webnovel

Dessert Tour (2)

Hilda mulai sibuk memasukkan semua cemilan itu ke keranjang. Tapi tentu saja itu bukan keranjang piknik yang kecil dan imut atau semacamnya, melainkan troller yang biasanya ada di mall--yang memang biasa dia pakai untuk mengangkut berkilo-kilo bahan makanan.

Tapi melihat Hilda sibuk sendiri, Alisa jadi merasa agak tersingkirkan. "Itu, apa Aku benar-benar tidak boleh ikut?" Tanyanya sedih.

"...Memangnya kau mau ikut?" Tanya Hilda balik. "Maksudku, alasan Hazel menyuruhmu ke sini kan supaya kau tidak perlu ketemu anggota Osis yang lain juga."

"Tapi Aku baru kali ini ke gedung Osis!" Balas Alisa dengan tatapan yang mulai memohon. "Kalau bisa Aku mau lihat tempat yang lain juga…"

Terdiam sejenak, Hilda tadinya ingin tetap melarangnya. Soalnya meski anaknya sendiri tidak keberatan dengan reputasinya, mereka masih punya masalah bola kaca yang tidak boleh dilihat siapapun. Dan ya, meninggalkan makhluk itu sendiri juga tetap mengkhawatirkan.

"Boleh ya?" Kata Alisa lagi. "Kalau masalah kak Fiona, bola kacanya akan kembali menghitam setelah diusap lagi kok. Suaranya juga tidak akan keluar." Bujuknya.

Langsung menyerah pada mata anak kucingnya, Hilda akhirnya cuma bisa tersenyum. "Yasudah. Oke kalau begitu."

Lagipula setelah dipikir-pikir, mengkhawatirkan masalah-masalah seperti itu memang bukan tugasnya. Apalagi Alisa juga kelihatannya belum begitu memahami cara kerja di gedung Osis…

Jadi daripada mengkhawatirkan itu, Hilda akhirnya lebih memilih untuk pasrah saja kalau nantinya Hazel mengomelinya. Lagipula kalau Rei memang sengaja memberikannya pada Alisa, Hilda pikir perkembangan seperti ini harusnya sudah masuk perhitungannya… Kan?

"Yey!" Setelah mengusap bola kaca Fiona jadi hitam lagi dan memasukkannya ke tas, Alisa yang kesenangan sudah langsung siap-siap ingin mendorong trollernya. Tapi begitu dia akan melakukannya, Hilda ternyata langsung merebut tas kecilnya.

"Tasnya biar Aku saja yang bawa." Katanya. "Dan kalau kalau nanti ada apa-apa, kau pura-pura tidak tahu saja ya." Tambahnya.

Alisa terdiam tidak yakin, tapi kemudian Hilda langsung berjalan ke arah pintu. "Kalau begitu supaya mudah kita mulai ke divisi yang paling dekat dulu saja."

"Divisi Belanja ada tepat di samping lobi. Kau pernah ke sana?" Tanya Hilda kemudian.

"Tidak, Aku kan belum pernah ke gedung Osis."

"Oh iya." Celetuk Hilda yang menertawakan pertanyaannya sendiri. "Divisi Belanja itu divisi yang paling sering dikunjungi oleh anggota Osis lain, makanya ruangan mereka diletakkan paling dekat dari pintu. Aku juga sering ke sana kalau sedang ingin perabotan baru." Ceritanya.

Tok tok. "Masuk." Sahut suara di dalam.

Hilda membuka pintunya. Tapi dia hanya melongokkan kepalanya ke dalam. "Aku buat beberapa cemilan. Ada yang mau tidak—"

"Mau!" Sahut suara itu langsung. Baru setelah itu Hilda melebarkan pintunya dan mengajak Alisa untuk masuk ke dalam.

"Kak Hilda! Aku sudah penasaran apa kakak buat sesuatu hari ini!" Kata seorang perempuan yang langsung lari mendekatinya. Tapi setelah berkata riang begitu, matanya langsung menangkap sosok pendorong troller yang asing. "Oh? Dia siapa? Asisten baru kakak?"

"Yaa, sayangnya hanya hari ini." Jawab Hilda dengan tawa kecilnya.

"Na-Na-Namaku Alisa." Celetuk Alisa yang ternyata lumayan gugup.

"Aku Sonia." Balas perempuan itu sambil terkekeh melihatnya. Karena dia pakai warna pita yang sama seperti Hazel, itu artinya dia juga kelas 2.

