webnovel

Episode 3 ~ Dehidrasi

"Inilah pusaka suci, Belati Biru. Ini memang bukan yang asli, tapi setidaknya seperti inilah sekiranya wujudnya. Yang asli mungkin sudah berada tak jauh darimu sekarang. Pada era ini kamu Ayla, adalah yang di takdirkan memegangnya. Ini adalah eramu, jadilah si putih yang menyinari kegelapan si hitam. Sebenarnya aku masih ingin sekali berbincang lebih banyak denganmu, menceritakan semua yang perlu kamu ketahui. Tapi waktuku sudah habis. Aku yakin, nanti akan ada juga yang menjelaskan lebih rinci kepadamu. Selamat tinggal Ayla, berjuanglah!."

Cahaya biru di belati itu menyala lebih terang, bersama dengan tubuh gadis bergaun biru bernama Riria itu yang juga ikut bercahaya. Tidak lama kemudian tubuh Riria mulai memudar menghilang.

"Hei, tungg.. ."

Ayla mencoba menghentikannya, tapi terlambat tubuh Riria sudah sempurna menghilang tanpa jejak.

Sekarang tinggal Ayla seorang di tengah tanah lapang itu. Hembusan angin malam yang dingin mulai terasa. Ayla merebahkan dirinya di atas ilalang ilalang itu, menatap bintang bintang di langit. Apa yang di alaminya benar benar sulit untuk di percaya. Ia benar-benar berharap dirinya sedang bermimpi. Angin malam kembali berhembus, hembusan angin ini benar benar merayunya untuk memejamkan matanya. Akhirnya mata Ayla terpejam juga.

"Hei, Ayla... Bangun dek..."

Tiba tiba Ayla yang masih terpejam mendengar sebuah suara memanggil namanya. Suara itu amat di kenalinya, itu suara Rizal, kakaknya. Ayla juga merasakan sebuah tangan sedang membelai kepalanya.

Mata Ayla perlahan terbuka, mengerjap ngerjap menyesuaikan dengan cahaya yang terang di ruangan itu. Pandangan mata Ayla mengitari seisi ruangan itu. Ruangan ini Ayla mengenalinya, ruang UKS.

"Akhirnya kamu sadar Ay..."

Kata Rizal yang duduk di samping tempat tidur Ayla. Wajah nya jelas menampakkan sebuah kekhawariran sebelumya. Namun detik ini sebuah senyum mengembang di wajah remaja berusia 19 tahun tersebut.

"HAH... AYLA UDAH SADAR!"

Suara melengking ini Ayla juga jelas mengenalinya. Ini Lita, dengan wajah penuh antusias menyibak tirai putih di sebelah kanan ranjang Ayla. Demi melihat Ayla yang sudah sadar , Lita langsung menyambar Ayla memeluknya sembari mengeluarkan kalimat panjang dengan intonasi tak beraturan.

"YA AMPUN AYLAAA... KAMU TADI KENAPA SIH. Aku nungguin di kantin kamu nggak dateng dateng. AKU KIRA KAMU UDAH DI KElAS. Tapi pas aku tiba di kelas kamu nya nggak ada. LALU SAMPAI HABIS DUA JAM PELAJARAN KAMU NGGAK MUNCUL MUNCUL. TERUS KITA SEKELAS RIBUT NYARIIN KAMU, CHATT KAMU LAH, TELPONIN KAMU LAH, TAPI NGGAK ADA JAWABAN. LALU LALU KITA SEMUA MUTER MUTER AREA SEKOLAH BUAT NYARIIN KAMU. Lalu Lal..."

"Ssssttt... Ssssttt... Nanti si Ayla malah pingsan lagi. Dengerin kicauan mu Lit." Potong Rizal.

"Hehe.. maaf kak, maaf Ay. Habisnya kamu sih Ay bikin khawatir tau. Pingsan lama banget..."

Lita melepaskan pelukannya dari Ayla.

