webnovel

D-1

Karena pekerjaannya yang juga banyak, Hana sebenarnya tidak selalu bisa tidur sebanyak yang dia butuhkan sehari-harinya. Tapi tidak seperti Rei atau Ruri, Hana setidaknya selalu berusaha untuk tidur sebelum jam 12.

Tapi jangankan tengah malam, anehnya Hana malah sudah ngantuk saat jam baru menunjukkan jam 8 tadi malam.

Sudah lumayan lama Hana tidak tertidur sebanyak itu. Mungkin itu sebabnya bibirnya langsung mengulum senyum begitu matanya terbuka. Dilihat dari matahari yang sudah menembus jendela kamarnya, dia sudah punya firasat kalau dia pasti kesiangan. Tapi karena tubuhnya terasa nyaman berkat tidur panjangnya, Hana bahkan tidak ingin mengeluhkan itu karena masih ingin menikmati kepalanya yang terasa ringan.

"...Tidurmu sepertinya nyenyak sekali." Komentar seseorang.

Suara itu sedikit mengganggu mood-nya yang bagus. Tapi karena Hana mengenali suara itu, dia tidak terburu-buru untuk bangun dan memilih untuk membuka matanya perlahan. "Iya, lumayan." Sahutnya sambil berguling ke arah suara tadi. Dan seperti yang sudah diduganya, Fiona kelihatan sedang berbaring di sofanya. "Kau tidur di situ sejak semalam?" Tanyanya.

"Tidak. Aku tidak tidur semalam." Jawabnya.

Mendengar itu Hana pun kembali terdiam dan cuma merenungi sosok temannya yang sedang senyum-senyum sambil memainkan handphonenya itu. Mungkin merasa agak tenang melihatnya anteng begitu daripada terus-terusan mengganggu Rei seperti yang selalu dia lakukan belakangan ini.

Makanya saat Fiona tiba-tiba menerobos masuk jendelanya kemarin malam, dia memutuskan untuk tidak mengusirnya.

"Hana, Aku lapar!" Katanya waktu itu tiba-tiba. Bahkan sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk kaget, Fiona langsung lompat ke kasur dan menyundul perut Hana. "Cepat buatkan sesuatu untukku. Masa di kamarku cuma ada roti!"

"...Kalau kau masuk lewat pintu Aku mungkin mau membuatkannya."

"Salahmu sendiri membiarkan jendelanya terbuka."

"Kalau itu kan—"

"Nasi goreng sepertinya enak." Potong Fiona. "Pakai telur dan daun bawang yang banyak. Cepaat!" Kata Fiona yang malah menggusel-guselkan kepalanya di pangkuan Hana.

"Tunggu, Fi, geli—"

Terlepas dari sifatnya yang menyebalkan setengah mati, Hana sebenarnya suka dengan kebiasaan Fiona yang suka mengganggunya kalau sedang cari makan. Soalnya meski Hana lebih suka makan dengan orang lain, sayangnya Rei dan Ruri sangat sulit diajak makan bersama. Terutama Rei yang malah suka sampai lupa makan kalau tidak diingatkan.

"Mungkin Aku harus panggil Rei juga…" Gumam Hana saat melihat Fiona lahap mengunyah nasi goreng buatannya.

"Rei tidak ada di kamarnya, kalau kau tidak tahu." Sahut Fiona.

"Tolong katakan kau tidak tahu Rei ke mana."

"Yaa, sayangnya memang tidak."

Sedikit merasa lega kalau Fiona tidak mengikat Rei di hutan atau semacamnya, Hana pun ikutan menyuap nasi gorengnya. "Tapi Fi, kau mau sampai kapan mengganggu Rei?" Tanyanya kemudian.

"Hm? Sampai lulus?"

"Bukan… Maksudku ucapan selamat pagi-mu belakangan ini." Koreksi Hana yang spontan membuat Fiona terkekeh. "Kau juga sebenarnya sudah tidak marah padanya kan?"

Tidak langsung menjawab, Fiona malah sempat senyum-senyum sejenak. "Yaa, mengganggunya seperti itu memang mulai terasa membosankan." Balas Fiona. "Oh! Tapi yang kemarin sedikit menyenangkan." Tambahnya riang.

"Benar, itu!" Balas Hana yang juga menaikkan suaranya. "Alisa bahkan sampai ikutan terluka kemarin karenamu." Omelnya.

"Tapi dia tidak terluka."

"...Pokoknya! Kau tidak boleh melibatkan orang lain lagi." Balas Hana. "Rei mungkin bisa melindungi dirinya, tapi yang lain kan belum tentu." Katanya.

Tidak begitu ingin mendengar ocehan Hana lebih jauh, Fiona pun tidak membalasnya lagi dan hanya fokus mengunyah makan malamnya. Tapi melihat Hana segitunya gelisah saat mulai membicarakan Alisa, Fiona pun akhirnya kembali terpikir sesuatu.

