webnovel

Dessert Tour (1)

Karena sudah tahu kalau hari ini Rei akan pergi ke rapat, Hilda sebenarnya sengaja membuat banyak cemilan--siapa tahu bisa meredakan perasaan tegang semua orang setelah rapat selesai. Tapi meski sudah selesai membuat semuanya dengan sempurna, Hilda tetap saja merasa gelisah.

"Hh, semoga saja tidak ada masalah yang terlalu besar." Gumamnya tidak enak sendiri.

Tapi begitu dia berbalik dan melihat sosok Alisa sedang sibuk menulis dan mendekorasi kartu ucapan yang rencananya akan dia berikan pada Hana, entah bagaimana suasana hatinya jadi sedikit membaik lagi.

"Kau sudah selesai?" Tanyanya sambil menghampiri Alisa. "Itu kelihatan bagus."

"Bagus apanya? Itu jelek banget!" Komentar Fiona tiba-tiba. "Beruang yang kau lihat wajahnya habis dipukuli atau apa? Kenapa bentuknya berantakan begitu?!" Ocehnya pada kartu itu.

Tapi jangankan tersinggung, hebatnya Alisa sama sekali tidak kelihatan merengut saat mendengar itu dan langsung saja mengambil kartu lain. "Kalau begitu Aku gambar kelinci saja. Dulu nenekku bilang kalau kelinci buatanku lucu."

"..." 'Sebenarnya bagaimana mereka bisa jadi akrab begitu?' Pikir Hilda yang sejujurnya merasa agak bingung sekaligus kagum melihatnya.

Saat Alisa tiba-tiba mengeluarkan bola kaca itu dari tasnya, Hilda tadinya sudah bingung dia mau apa dengan Fiona. Tapi setelah mengusap-ngusapnya, Alisa ternyata cuma ingin tanya pendapat Fiona tentang apa yang sebaiknya dia berikan pada Hana…

Fiona selalu membalasnya dengan cibiran dan ejekan. Tapi melihat Alisa menanggapi semua ejekan Fiona dengan tawa… Rasanya itu lebih mengagumkan daripada sihir apapun yang pernah dia lihat di sekolah aneh ini.

"Aha! Kalau Aku yang gambar pasti jauh lebih bagus." Kata Fiona lagi. "Kalau kau mengeluarkanku, akan kugambarkan dengan gratis, bagaimana?"

Mendengar Fiona mulai menghasutnya lagi, untuk jaga-jaga Hilda pun kembali duduk di sebelah Alisa. "Kalau kau yang gambar kan jadi tidak ada artinya." Balasnya kemudian.

"Iya. Lagipula Aku kan tidak tahu caranya mengeluarkan kakak." Timpal Alisa juga.

"Oh! Maksudnya kalau kau tahu kau akan mengeluarkanku?"

"..." Alisa kelihatan menaikkan alisnya agak kaget dan spontan melirik ke arah Hilda dengan kikuk, tapi dia langsung buru-buru melanjutkan gambar kelincinya lagi. "Tidak juga!" Sahutnya, jelas kelihatan memaksakan.

"Haha." Fiona menertawakan itu, tapi lagi-lagi Hilda jadi penasaran kenapa Rei malah menyerahkan Fiona pada Alisa seperti ini. Orang normal saja biasanya rapuh terhadap hasutan Fiona, apalagi anak sepolos dia…

"Tapi Fiona," Kata Hilda kemudian. "Kau benar-benar tidak bisa keluar dari situ? Bukankah biasanya kau bisa kabur sendiri?"

"Yah, pertanyaan bagus. Kurasa Aku agak masokis juga."

"...Maksudnya?"

"Maksudnya, walaupun kadang Aku ingin mencekiknya, anehnya Aku juga suka tertawa mendengar ocehannya." Balasnya. "Hh. Semoga saja Aku bukannya sedang jatuh cinta. Kau juga cepat bilang amin."

Hilda terdiam setengah tidak percaya dan setengah kaget, tapi dia langsung menurut. "Amin."

"Maksudnya siapa?" Tanya Alisa yang ternyata tidak begitu paham apa yang sedang mereka bicarakan.

"Bukan siapa-siapa." Potong Hilda langsung. "Mm, daripada itu, Aku mau membagikan makanannya ke divisi yang lain. Kau tunggu di sini saja ya." Lanjutnya kemudian.

"Sekarang? Tapi tiramisu dan salad buahnya kan belum dingin." Sahut Alisa.

"Yah, semua divisi harusnya punya kulkas, jadi harusnya tidak masalah." Balasnya. "Ditambah, beberapa dari mereka juga mungkin bisa mendinginkannya sendiri."

"Oh!" Celetuk Fiona lagi. "Atau suruh saja dia yang mendinginkannya. Dia juga bisa sihir es." Katanya.

Melihat anaknya terdiam, Hilda pun berkata duluan. "Tidak usah tidak apa kok."

"Tapi yang tidak bisa juga banyak kan?" Fiona masih saja bicara. "Meski termasuk salah satu sihir yang paling umum, tidak semua orang di Osis bisa melakukannya, kau tahu. Dan, haha… Yang punya pengendalian bagus juga sejujurnya tidak banyak."

Hilda terdiam karena dia tidak yakin bagaimana harus mengomentari komentar itu, tapi akhirnya Alisa tetap saja berjalan mendekati tumpukan dessert yang tadi sudah susah payah dia buat dengan Hilda. "Tidak apa, kak Hilda. Kalau begitu biar Aku lakukan saja."

"Yang benar?" Tanya Hilda sekali lagi.

"Tentu. Mumpung sudah ketahuan, sebenarnya Aku jadi merasa lebih lega bisa leluasa membantu seperti ini."

Tapi saat Alisa sudah mulai ancang-ancang menggunakan sihirnya, lagi-lagi Fiona kembali menceletuk. "Kalau begitu kenapa kau menyembunyikannya sejak awal?"

"..." Sambil menghindari tatapan Fiona, Alisa menceletuk dengan nada getir. "Entah... Aku juga sudah tidak begitu ingat, ha-ha." Jawabnya.