"Sebenarnya kamu tadi kenapa sih Ay. Kok bisa sampai pingsan di toilet?" Tanya Lita

"Iya Ay, kakak juga penasaran."

Ayla menatap Rizal juga Lita, ia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya. Tentang garis di pergelangan tangannya. Juga tentang mimpi anehnya, gadis bergaun biru dengan tanda garis yang sama seperti miliknya. Tapi dirinya harus menjawab apa.

"Emm.. tadi Ay...

"Eh! Ay udah bangun ternyata."

Ifan yang tiba tiba datang memotong kalimat Ayla.

Ayla terselamatkan, kedatangan Ifan memberinya waktu untuk mencari alasan asal.

Menyusul kedatangan Ifan , Alan muncul dengan segelas teh hangat di tangan kanannya.

"Biar anget badanya." Alan dengan wajah datar menyerahkan gelas teh itu ke Ayla.

Ifan, Lita juga Ayla sendiri sedikit terkejut dengan itu. Ternyata Alan sesungguhnya lebih simpatik dari kelihatanya.

"Eh.  iya, teri-ma kasih Alan."

Ucap Ayla sedikit gugup.

"Alan care banget sih.. gak kayak cowok satunya gak ada simpatik simpatiknya ,padahal dia nya yang salah. Gak ada minta maaf pula," cibir Lita, sambil melirik ke Ifan.

" Oh ayolah... Aku salah di mananya coba. Emang ada Ayla bilang ini gara gara aku. Emang diriku ngapain coba." Ifan meremas remas rambutnya yang seperti sarang walet itu.

"Jadi kamu yang bikin adekku pingsan seharian."

Rizal bangkit berdiri sembari meremas tinju kananya yang sudah terkepal kuat.

"Eh bukan kak, bukan!. Itu si Alita jangan di dengerin. Dia cuma tipu tipu kak, tanya aja ke Ayla." Kata Ifan mulai ketakutan, wajahnya sedikit berkeringat.

"Bener kak!!. Hajar aja kak, si sarang walet ini emang biangnya masalah!" Lita menunjuk nunjuk Ifan, mengompori Rizal.

"Kamu apaan sih beb Lit. Beneran kak Rizal, sumpah! Aku nggak ngapa-ngapain Ayla." Kata Ifan, wajahnya semakin berkeringat.

"Hajar aja kak! Mana ada maling ngaku." Lita masih terus memanas manasi Rizal.

Rizal lanjut melangkah ke Ifan tanpa mempedulikan ucapan ucapan dari mulut Ifan yang mulai gemetar pucat. Tangan Rizal dua duanya di kepalkan kuat, hingga membuat Ifan mundur dua langkah.

" Ay! Bilang bukan aku yang bikin kamu pingsan!. Bilang ke kak Rizal, yang sebenarnya."

Ayla mengangguk pelan.

" memang Ifan kak yang bikin Ayla pingsan."

Setelah mendengar kalimat itu keluar dari mulut Ayla, Ifan langsung mematung. Ia benar benar pucat pasi sekarang. Rizal maju satu langkah , menatap tajam pada Ifan. Ifan hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.

" Ini semua nggak bener."

Tanpa menunggu aba aba Ifan langsung berbalik kebelakang dan melangkah cepat lari meninggalkan ruangan itu. Namun baru setengah langkah pertamanya kerah bajunya lebih dulu ditarik paksa oleh Rizal.

"Mau kemana kamu?"

Kini Ifan dan Rizal saling berhadap hadapan. Rizal dengan tatapan tajamnya, dan Ifan dengan wajah pucat berkeringatnya.

"Ayla pingsan sampai jam lima petang. Kamu mau di bikin pingsan sampai jam berapa?."

Ifan menelan ludah, tubuhnya gemetar. Siapa yang tidak gemetar ketika di hadapkan dengan Rizal, sang pemegang sabuk hitam karate.

