webnovel

Tim Khusus (1)

Melihat teman kecil mereka—yang tadinya berwajah pucat karena harus menahan pengobatan Rei tanpa obat bius apapun—dengan tenangnya sudah bisa menyedot susu kotak di tangannya, Arin dan Mary memang jadi lega. Tapi entah kenapa rasanya juga masih tidak meyakinkan.

"Alisa kau betulan sudah baik-baik saja? Tidak ada yang sakit lagi?" Tanya Arin.

Sama sekali tidak melepas sedotan itu dari mulutnya, Alisa ternyata langsung mengangguk-angguk supaya dia bisa kembali melongokkan kepalanya ke samping tenda. Di mana di sana masih terlihat gerombolan kakak kelas yang kelihatannya sedang stres--kemungkinan besar karena sedang bingung bagaimana cara mengeluarkan Hana yang katanya dikurung oleh Fiona di diary-nya sendiri.

Tapi karena Alisa tidak bisa mendengar apa-apa, kakinya sudah akan spontan merangkak mendekat ke sana. Sehingga dia sama sekali tidak sadar kalau ternyata Fiona sudah menggunakan sihirnya untuk membuat tanah di pijakan tangannya jadi berlubang. Jadi dia pun tersuruk ke tanah dan harus merelakan susunya tumpah.

"Alisa!" Panggil Arin dan Mary yang langsung berusaha menolongnya. "Kak Fiona…!" Arin juga sudah akan protes. Tapi karena langsung takut, dia pun kembali menelan kalimatnya dan memilih untuk fokus membantu Alisa saja.

"Sama seperti orang yang ingin dipuji sehabis melakukan perbuatan baik…" Fiona tiba-tiba saja berbicara sambil melepaskan ikatannya dari tiang. "Aku juga tipe yang suka diprotes kalau habis meledakkan sesuatu." Katanya.

"Tapi kalau kau cuma sibuk minum susu dan menguping pembicaraan orang lain setelah Aku mematahkan tulang-tulangmu, Aku jadi merasa tidak dihargai." Lanjut Fiona dengan nada mengeluh, yang entah bagaimana kedengaran tulus.

Alisa tidak tahu harus membalas bagaimana diprotes seperti itu, tapi akhirnya dia pun membalas dengan gagap. "Itu, kelinci kakak tadi jahat sekali…"

"Ha!" Fiona tersenyum kecil seakan menertawakan pujian itu, tapi lekukannya dengan cepat berubah jadi tajam. Terutama karena dia tiba-tiba berjongkok untuk mendekatkan wajahnya tepat ke depan Alisa. "Sejujurnya Aku senang-senang saja saat kau berusaha menolong Rei waktu itu, tapi hari ini kau agak terlalu mengganggu…"

Dan kali ini senyumnya benar-benar menghilang. "Aku tipe yang suka mendengar bisikan setan kalau melihat malaikat kecil sepertimu, kau tahu. Jadi jangan lakukan itu lagi, oke?" Katanya, jelas-jelas mengancam.

Meski setelah itu dia malah tersenyum lagi dan mulai mencolek hidung Alisa pelan. "Tapi, yah, kau memang agak menggemaskan tadi. Kapan-kapan kukirimkan rekaman video saat kau hampir diinjak kelinci tadi." Tambahnya.

Alisa, bahkan Arin dan Mary tentu saja cuma bisa membeku di tempatnya mendengar itu. Tapi saat Fiona sudah akan pergi, Alisa malah keceplosan memanggilnya lagi. "Ka-Kakak…"

"Hm?"

"Eh, itu, mm, kak Fiona mau ke mana?"

"...Entahlah, mungkin mencari sesuatu untuk diledakkan. Kenapa?"

"Kakak tidak akan mengeluarkan kak Hana dari buku itu?"

"Ah, itu." Balas Fiona yang kemudian teringat untuk melambaikan tangannya ke arah Rei yang kelihatan sedang mengumpat dengan stres. "Tidak perlu kubantu Rei juga bisa mengeluarkannya sendiri. Palingan dia hanya sedang takut. Soalnya Aku menggambar banyak boneka di sana."

==================================================

Setelah melihat Rei datang, tadinya Loki sengaja membiarkannya meski orangnya malah langsung mengobrol dengan Hilda yang jelas-jelas tidak terluka. Tapi karena setelah ditunggu-tunggu ketua Osis itu masih saja tidak kunjung membantu korban bencana yang masih tersebar di mana-mana, Loki pun tidak tahan lagi.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya begitu dia sudah ada di dekat tenda. "Kalau kau tidak ada pekerjaan lain cepat bantu obati luka yang lain. Masih banyak yang terluka karena ulah temanmu tadi."