"Tapi Hana, sebenarnya kenapa kau suka anak itu?" Tanyanya kemudian. "Maksudku, Aku tahu dia tipe anak kesukaanmu. Manis, baik, dan sebagainya itu. Tapi kau kan tidak akan mencoba memasukkannya ke Vip hanya karena itu." Tambahnya.

Agak enggan menjawabnya, Hana pun memilih untuk meneguk kaleng kopinya dulu. "Bukankah kau juga menyukainya?"

Dan seketika itu Fiona malah langsung tertawa. "Pfft, tidak juga." Balasnya. "Malah sebenarnya dia tipe yang tidak kusuka. Kau tidak tahu saja berapa banyak Aku menahan diriku untuk tidak menyumpal mulutnya setiap dia memasang senyum polosnya itu."

Mendengarnya mengatakan itu, Hana seperti baru diingatkan kalau Fiona memang biasanya tidak suka dengan orang seperti Alisa. Karena merasa kalau semua orang menyukai Alisa, Hana sampai jadi lupa dengan fakta itu. "Lalu kenapa…?"

"Cuma… Karena kelihatannya dia mudah dibohongi." Balas Fiona, yang setelah itu malah memasang ekspresi cerah lagi. "Habisnya kau ingat saat briefing Osis waktu itu, masa dia kelihatan langsung percaya begitu saja saat Aku bilang kalau Aku kakak kelas yang baik hati." Ceritanya yang mulai geli sendiri mengingatnya.

"Makanya saat Aku tahu kalau kau dan Ruri berniat menjadikannya anggota Vip, yah, kupikir akan menyenangkan main-main dengannya untuk sementara." Lanjutnya. "Apalagi karena itu juga bisa membuat Rei kesal, jadinya kubiarkan saja."

Mulai merasa menyesal sudah minta dijelaskan, Hana pun mendesah pelan dan meneguk kopinya lagi.

"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku." Protes Fiona kemudian.

"Apa? Tadi kan kau sudah bilang. Karena Alisa manis dan baik…" Sahut Hana sekenanya. Tapi karena Fiona malah memandanginya dengan tatapan tidak puas, Hana pun akhirnya menyerah. "Dan, ya, itu… Karena kupikir Rei akan menyukainya—"

Tapi Fiona malah sudah menertawakannya duluan. Soalnya Hana juga tahu kalau selera Rei dan Fiona sebenarnya tidak beda jauh. Mereka sama-sama tidak suka dengan orang yang terlalu baik.

Hanya saja tidak seperti Fiona yang memang tidak cocok dengan orang seperti Alisa, Rei… Bagaimana menjelaskannya? Terasa lebih seperti memiliki kewaspadaan khusus? Seakan dia takut kalau dirinya akan ketularan jadi orang baik kalau dekat-dekat dengan orang seperti Alisa terus.

Mungkin itu sebabnya, dalam beberapa kasus langka, ada kalanya Rei memutuskan untuk membiarkannya dirinya kalah. Seperti pada Hilda misalnya. Jadi siapa tahu kalau itu bisa kejadian lagi… Dia pun mencoba untuk mengenalkannya pada Alisa.

"Ahh, tapi kau buat nasi gorengnya banyak sekali. Aku jadi mengantuk sekarang." Kata Fiona yang sudah selesai membersihkan piringnya.

"Benar juga… Rasanya Aku juga jadi mengantuk…"

Dan di situlah ingatan Hana berakhir. Dia sih ingat sempat bersandar sebentar di kasurnya, tapi setelah itu dia pasti langsung tertidur. Sampai sekarang. Dan kalau mengenai bagaimana dia bisa pindah ke kasur, Hana juga agak malas membayangkannya.

Jadwal kegiatannya di hari minggu sebenarnya tidak banyak. Tapi karena perlu memastikan beberapa hal, Hana pun akhirnya memutuskan untuk memeriksa handphonenya dulu. Meski setelah melebarkan tangannya ke seluruh kasur, handphonenya tidak juga ketemu. "Fi, kau lihat handphoneku?"

"Entah. Aku mungkin membuangnya."

"...Apa yang…?" Hana sudah mulai merasa aneh saat itu. Tapi sebelum dia bisa bertanya apapun, matanya malah menangkap jam digital yang ada di samping kasurnya sudah menunjukkan angka 14. Tapi karena itu jelas aneh, dia pun mengalihkan pandangannya ke jam dinding juga. Tapi sama seperti tadi, jarum pendeknya juga sudah hampir menunjuk ke angka 3.

'Tunggu, maksudnya Aku tertidur lebih dari 18 jam…?'

"F-Fi…?"

"Hm?"

Melihat Hana melebarkan matanya dengan firasat tidak enak, Fiona pun jadi semakin melebarkan senyumnya. Makanya dia malah sengaja menoleh ke arah Hana sambil memasang senyum sinister yang tipis.

"Aku merekam banyak video hari ini. Kau mau lihat yang ada kelincinya atau yang ada chucky dan annabelle-nya?"