webnovel

Meeting (5)

Tapi terlepas dari kemenangan anggota Vip--yang diperoleh dari kebohongan di sana-sini, Hana sama sekali tidak bisa merasa senang. "Huu, Aku mau pulang." Gerutu Hana yang menjatuhkan kepalanya ke meja. Dia lupa memelankan suaranya, tapi ketua yang lain juga cuma menoleh kasihan saja padanya.

Entah dia lupa atau tidak, padahal pembahasan yang paling dia khawatirkan masih belum disebut.

"Tapi kalau membicarakan anggota baru di tempat Hazel…" Kata Ello tiba-tiba. "Dia anak yang diserang Fiona itu kan? Yang ketahuan menyembunyikan sihirnya."

"...!" Kembali bangun dari mejanya, Hana langsung kalap. "Dan dia tidak melanggar peraturan apapun!" Selanya langsung.

Agak kaget malah Hana yang menyahut, Ello langsung terdiam bingung. Tapi kemudian Loki juga melanjutkan. "Aku juga sebenarnya tidak menyalahkannya. Bagaimanapun dia tetap korbannya, dan berkat itu juga dia bisa selamat setelah diserang Fiona." Katanya.

"Tapi kejadian itu adalah bukti tambahan--dari banyak bukti yang lain--kalau tidak adanya peraturan yang melarang murid untuk menyembunyikan sihir adalah kelemahan besar di buku peraturan kita."

"Maksudmu mempersulit pekerjaan divisi keamanan?" Sela Rei.

"Tentu, itu juga." Balas Loki santai juga. "Karena tidak adanya peraturan itu, kadang kita jadi kesulitan mencari murid yang bertanggung jawab kalau ada yang merusak sekolah atau bahkan menyerang murid lain."

"Misalnya saat hari senam juga. Kalau saja kita tidak tahu Fiona bisa menggunakan sihir dua dimensi, kita tidak akan tahu siapa yang sudah membuat semua kelinci itu bahkan sampai mengurung Hana waktu itu."

"Ugh…" Hana langsung menciut setelah diingatkan masalah itu. Tapi Rei malah menyempatkan dirinya untuk menertawakannya pelan.

"Tapi seperti yang kalian tahu, itu juga tidak ada solusinya." Balas Rei akhirnya. "Mengetahui kemampuan sihir seseorang secara tepat itu tidak mungkin. Bahkan untukku dan Hana sekalipun, terserah kalian percaya atau tidak." Tambahnya lagi, dan semua orang kembali diam.

Kehabisan argumen, Loki cuma punya satu usulan terakhir untuk dikatakan. Tapi entah karena apa, dia seperti tidak yakin harus mengatakannya.

Tapi setelah beberapa detik yang berat, Ten yang tidak tahan dengan keheningan itu malah menceletuk lagi sambil menyenggol-nyenggol Hazel. "Tapi kalau misalnya pakai kemampuan kak Hilda, mungkin bisa kan?" Katanya.

"..."

'…Da-Dasar bodoh!' Teriak Hazel dalam hati--yang langsung menepak tangan Rin dan buru-buru menjauhkan kursinya dari tempat Rin.

Dan benar saja, dalam sekejap bulu kuduk Ten langsung berdiri karena dia merasa ada pandangan yang menusuk lehernya. Dan bukan cuma dirinya, pundak semua orang juga langsung membeku karena ada aura membunuh yang memancar dari meja depan.

Bahkan Hana yang merasakannya paling dekat saja sampai mengalihkan wajahnya karena dia tidak mau lihat seperti apa wajah Rei sekarang.

Tapi sayangnya aura membunuh itu segera menghilang. "Tidak." Kata Rei singkat. "Selain itu."

"..." Tidak punya waktu untuk menyanggah itu, semua orang lebih sibuk untuk menghela napas pelan saking leganya. Meski tidak bisa naik ke lantai atas gedung Osis, sepertinya kedudukan Hilda masih lebih penting dari semua ketua di sini.

Baru setelah Rei kelihatan tidak akan membunuh Ten lagi, Loki pun kembali bicara. "Tapi kalau cuma memberi hukuman harusnya tidak masalah kan?" Usulnya hati-hati. "Untuk permulaan yang tidak terlalu besar juga tidak masalah."

