webnovel

MEREKPUN TURUT MENJELASKAN

Sebut saja dimas Namanya, si remaja yang masih duduk di bangku SMP. Remaja yang masih terbilang berdarah muda semangat muda keegoisan tinggi sedunia.

Pada suatu hari, keluarga Dimas pindah tempat tinggal mereka dari kota ke desa, karena ayah dan ibunya adalah seorang pengajar pendidikan sekolah menengah pertama, Karna permintaan dari Pemerintah pendidikan mereka pun harus mengikuti arahan dan tanggung jawabnya. Saat pertama kali mengetahui akan persoalan itu, perasaan Dimas yang dikala itu sudah membayangkan gambaran sebuah desa yang kotor dan  apa lagi tidak memiliki akses jaringan untuk internet dan sebagainya. Dan yang paling penting di dalam pandangan nya, yaitu masyarakat akan terlihat kuno primitif disana.

Dimas bertanya untuk memastikan, "ayah, apakah kita benar-benar akan pindah, coba deh lihat sekeliling kita, kita mempunyai segalanya yang kita butuhkan," ucapnya sambil memperlihatkan berbagai alat elektronik di tangannya.

Sang ayah memang merasakan hal yang sama, namun tanggung jawab tetaplah tanggung jawab, "ayah mengerti nak maksud kamu, tapi ini tanggung jawab yang harus kami penuhi."

"yah ayah enggak mengerti. Di desa itu kotor apa lagi penduduknya iih malas banget."

"Nak terkadang apa yang kamu bayangkan belum tentu itu yang terjadi loh, pasti nanti kamu akan betah di sana," ucap sang ibu merayu hatinya si dimas.

Mau tidak mau dimas harus ikut kemauan kedua orang tuanya, walau hatinya menolak keras, siyapa sih yang bisa mendengar suara anak remaja yang masih memiliki pemikiran kanak-kanak.

Satu hari setelah berkemas-kemas keluarga Dimas.

"selamat tinggal rumah, selamat tinggal taman yang indah, selamat tinggal lingkungan, selamat tinggal hidup ku yang nyaman dan tenteram."

"sudah, sudah. Kamu kenapa Dimas?"

"Enggak apa-apa yah, Cuma mau mengucapkan selamat tinggal."

"Kalau sudah, yuk kita berangkat."

Hatinya sedih pergi jauh dari tempat dia di besarkan, bagaimana tidak kehidupan yang saat ini sangat baik, tetapi berpindah dan menatap hidup dari awal lagi tentu sudah sangat berbeda di bandingkan dengan kehidupannya yang di saat itu. Sungguh miris untuk dirinya yang keluar dari zona nyaman menuju zona tantangan.

3 jam setelah perjalanan.

"sudah sampai."

Dimas membuka pintu mobil, saat baru mengeluarkan kepalanya ternyata yang dia bayangkan benar-benar terjadi, walau satu gambaran yang tidak ada yaitu sekelilingnya yang kotor, sangat jelas terlihat bersih dan hijau.

"tuh kan nak, bagus ajakan."

"percuma deh ucapin ke ibu dan ayah. Enggak akan ada yang mengerti."

Dimas langsung masuk ke dalam rumah dengan hati yang kecewa. Saat pintu di buka, hatinya semakin kecewa, melihat keadaan rumah yang sekarang ini dia tempati sangat berbeda jauh dengan rumahnya yang di tepian kota. Rumah yang saat ini tidak memiliki meja, wifi, ac, kulkas, mesin cuci, dan bahkan kompor gas tidak terdapat di dalamnya hannyalah kompor bersumbu.

"ayah ibu, kenapa sih kita harus pindah kesini. Lihat aja semua di sekeliling enggak ada apa-apa."

Sang ayah memegang lembut kepala dimas, "nak kamu harus biasakan diri untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar hidup mu. Mungkin kedepannya kamu hidup harus penuh dengan perjuangan setelah hidup dengan ibu dan ayah."

Walau mendengar nasehat sang ayah Dimas tetap dengan ke egois-Nya menolak keadaan yang sekarang ini. Dimas pergi dari rumah begitu saja melangkah keluar tak melihat arah ke mana tujuannya.

"dimas kamu mau pergi ke mana nak!"

"Ini kesalahan ayah saat di rumah kita yang di kota itu, ayah terlalu memanjakan dia dengan keinginannya selalu, beginilah jadinya."

"Sudah ayah, saat ini Dimas itu masih remaja jadi belum mengerti apapun, ibu yakin dia pasti akan mengerti nanti."

Di sepanjang pinggiran sawah yang hijau Dimas menendang-nendang kerikil kecil bersamaan perasaan kecewa yang besar, "lihat aja di desa ini tidak ada yang spesial, lihat juga orang-orangnya sangat tidak bermodel, dan anak-anaknya muda nya iih bermain di tempat yang kotor," ucapnya dengan ekspresi yang tidak suka dengan sekelilingnya.

Beberapa menit mendatang Dimas kembali pulang ke rumah, ayah dan ibunya sudah tentu merasa cemas dengan ke adaan Dimas, "nak kamu dari mana saja nak! Ibu khawatir loh, kamu ini tidak mengerti kondisi ibu dan ayah."

"Ibu aku malas membahasnya aku mau istirahat dulu."

"Tapi nak ini udah masuk magrib, kamu endak mau sholat dulu."

"Enggak bu lagi malas."

