webnovel

Episode 7 ~ Memanggil Belati Biru

"Uncle Suy!"

Ayla menghampiri kakek tua itu dengan wajah cemas khawatir. Ayla menangis melihat sosok yang sudah ia anggap kakeknya sendiri itu tertusuk panah. Wajah kakek tua itu memucat, mulai mengeluarkan keringat dingin. Satu tangannya memegangi anak panah yang menghujam dadanya. Nafasnya terengah-engah sudah tidak lagi terkendali.

"Neng Ayla, bu-buruan perg-pergi da-dar-ri sini neng," ucap Uncle Suy susah payah sambil mengusap pipi Ayla yang di aliri air mata.

Ayla menggeleng kuat, mana tega ia meninggalkan Uncle Suy seperti ini. "Ayla nggak mungkin ninggalin Uncle Suy!" ,ucapnya dengan mata berkaca kaca.

"Ayla akan sembuhin Uncle Suy!" ucap Ayla tegas. Ia menatap garis di pergelangan tangannya. Cahaya birunya kembali berpendar. Tanpa menunggu lagi, Ayla mendekatkan tangannya ke dada Uncle Suy.

"Bodoh! Jika kau ingin menyembuhkannya kau harus mencabut anak panahnya dulu," ucap sosok yang berdiri di atas atap pabrik.

Ayla menatap sosok itu lalu tangannya hendak terulur ke anak panah yang menancap di dada kakek tua itu. Tapi sebelum hal itu terjadi lebih dulu dua anak panah beruntun kembali menghujam tubuh Uncle Suy. Di lengan kiri dan lutut kanan nya.

"AARGGH..." Uncle Suy kembali berteriak kesakitan.

"Tapi saat kau mencoba mencabutnya satu, aku akan mengirimkan dua sebagai pengganti." Ucap sosok wanita misterius di atas, tatapan matanya menatap Ayla tajam.

"KENAPA KALIAN MELAKUKAN SEMUA INI?",teriak Ayla. Ia sudah tidak tahan lagi. Entah dapat keberanian dari mana.

"Misi kami sederhana, yaitu membunuhmu."

"Tapi jika ada yang menghalangi ia akan ikut kami bunuh."

"Jika ada saksi yang melihat kejadian. Ia juga akan ikut terbunuh."

Licht angkat bicara.

Ayla mengepalkan tangannya, mata nya mulai berair.

"Sederhana katamu?, Memangnya apa kalian tidak memiliki perasaan?."

"Apa kalian tidak merasa bersalah sedikitpun membunuh orang yang tidak bersalah!."

"Dan terakhir. KENAPA KALIAN INGIN MEMBUNUHKU?. MEMANGNYA APA SALAHKU PADA KALIAN?."

Tanya Ayla dengan pertanyaan beruntun. Ia sudah lelah dengan semua ini. Tatapan Ayla tajam pada sosok di depannya.

Licht sang Assasin Putih, tatapannya sama sekali tidak menunjukan ekspresi apa di balik cadar itu. Ia menatap Ayla dalam dalam.

"Membunuh itu memang sederhana. Serang pada titik vitalnya, maka dia akan mati."

"Perasaan hanya akan menghambat langkah seseorang. Aku tidak pernah menggunakan perasaan baik sebelum, saat, atau setelah melakukan sesuatu."

"Karena itu misi kami. Kami harus membunuhmu bagaimanapun caranya."

Licht kembali mengeluarkan besi hitam tajamnya. Ia melangkah mendekat ke Ayla. Ayla mendengar kata kata Licht sebelumya, benar benar membuat amarahnya memuncak. Apa wajah di balik cadar putih itu tidak punya hati?. Apa jangan jangan dia memang bukan manusia.

🍒*

Ayla masih diam di tempat nya, matanya menatap tajam ke sosok Licht yang terus melangkah mendekat ke arahnya. Besi hitam yang di bawanya di ayunkan ke sembarang arah, membelah angin yang berlalu.

Pandangan mata Suyat sudah tidak seterang sebelumnya. Matanya mulai meredup, tapi ia berusaha agar tetap tersadar. Darah nya terus keluar merambat melalui tancapan anak panah. Ia berusaha mengatur nafasnya yang mulai berat dan terasa sulit, ia juga berusaha tidak menimbulkan gerakan tubuh sekecil apapun, karena akan terasa sangat sakit.

Di atas ketinggian atap pabrik satu sosok wanita yang juga merupakan assasin putih, masih membidikan busurnya ke arah Suyat, kapanpun ia menembakanya anak panah itu akan langsung melesat cepat ke kakek tua itu.

Ayla menggigit bibirnya, ia menatap Licht dan satu sosok yang di atas bergantian. Kali ini ia tidak bisa kabur kaburan lagi seperti sebelumnya dengan motor Alan. Kalaupun bisa ia tidak akan tega meninggalkan Uncle Suy meregang nyawa di sini. Kali ini tidak ada yang akan menyelamatkannya seperti sebelum sebelumnya. Alan masih belum pulih, Uncle Suy apalagi. Sekarang apa yang akan terjadi selanjutnya Ayla sendirian yang akan menghadapinya.