Alan dan Ayla hanya diam menatap mereka berdua. Lita sudah cengar-cengir menahan tawa nya melihat wajah Ifan yang ketakutan. Dan Ifan yang dikenal sebagai biang keonaran, murid yang selalu berulah di sekolah tanpa ada yang menduga ketika di hadapkan dengan Rizal di ujung matanya meneteskan air mata. Di detik itulah semua yang ada di ruangan itu tidak mampu lagi menahan tawanya.

" Buhahahaha... Yah bro, aku cuman bercanda gak usah sampai segitunya kali." Rizal tertawa, lalu dilepaskannya pegangannya pada kerah baju Ifan. Ia lalu menepuk nepuk pundak Ifan. Ifan masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, hanya plonga plongo menatap bingung pada sekitar.

"Ini idenya Alita Fan... Aku cuman di suruh ngikutin aja."

Sambung Rizal.

Ifan menatap Ayla yang masih terbaring yang juga ikut tertawa.

"Eh aku gak tau apa apa Fan! Kan aku baru bangun. Tadi cuman di kasih kode kedipan mata sama Lita."

Lalu menatap Alan, yang sesekali nyengir tak kuat menahan gaya cool nya. Namun begitu di tatap Ifan , Alan memalingkan wajahnya menyembunyikan ekspresinya.

"Hahaha... Si Rambut Landak mewek cieee. Cup cup cup..." Ledek Lita tanpa rasa bersalah.

Ifan yang masih berkaca kaca buru buru mengusap matanya.

"Siapa juga yang mewek. Ini tadi kecripatan air dari mulutnya kak Rizal sampai penuh di mata!."

Setelah tawa itu berakhir semua kembali ke topik utama. Apa yang sebenarnya terjadi pada Ayla hingga dirinya sampai pingsan di dalam toilet. Namun, Ayla sudah memikirkan alasan yang tepat untuk itu.

"Tadi tiba tiba Ayla ngerasa pusing, terus tiba tiba semuanya jadi gelap ...

mungkin Ayla dehidrasi."

Dan semua pun percaya dengan alasan Ayla, kecuali salah seorang laki laki yang diam diam menatap pergelangan tangan Ayla.

Setelah itu hingga malam tiba Ayla terus berusaha bersikap baik baik saja di hadapan teman temanya dan Rizal kakaknya. Ia tidak akan menceritakannya. Selama masih bisa ditutupi ,ia tidak akan membuka menunjukan ya pada siapapun.

**

Pukul 23.45 dan Ayla masih belum bisa memejamkan matanya. Entah kenapa ia merasa sulit sekali untuk terlelap.

Ayla mendudukkan dirinya di sisi tempat tidurnya. Ia menatap sebuah bingkai foto di atas meja belajarnya. Sebuah foto masa lalu dengan gambar seorang pria dewasa, seorang wanita cantik, seorang remaja laki laki berusia 14 tahun, dan gadis kecil berusia 12 tahun. Di foto itu terlihat jelas kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga itu. Sebuah keluarga lengkap beranggotakan ayah, ibu, dan dua anaknya. Di bagian bawah lembar foto itu tertulis beberapa nama, yaitu Wikatma, Rinna, Rizal, dan Ayla. Tanpa di sadari Ayla meneteskan air matanya, tiba tiba ia rindu dengan masa lalu itu. Masa masa dimana semua masih berkumpul bersama di rumahnya. Sebelum dua tahun setelah foto itu, Rinna ibu Ayla meninggal dunia, karena tersambar petir. Dan satu tahun terakhir ini ayahnya yang seorang tentara dipindahtugaskan ke luar pulau. Rizal dan Ayla menolak ketika di ajak Wikatma pindah bersamanya. Bagi mereka rumah ini adalah tempat penyimpanan berjuta kisah kasih bersama Rinna, ibu mereka.

" Andai mama masih di sini, mungkin Ayla bisa menceritakanya pada mama. Ma.. Ayla kangen mama..."

Di peluknya bingkai foto itu hingga Ayla terlelap. Sembari di bayangkan nya pelukan hangat menenangkan yang dulu pernah ia terima.

*****####*****