Alisa tadinya berpikir kalau kakak kelas itu terlihat agak imut karena rambutnya yang diikat jadi 2 bun. Tapi entah bagaimana menjelaskannya, caranya memandang dan tersenyum sama sekali tidak memancarkan aura anak sma, kalaupun itu masuk akal.

"Hei, Miki, lihat, dia kelas 1 sepertimu." Kata Sonia pada laki-laki yang berjalan mendekat. "Kau tidak mengenalnya?"

Laki-laki berkacamata itu tadinya hanya menoleh sekilas karena dia jelas tidak mengenalnya. Tapi saat tangannya sudah akan mengambil satu kotak tiramisu dari keranjang, dia langsung menoleh lagi untuk menatap wajah Alisa.

"Oh? Bukankah kau orang yang minggu kemarin diserang kak Fiona?" Celetuknya. Malah bukan hanya dari foto, sebenarnya Miki termasuk salah satu saksi mata yang melihat itu dari dekat, jadi dia lumayan ingat.

"EH? Benarkah?!" Sahut Sonia yang langsung memfokuskan pandangannya ke wajah Alisa lagi.

"Oh, benar! Hai! Kau sudah sehat ya?" Lanjutnya riang sendiri, yang spontan mulai membuat Alisa jadi kikuk lagi sehingga dia buru-buru menggeser kakinya ke belakang punggung Hilda.

Hilda juga memandang ke arah Sonia seperti memintanya untuk tidak terlalu berlebihan, jadi Sonia pun mengatur kembali nada suaranya. "Maksudku… Mm, ah, benar! Aku kan cuma khawatir kalau giginya ada yang patah atau semacamnya karena katanya kak Fiona melemparnya dari lantai 5. Tapi gigimu baik-baik saja kan?"

Alisa hanya mengangguk-angguk kecil, dan itu membuat Sonia kembali terkekeh. "Haha, dia betulan manis." Celetuknya sambil memukul Miki yang masih ada di sampingnya.

"Tapi kalau tidak salah kau anggota divisi Hazel kan? Kenapa ada di sini? Padahal harusnya Hazel sedang ikut rapat—OH, BENAR! Rapatnya!"

Dengan mata dan mulut yang melebar, Sonia langsung menoleh ke arah Hilda lagi. "Kak Rei katanya datang ke rapat hari ini! Apa kakak sudah tahu itu?"

"...Ya, Aku juga baru dengar tadi." Jawab Hilda seadanya. Dia sebenarnya sudah tahu sejak Rei dan Loki buat perjanjian itu, tapi tentu saja dia tidak mengatakannya.

"Memangnya itu aneh?" Celetuk Alisa yang agak bingung. Soalnya kalau ketua divisi seperti Hazel saja datang, bukankah sudah jelas kalau ketua Osis juga akan datang?

"Tentu saja!" Balas Sonia. "Yang selalu memimpin rapat bulanan itu kak Hana. Jadi meski dia ketua osis, kak Rei sebenarnya jarang datang."

"Dan sekalinya dia datang, sudah pasti itu bukan pertanda bagus." Lanjut Sonia yang semakin melebarkan senyumnya ala detektif ulung. "Aku yakin semuanya pasti sedang bercuat-cuat ramai di rapat. Semoga saja mereka tidak sampai adu petir betulan." Komentarnya.

"Memangnya ada yang berani protes pada orang itu?" Celetuk Miki.

"...Haha, anak kelas 1 memang tidak tahu apa-apa ya." Ejek Sonia dengan tawa getirnya. "Walaupun tidak banyak, orang yang berani melawan kak Rei bukannya tidak ada, kau tahu. Ketua kita yang pendiam juga kadang melakukannya kalau perlu."

Mendengar itu, Alisa jadi teringat lagi sosok ketua divisi keamanan yang pernah hampir berantem dengan Rei saat hari senam. Tapi selain orang itu, sepertinya masih ada yang lain?

"Yah, kalau memang ada yang mereka perlukan, tentu saja semua orang tidak akan diam." Kata Hilda juga. "Apalagi ketua divisi kan punya banyak hal yang harus diurus dan dilindungi." Jelasnya.

Tapi karena kedua anak kelas 1 itu cuma bisa diam, itu artinya pembicaraannya sudah mulai jadi berat. Jadi Hilda pun langsung memotongnya kembali. "Kalau begitu sebaiknya kita cepat-cepat ke divisi lain lagi." Katanya pada Alisa. Dan mereka pun pergi.