"Pilih! Jantung atau otakmu? Mana yang sebaiknya ku incar."

Licht menatap ke Uncle Suy, sepertinya kakek tua itu yang akan di bunuh lebih dahulu.

Jantung Ayla berdegup hebat, ia sudah tidak punya harapan. Dirinya, Uncle Suy, juga Alan akan di bunuh di tempat ini. Ayla melirik Alan sekilas, wajah Alan panik. Ayla tiba tiba teringat wajah Rizal, kakakya. Kakak nya itu pasti sudah di rumah sekarang, cemas mendapati adik nya belum sampai di rumah.

"Apa Ayla akan benar benar menyusul mama kali ini?", tanya Ayla dalam hati.

Swuush.....

Tiba tiba angin berhembus diantara detik detik menegangkan itu. Ayla yang matanya sudah penuh oleh air mata masih bisa merasakan hembusan itu.

"Hei! Kenapa kamu sudah menyerah seperti ini?."

Tiba tiba sebuah suara perempuan memecah keheningan di tempat itu.

"Tempat ini?"

Ayla terkejut menatap sekitarnya, tempat ini ia mengingatnya. Ia berada di padang rumput luas, dengan latar langit yang mulai menjingga.

"Kenapa Kamu menyerah Ayla?"

Riria, gadis berparas jelita itu mendekat ke Ayla. Tatapannya teduh, menatap ke Ayla yang masih tertunduk. Sedang Ayla masih diam sambil terisak.

"Memangnya apa yang bisa ku lakukan?", ucap Ayla pelan.

"Pasti karena garis aneh di tanganku ini!" Ayla menatap tanda garis di pergelangan tangannya. Air mata Ayla kembali jatuh, ia merasa semua rangkaian kejadian ini semuanya bersumber dari garis aneh itu.

"ORANG ORANG ANEH BERJUBAH PUTIH ITU DATANG PASTI KARENA INI KAN?"

Ayla menyodorkan tangan kanannya ke Riria, menunjukan tanda garis di pergelangan tangannya.

Riria diam, ia mengerti bagaimana perasaan Ayla saat ini. Riria paham, tidak akan mudah bagi Ayla untuk menerima takdir ini. Ayla masih remaja, masa dimana seharusnya ia merasakan warna warni cerita masa remajanya. Tapi takdir menempatkannya pada sisi lain perputaran roda kehidupan yang tidak pernah terperkirakan sebelumnya.

Riria ikut menjulurkan tangan kanannya, yang juga sama sama memiliki tanda garis seperti milik Ayla.

"Seandainya saja bisa Ayla, aku sanggup kembali mengemban takdir ku sebagai pemegang pusaka suci. Kamu masih terlalu muda Ayla, masih enam belas tahun. Ini terlalu berat untukmu."

Ayla kembali menunduk, "kenapa harus aku yang menerima kutukan aneh ini?."

"Gara gara ini, Alan dan Uncle Suy dalam bahaya sekarang."

Ayla menangis memeluk kedua lututnya. Riria menatap iba pada gadis itu, semua ini terlalu sulit baginya.

"Aku akan membantumu, tapi sesuai batasku."

Ayla menatap Riria yang kini sedang memberi senyuman tulus untuknya. Wanita bergaun biru itu duduk bersimpuh di hadapan Ayla.

"Ulurkan tangan kanan mu!",pinta Riria.

Ayla menurut saja, ia ulurkan tangan kanannya. Lalu dengan lembut tangan kanan Riria menyambut tangan Ayla. Dua tangan dengan tanda garis di pergelangan nya bertemu.

Tiba tiba Ayla merasakan denyutan hebat di pergelangan tangan kanannya. Membuatnya sedikit terkejut dan hampir menarik tangan kanannya. Namun Riria menahan nya.

"Tahan sebentar Ayla Fadella!."

"Aku sedang berusaha membantumu!."

"Se-sebenarnya ap-apa yang akan kamu lak-lakukan?" ,tanya Ayla bingung. Ia masih merasakan denyutan di pergelanganya.

"Kita, lebih tepatnya kamu. Akan memanggil Belati Biru."

"Apa lagi itu?" ,tanya Ayla tidak mengerti.

"Dengarkan aku Ayla Fadella!. Aku tau kamu masih sulit menerima takdir ini. Tapi kamu harus membuat keputusan sekarang. Apa kamu ingin membiarkan Alan dan Uncle Suy mati, atau kamu ingin menyelamatkannya?"

"Tentu saja aku ingin menyelamatkan mereka ..., jika bisa. Mereka dalam bahaya karena melindungi ku."

"Bagus. Pilihanmu tepat!."

Tanda garis di pergelangan tangan Ayla dan Riria serentak memancarkan cahaya biru. Garis itu memanjang dan garisnya tidak lagi lurus tapi meliuk seperti akar. Dan kedua garis dari Ayla dan Riria bertemu terhubung, cahaya biru berpendar lebih terang.

