyala lebih terang. Ayla juga merasakan tubuhnya bergetar. Bukan. Bukan tubuhnya yang bergetar, tapi tanah yang ia pijak bergetar. Lalu ia melihat ke atas, ada sesuatu yang menyala terang sekali di langit, dan terus semakin terang.

"Ketika kamu telah benar benar siap menerima semuanya. Tanpa kamu sebut namanya pun pusaka itu akan datang kepadamu Ayla. Sial! Padahal aku ingin melihat momen ini, tapi waktuku sudah habis ... Selamat berjuang Ayla." Tubuh Riria memudar perlahan lalu menghilang sempurna.

Rinna menatap putrinya dengan sedikit berkaca kaca, waktunya juga sudah habis. "Kamu tumbuh dengan cepat Ayla. Sampai jumpa! Kita akan bertemu lagi," ucap Rinna sembari melambaikan tangan, dan berangsur-angsur tubuhnya juga memudar menghilang.

Ayla balas tersenyum ke Rinna, pertemuan singkat ini begitu bermakna bagi Ayla.

"Terima kasih Mama. Terima kasih juga Riria."

***

"Kau cukup merepotkan, tapi sampai disini saja!." Anak panah berselimut listrik itu dilepaskan.

SHOOTT...

Tapi tanpa di duga anak panah itu hanya mengenai udara kosong. Ayla bergerak kesamping dengan sangat cepat ketika ujung anak panah itu tinggal lima mili dari kepala belakangnya.

Anak panah itu hampir menembus Licht yang berdiri di depan Ayla dengan pedang cahayanya jika dia tidak berteleportasi menghindar.

"Apa?"

Semua mata tampak terkejut, termasuk Uncle Suy yang sedang di papah Alan menepi menjauh dari pertarungan.

Ada yang berbeda dari Ayla. Luka lukanya perlahan mengecil dan menghilang. Aura biru menyelimuti tubuhnya, awalnya samar namun semakin lama aura itu semakin kuat. Ayla seperti berselimutkan api biru.  Tatapan matanya ke dua Assasin Putih tajam dan tampak sedikit bercahaya. Tiba tiba Ayla tersenyum kecil.

Licht sang Assasin Putih tidak mempedulikan hal itu. Ia melamar cepat dengan pedang cahaya nya ke arah Ayla. Tapi Ayla tidak bergeming dari tempatnya, ia tetap tersenyum kecil menatap Assasin Putih yang melesat ke arahnya.

Tepat di sepersekian detik terakhir, hanya Ayla yang menyadarinya sesuatu tengah datang dengan cepat, sangat cepat.

Dari langit bagai bintang yang jatuh dari langit. Sebuah cahaya biru menyala terang sekali, bahkan seorang Assasin Putih Licht terlambat menyadarinya. Benda itu jatuh ke arahnya. Licht mengangkat pedang cahayanya bermaksud menangkis serangan dari langit tersebut.

FLASHH...

Pedang cahaya Licht hancur dan pemegangnya terpental belasan meter menembus pagar bumi.

Assasin Putih satunya menarik tali busur panahnya, sebuah panah berselimut api terbentuk. Ia menghitung hitung kekuatan lawan.

Aura biru juga berpendar di sekeliling Ayla berdiri membentuk sebuah lingkaran cahaya dengan Ayla berada di pusat lingkaran itu. Lalu aura biru itu terangkat dan berkumpul di satu titik didepan Ayla berdiri. Aura itu berkumpul menyatu menjadi satu bentuk, membentuk sebuah benda berbentuk lonjong dan menajam di salah satu ujungnya.

"Apa itu?," tanya Alan, kali ini ekspresi wajahnya menegang tidak datar seperti biasanya.

Uncle Suy yang di papahnya terkekeh pelan, "tiba juga waktunya muncul, pusaka suci Belati Biru."

Anak panah berselimut api dilesatkan oleh busur hitam Assasin Putih perempuan. Dengan refleks super, Ayla berputar berbalik mengayunkan Belati Birunya yang baru saja muncul. Anak panah itu langsung hancur menjadi bagian bagian kecil ketika beradu dengannya. Giliran Ayla balas menyerang, ia melesat cepat ...

BUKKK...

Lita memukulkan buku Biologi tebalnya di meja Ayla.

"Woi! Belajar apa nglamun?"

Ayla terkejut bukan main, ia menatap jam di dinding, pukul tujuh kurang satu menit. Ia menatap buku paketnya yang tadi ia buka, halamannya masih sama. Ayla menepuk dahinya, hilang sudah waktu belajarnya yang berharga gara gara hanyut mengenang kejadian itu. Dan bel tanda dimulainya jam pelajaran pertama pun berbunyi. Ayla mengutuk dirinya sendiri, ia sudah membuang buang waktu nya yang berharga.

Tapi akhir akhir ini Ayla memang sering melamun, bahkan pernah ia membayangkan bergabung bersama tim Avengers. Bersama Iron Man, Thor dan kawan kawan nya.

****

Jangan lupa bintang untuk penyemangat Author. Terima kasih buat yang khilaf udah sampai di episode 8.😁😁