"Ya, ya, akan kupikirkan. Tapi jangan berharap banyak." Balas Rei dingin, sepertinya mulai kelihatan muak dengan rapat ini.

Kalau bukan karena agenda pribadinya, dia pasti sudah banting pintu keluar.

========================>>

"Aku tahu kau memaksakan diri. Tapi tolong tahan sebentar lagi." Kata Hana sambil memberikan permen jelly pada Rei. Tapi karena Rei meliriknya dengan tajam, Hana jadi agak kikuk sekaligus kasihan. "A-Atau mau sudahi saja rapatnya?"

Rei mengambil dan menggigit permen itu dengan wajah datar, tapi alisnya malah kembali berkerut. "Meski begitu, apa rapatnya selalu menyebalkan seperti ini? Aku tidak percaya kau melakukan ini setiap bulan. Mungkin harusnya ku ubah jadi rapat tahunan saja."

Hana tadinya terdiam sejenak. Tapi sambil melirik ke arah ketua lain, entah kenapa dia jadi merasa tidak enak. "Kali ini memang agak berbeda, tapi biasanya tidak seburuk ini kok." Katanya.

Tapi karena Rei tidak kelihatan mempercayainya, akhirnya Hana juga yang jadi gemas melihatnya. Sehingga entah sadar atau tidak, nada menggerutunya pun kembali. "Dan kalau saja kau tidak berbohong seperti ini, mungkin suasananya akan lebih baik."

Menghentikan kunyahannya, Rei kembali menoleh dengan tatapan tidak percaya. "Ha… Kalau bukan karena kau yang iseng dengan proyek anggota Vip baru itu, Aku juga tidak akan perlu kerepotan dengan ini."

Tidak mau kalah, Hana ikut mengerutkan alisnya dengan kesal. "Tidak akan begini juga kalau kau langsung menerimanya."

"Ditambah…" Lanjut Hana langsung. "Kau memang sudah seharusnya datang ke rapat ini. Kau kan ketua Osisnya, tapi kau selalu saja pergi tidak jelas. Setiap Aku membutuhkanmu juga, kau selalu tidak ada…"

Saking shock dengan yang dia dengar, Rei langsung menelan jelly-nya bulat-bulat. "Excuse me?! Kau pikir siapa yang mengeluarkanmu dari gambar sialan Fiona?! Kau yang sibuk tidur mungkin tidak tahu, tapi tempatnya sama sekali bukan istana permen!"

"Itu…!" Hana kedengaran hampir menaikkan suaranya. Tapi untungnya dia segera ingat kalau masih ada banyak orang di ruangan, jadi dia kembali menelan protesnya dan hanya bisa menatap Rei dengan kesal.

Sama dengan Rei yang juga langsung mengalihkan wajahnya ke arah lain karena dia sudah tidak mau melanjutkan perdebatan mereka. 'Cewek satu ini benar-benar!'

"Terus! Apa masih ada lagi yang perlu dibicarakan?" Tanya Rei pada yang lain.

Tapi mungkin karena suaranya tiba-tiba terdengar sangat menuntut, semua orang langsung terdiam. Bukan cuma tidak mau menyinggung Rei yang kelihatan sudah kesal, mereka juga sudah lelah dengan ketegangan rapat yang menyiksa jantung ini.

Jadi setelah menarik napas panjang, Rei pun melanjutkan, "Kalau memang tidak ada, sebenarnya Aku juga ingin membicarakan sesuatu."

Glek! Setelah lama tidak hadir rapat, ketua Osis ternyata punya hal yang ingin dia bicarakan! Didengar berapa kali pun, itu jelas bukan pertanda baik. Dia pasti punya keluhan!! Begitu yang dipikirkan semua orang.

Sama sekali tidak tahu apa yang akan Rei katakan, kebanyakan ketua mulai melirik ke arah Hana untuk minta petunjuk. Soalnya kalau memang seburuk itu, mungkin mereka memang harus mempertimbangkan untuk lompat keluar jendela dari sekarang.