Ayla mengangguk yakin, "apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan Uncle Suy dan Alan?."

Riria tersenyum, "pertama tama aku harus menahan dua Assasin Putih itu dulu, aku akan meminjam tubuhmu sebentar."

***

Licht sudah satu langkah di depan Suyat dan Ayla. Besi hitam nya di acungkan ke kepala Suyat.

"Selamat tinggal!."

Licht mengangkat benda itu dan di hujamkan ke sasaran nya. Namun ketika ujung runcing benda itu lima sentimeter hampir mengenai sasarannya, tiba tiba sebuah tangan menghentikannya.

"Apa yang kau lakukan?."

Tanpa memberi jawaban lisan, tatapan tajam justru Ayla tampakan pada Licht. Ayla bangkit berdiri, tangan kirinya masih memegangi ujung besi hitam Licht.

BUKK...

Tanpa Licht sadari, dengan cepat Ayla tiba tiba memberikan sebuah tinju ke perut Licht. Tinju yang cukup kuat untuk seorang gadis remaja SMA, Licht sampai mundur hampir tiga langkah.

"Apa yang aku lakukan?" ,tanya Ayla dalam hati.

"Aku yang melakukanya Ayla, aku meminjam kesadaranmu. Kamu tetaplah di sini, fokuskan konsentrasimu!"

**

Ayla kembali lagi ke padang rumput. Masih berpegangan tangan dengan Riria, aura biru menyelimuti tubuh keduanya.

"Konsentrasikan energi cahaya biru di sekitarmu ke tangan kananmu Ayla!."

Ayla kembali menurut saja, ia mulai melakukanya.

"Pertama rasakan seluruh aura biru yang di sekitar tubuhmu itu!."

"Lalu fokuskan seluruh aura itu ke tangan kananmu, bayangkan seluruh aura biru itu berkumpul menjadi satu pada simbol di pergelangan tangan mu!."

Ayla melakukanya dengan mudah dan cepat, aura biru yang semula menyala nyala di sekitar tubuhnya. Mulai terkumpul menyatu ke simbol di tangan kanannya.

"Dia melakukanya dengan cepat,"

batin Riria.

Aura biru bergejolak menyala nyala di pergelangan hingga telapak tangan kanan Ayla. Riria terpejam membagi kesadarannya menjadi dua. Langit di padang savana ini telah menggelap, beberapa titik cahaya mulai muncul di atas sana.

"Sekarang ke bagian terpentingnya. Kita akan memanggil Belati Biru!."

Sementara itu di dunia yang sebenarnya, langit juga mulai menggelap. Matahari sudah tengelam satu menit yang lalu. Namun begitu, tidak menyurutkan atmosfer pertarungan yang sedang terjadi.

Assasin Putih kembali membidik Ayla setelah beberapa tembakan yang sebelumnya berhasil di hindari Ayla.

SHOOTT SHOOTT SHOOTT SHOOTT SHOOTT....

Lima anak panah beruntun melesat cepat ke Ayla, namun Ayla dengan anggun seperti menari dengan mudahnya menghindari semua tembakan itu.

"Apa yang terjadi dengan bocah ini?." Licht kembali memunculkan pedang cahaya. Ia langsung melakukan teleportasi ke belakang tubuh Ayla.

SLAAASH...

Licht mengayunkan pedang cahayanya, namun Ayla gesit menghindar. Pedang itu menebas udara kosong. Ayla tersenyum kecil, membuat Licht mulai geram. Tapi tentunya itu bukan Ayla, adalah Riria yang sedang menggunakan kesadaranya pada tubuh Ayla.

Riria merasa sudah berhasil menguasai pertarungan, Licht dan satu sosok assasin putih lainya seranganya semua berhasil di hindari nya. Namun Riria akhirnya lengah, ia terlambat menyadari sebuah anak panah tidak kasat mata melesat cepat. Riria sedikit terlambat menghindar, anak panah itu menggores lengan kirinya.

"Argh... Sial!."

Tidak membuang kesempatan, Licht langsung muncul di depan tubuh Ayla. Melancarkan serangan kuat dengan kaki kanannya, membuat tubuh Ayla  terpelanting hingga enam meter ke belakang.

**

Bintang telah bertebaran di langit malam, sungguh pemandangan yang indah seandainya Ayla tidak hidadapkan dengan situasi seperti sekarang.

Ayla terus menuruti instruksi Riria, setelah berulang kali gagal pada pemanggilan sebelumnya. Tapi tidak mengendurkan tekad Ayla. Semua ini demi menyelamatkan Alan dan Uncle Suy, demi menyelamatkan dua orang yang sekarang dalam bahaya karena dirinya.

Ayla mengangguk yakin, aura biru di pergelangan tangan nya sudah kembali menyala nyala. Sekaranglah saat bagi Ayla untuk kembali memanggil Belati Biru.

"Aku memanggilmu ... Belati Biru!."

*******

Tambahkan cerita ini ke library kalian ya!!.... Ikuti terus update Belati Biru yang berikutnya..