"Ya, ya, nanti."

"Dan mana Hana? Kau tahu kita tidak punya cukup banyak orang yang bisa sihir penyembuhan—"

"Orangnya masih terkurung di sini, oke?" Balas Rei sambil menunjukkan buku diary itu. "Jadi jangan ganggu Aku dulu."

Menyerapi informasi yang baru didengarnya, Loki pun terdiam sejenak. "Kalau begitu kenapa kau tidak langsung mengeluarkannya? Bukannya kau bisa?"

"Kalau tidak tahu apa-apa diam saja." Balas Rei yang akhirnya memutuskan untuk pergi saja.

Tapi saat dia sudah akan melangkah, Loki malah menarik lengannya. "Kalau kau memang akan melakukannya nanti, bantu saja di sini dulu. Kau tidak bisa tidak melakukan apa-apa kalau sudah datang ke sini—"

"Kalau begitu selesaikan saja semuanya dan nanti Aku yang akan merapikan lapangannya."

Meski begitu Loki masih tidak melepaskan genggamannya. "Yang lain tidak akan suka kalau kau langsung pergi begitu saja. Hanya karena kau ketua Osis—"

"Ffs!" Tapi kali ini Rei menggunakan tenaganya untuk melepaskan genggaman Loki. "Aku tidak jadi ketua Osis untuk peduli dengan hal seperti itu!"

Keduanya terus saja adu mulut seperti itu yang justru malah membuat orang-orang yang ada di sekelilingnya jadi tegang sendiri melihatnya, takut kalau akan ada bencana round 2 kalau mereka sampai bertengkar juga.

"Rupanya ada orang yang berani adu mulut dengan kak Rei seperti itu?" Kata Arin pelan. "Kupikir selain kak Hana tidak ada…"

"Yaa, kak Loki memang katanya tidak begitu suka cara kerja kak Rei… Ah, kau juga belum pernah ke gedung Osis ya?" Balas Mary yang kemudian menoleh ke arah Alisa. "Kalau kau ke sana, kau akan tahu kalau ada 2 kubu yang—"

"He-Hentikan! Sudah…" Akhirnya terdengar suara Hilda yang mulai berusaha melerai mereka. Dan karena lebih khawatir kalau Rei yang akan emosi duluan, dia pun mencoba untuk menarik Rei pelan ke sampingnya.

"Itu, Fiona sudah mengurung Hana sejak kemarin. Jadi kasihan kalau tidak segera dikeluarkan… Aku janji Rei akan merapikan semuanya nanti, jadi tolong kau yang urus semuanya dulu, ya?" Bujuk Hilda kemudian.

Loki memicingkan matanya kelihatan tidak puas, tapi kemudian dia membalas. "Tapi pastikan kau menghukum Fiona kali ini. Dan kenapa juga orangnya sudah hilang?! Bukankah tadi kau sudah mengikatnya?"

Tidak tahu harus balas bagaimana, Hilda pun kembali menoleh lagi ke arah Rei untuk minta tolong. Tapi ternyata orangnya sudah tidak mendengarkan pembicaraan mereka dan malah sedang sibuk menghitung sesuatu dengan jarinya. "Ruri, lalu Hazel…" Gumamnya sendiri, yang kemudian malah melipat bibirnya tidak puas.

Dia kelihatan sempat melirik ke arah 3 anak kelas satu yang sedang mengintip dari balik tenda. Tapi apapun itu, dia segera mengurungkan niatnya dan akhirnya hanya mendesah pelan. "Yasudah, akan kubantu sekarang." Katanya kemudian pada Loki. "Tapi suruh Kei untuk membantuku setelah ini."

Kelihatan tidak menyangka akan mendengar permintaan itu dari Rei, Loki terdiam sejenak. "Untuk mengeluarkan Hana?" Tanyanya, tapi Rei hanya memutar matanya seakan itu sudah jelas.

"...Kalau begitu Aku punya syarat." Balas Loki akhirnya, yang spontan membuat Rei terkekeh seakan dia sudah menduga itu. "Kau harus datang di rapat minggu depan. Kalau bisa Fiona juga." Katanya.

"Fiona?" Ulang Rei dengan wajah heran dan jijik. "Aku tidak janji."

"Kecuali kau mengurungnya, Aku juga tidak bisa janji Kei akan membantumu." Balas Loki lagi.

Rei masih mengulum senyum tipisnya, tapi pandangan tajamnya jelas menunjukkan kalau dia sudah sangat ingin mencekik Loki. Hilda saja sudah mulai ancang-ancang untuk kembali melerai mereka kalau-kalau perlu.

Meski untungnya Rei masih bisa mengendalikan dirinya. "Oke, setuju."