Tapi sama seperti yang lain, Hana juga sebenarnya tidak tahu apapun. "Rei, memangnya apa yang mau…" Dia mencoba bertanya, tapi Rei sama sekali mengabaikannya.

"Belakangan ini belum ada gangguan sihir yang terjadi lagi ya?" Tanya Rei akhirnya.

"..." Gangguan sihir katanya.

Tanpa perlu bertanya, semua orang sudah tahu kalau Rei sedang membicarakan fenomena sihir yang kadang suka muncul secara acak di sekolah. Percaya atau tidak, keisengan Fiona bukan bencana paling merepotkan yang biasa terjadi di Aviara.

Kejadian seperti itu adalah hal harusnya diketahui semua orang kalau terjadi. Tapi daripada menjawabnya, semua orang lebih memilih untuk menunggu jawaban si penanggung jawabnya saja.

Makanya Hazel jadi mulai bergidik tidak nyaman lagi. 'Kenapa Aku lagi?!'

"Ya-Yah, semanjak kejadian badai bunga, harusnya belum ada lagi. Setahuku." Jawab Hazel kemudian.

"Itu sekitar 1-2 minggu sebelum acara penerimaan kan? Bukankah itu sudah lewat 2 bulan?" Kata Rei lagi. "Gangguan sihir biasanya terjadi sekitar 3 bulan sekali, jadi kupikir sudah waktunya muncul satu. Tapi belum ada ya?" Gumamnya kemudian.

Semuanya ikutan terdiam karena si ketua Osis kelihatan mulai berpikir sendiri. Tapi kemudian Ten menceletuk lagi ke dekat Hazel. "Hanya perasaanku atau dia kedengaran mengharapkannya terjadi…"

Hazel agak malas menjawabnya, tapi setelah melirik ke arah Rei lagi, dia membalas. "Kemunculannya memang bukan pertanda baik, tapi kalau tidak muncul sama sekali juga tetap aneh." Balas Hazel seadanya.

Dan tidak lama, Rei kembali mengarahkan pandangannya ke arah lain. "Daerah timur bagaimana? Jangan bilang tidak ada juga." Tanyanya lagi, dan kali ini semua orang ikutan menoleh ke arah Ello.

Kembali mengulum senyumnya, laki-laki itu langsung berusaha menjawabnya dengan nada datar. "Yah, akan bohong kalau kujawab tidak ada." Balas Ello. "Tapi kami memang dapat 2 gangguan semenjak upacara penerimaan."

"Hanya dua..?" Balas Rei yang anehnya masih terdengar ragu.

Sama sekali mengabaikan semua orang yang mulai terdiam bingung dengan arah pembicaraannya, Rei pun mulai sibuk memeriksa layar tabletnya. Sehingga Hana yang penasaran pun akhirnya mendekatkan kursinya lagi ke dekat Rei.

"Kenapa? Kau mengkhawatirkan sesuatu?" Tanyanya sambil mengintip layar tablet Rei. Dan ternyata dia sedang memeriksa data-data laporan yang berasal dari divisi timur.

"Tidakkah menurutmu murid baru yang masuk ke sana ada lumayan banyak?" Kata Rei. "Bahkan yang dari kelas 2 dan 3 juga ada."

Dan memang, grafik-grafik yang ada di sana terlihat meningkat sejak kedatangan murid baru. Tapi sejujurnya Hana tidak merasa ada yang aneh dari semua itu. "Bukannya itu biasa? Aku sudah memeriksanya, tapi harusnya belum ada angka yang melewati kuota."

Rei sempat terdiam sejenak, tapi akhirnya dia mengalihkan wajahnya ke Hana. "Kau punya laporan gangguan sihirnya?"

"...? Tentu saja tidak. Kau tahu mereka tidak memberikannya pada kita."

"Tidak harus. Tapi kita boleh memintanya kan?"

"..." Hana terdiam sangat lama dengan mulut yang kebingungan. "Maksudmu kau mau memintanya?"

"Kau."

"...Kalau denganmu Aku mungkin mau--"

"Baiklah, untuk sekarang kita sudahi dulu rapatnya." Rei tiba-tiba saja kembali melihat ke depan. "Kita lanjutkan kapan-kapan lagi."