"dimas degerin kata ibu kamu Dimas." 

Tak mau mendengar kata ibu dan ayahnya, dia pergi ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya.

Pukul 08:00

Dia masih tertidur lelap, bagai baring di atas tumpukan bulu domba, suasana jangkrik semakin menambah harmonis suasana, lukisan malam di langit di hiasi bintang gemerlap semakin membuat tidurnya terlena.

Tiba-tiba saja hewan kecil berkelap-kelip

hinggap di pipinya, pipinya merasakan gatal di garuknya namun hewan itu tetap saja hinggap di wajahnya hingga membuatnya terbangun.

"hewan apaan sih ini!" ucapnya melihat hewan itu terbang di depan matanya, "cantik sekali, aku baru lihat hewan seperti ini."

Hewan kecil itu terbang melewati jendela kamarnya yang terbuka secara tiba-tiba, bersamaan pula dia melayang layaknya seekor burung bersayap. Dimas terkejut dan tak bisa mengira bagaimana dia bisa terbang. Lantas dia mengikuti hewan itu keluar dari jendela kamarnya.

"Waah, kok bisa begini yah, aku terbang di atas tanah."

Dia terpanah melihat sekelilingnya ada di bawahnya hingga dia lupa dia ditinggalkan hewan kecil itu, "dimana tadi hewan itu! Yah ke mana hewan itu pergi."

Dia menyusuri ladang-ladang di bawahnya, namun saat itu Dimas melihat ada seekor tikus dan seekor ular, dia penasaran apa yang akan terjadi, karena rasa penasaran dimas datang mendekat untuk melihatnya.

Tikus dan ular itu saling berbicara, "hai ular makanlah aku agar kau kenyang, sudah dua hari ini kau tidak makan."

"bagaimanakah bisa aku memakan mu tikus, sedangkan kau saja menolong ku ketika aku terperangkap dari perangkap para petani," jawab ular menolak tawaran tikus.

Sudah pasti Dimas heran dan bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi, yang seharusnya hukum alam berjalan normal namun saat ini kedua hewan Itulah yang mengatur hukum alam.

Pergi dari satu tempat ke tempat lainya, Dimas melihat sekelompok semut merah yang bekerja sendiri-sendiri, yang seharusnya saling berkelompok terlihat mereka lebih suka bekerja sendiri. Bahkan di antara mereka sampai ada yang berkelahi karna tak mau di tolong.

Dimas berpindah lagi, sekali lagi dia melihat dua keong yang sedang berjalan bersama, satu keong bercangkang indah satunya lagi bercangkang biasa. Tak beberapa lama keong yang cangkang nya indah itu mati, sedang keong yang biasa itu melepaskan cangkang nya untuk mendapatkan cangkang milik keong itu.

"Hewan-hewan yang berada disini aneh-aneh semua, bahkan yang tidak bisa ku percaya mereka bisa berbicara."

Dimas kembali melakukan perjalanan. Sampailah dia di tempat terakhir. Dimana ada dua sisi ladang, di sisi kiri ladang itu terbakar di sisi lainnya aman dari kobaran api, tetapi Dimas melihat ada tiga orang disana, yang satunya ada di ladang yang terbakar api sedang yang satunya lagi ada di ladang yang bebas dari api sedangkan yang satunya lagi berada di tengah-tengah ladang itu menangis, dia terlihat tak berdaya bila dia menolong wanita yang berada dalam kobaran api itu maka lelaki yang aman dari api itu akan di terkam harimau. namun bila dia menyelamatkan lelaki itu maka wanita itu akan mati terbakar.

Tidak tega melihat kondisi mereka Dimas lantas membantu mereka, tetapi saat Dimas mendekat ternyata lelaki dan wanita itu adalah ayahnya sedangkan di tengah-tengah mereka adalah dirinya sendiri.

"apa ini, aku tidak mengerti mengapa aku ibu dan ayah...." ucap Dimas melotot kiri ke kanan. Benar saja karena tidak di selamatkan sang ibu terbakar sedangkan sang ayah telah di terkam harimau."

Tepat di pagi hari Dimas terbangun, dia melihat sekelilingnya ternyata dia masih di dalam kamar baru terbangun dari mimpinya.

"aku mengerti sekarang!, tapi Ibu ayah."

Dia membuka pintu kamar sesegera mungkin keluar, melihat di dapur ibu dan ayahnya baik -baik saja, dia berlari memeluk mereka berdua, sambil berkata, "ibu ayah jangan tinggali Dimas yah, Dimas janji akan menjadi anak yang baik dan nurut kata kalian."

Ibu dan ayahnya tersenyum bercampur bingung apa yang Tiba-tiba terjadi dengan anak mereka.

(Tidaklah selamanya apa yang terlihat baik untukmu akan menjadi baik untukmu, mungkin saja yang tidak terlihat baik itu atau biasa-biasa saja itulah yang terbaik untukmu. Keegoisan akan menghancurkan kehidupan Karna tidak mau menerima kebenaran dan tidak mau berusaha memperbaiki keadaan. di dalam kehidupan apa yang indah dan terlihat sempurna tidak akan selamanya bertahan kekal, sebab mungkin saja itu semua hannyalah titipan dan mungkin hanya ujian untukmu. Dan jangan lupa hargailah dan sayangilah mereka yang masih ada untukmu sebelum mereka pergi meninggalkan mu baik itu titik akhir hidupnya ataupun perpisahan karna bukanlah takdir.)