webnovel

Pelaku Sebenarnya

Pak Leo berjalan masuk ke dalam kelas. Menuju tempat duduknya. Semua siswa menyadari kehadirannya. Mereka langsung duduk tegak ditempat masing masing.

"Hari ini Bapak ingin mengumumkan hasil dari akreditasi beberapa hari yang lalu."

Mereka saling berpandangan. Berbicara dengan teman.

"Hasil dari akreditasi kita adalah A."

Semua senang dan saling berbicara dengan temannya. Termasuk gina, Hana, Sinta, putri dan Rena.

“Sebelumnya bapak ingin membahas salah satu cerita dari seorang anggota tim akreditasi, sebut saja namanya pak lukman. Beliau beberapa waktu lalu sempat bercerita banyak dengan saya, katanya beliau pada saat penilaian akreditasi hari jumat menemui salah satu murid kita. gadis itu berasal dari kelas ini, dan kalian sudah pasti tahu tentang dia.”

"Dia diberikan pertanyaan sulit menggunakan bahasa Inggris dan untungnya banyak bahasa inggrisnya lumayan. Dia menjawab pertanyaan itu dengan sangat baik. Mendeskripsikan sekolah kita bagaimana dan cara menjadi siswa yang benar bagaimana."

"Dia siapa pak?"

"Saya ya pak?"

"Yee Ge'er Lo!"

"Siswi itu.. nuzila."

Semua tercengang termasuk febby.

"Nggak mungkin pak, dia kan yang udah ngata ngatain sekolah ini dan kita semua." Cetus Hana.

"Dia kan udah ngatain Bu Mega juga."

"Bahasa Inggrisnya lumayan tapi digunain buat ngatain kita semua. Apa maksudnya coba."

"Bapak juga awalnya mengira kayak gitu. Tapi setelah mendengar cerita pak Lukman bapak jadi percaya bahwa yang melakukan hal itu bukanlah nuzila."

Febby semakin menunduk, ia cengkeram pulpen yang dipegangnya.

"Kata nuzila sekolah ini mengajarkannya banyak tentang keper dulian kita terhadap lingkungan dan menjadi pelajar yang baik bukanlah yang hanya memikirkan materi pelajaran yang ada dibuku saja,tapi bagaimana kita meneladani apa yang kita pelajari itu terhadap lingkungan sekitar."

Semua terdiam, seolah disumpal oleh perkataan itu.

"Kasihan dia jadi dia hanya korban."

"Padahal kita udah berbuat jahat sama dia."

"Kita udah ngelakuin banyak hal sama dia."

Rena tiba tiba berdiri, kesal. "Sekarang kalian nyadar kan? Terutama Lo Raffa!"

Raffa balik kesal, seolah ditantang ia langsung bangun dari tempat duduknya. "Apa Lo! Berani Sama gua?!"

Pak Leo melerai. "Sudah sudah jangan berantem."

"Bapak sudah sepakat dengan semua guru. Kita sepakat mencabut skors nuzila mulai besok."

###

Kemarin. Sepulang dari danau. Perwakilan dari sekolah datang ke rumah nuzila. Mereka adalah Bu Mega dan Pak Leo. Mereka meminta maaf kepada nuzila atas tuduhan tak berdasar itu. Mereka percaya itu bukan perbuatannya melainkan orang yang hendak menjadikannya korban.

Hari itu juga mereka mencabut skorsnya. Sekarang nuzila masuk sekolah lagi.

Dia mulai memasuki kelas.

Hana, gina, putri dan sinta langsung mencegatnya. "Maafin kita ya zil, kita nggak bermaksud nyalahin Lo waktu itu."

"Gue juga nyesel banget udah nyalahin Lo."

"Maafin kita ya zil."

"I, iya nggak apa apa."

"Makasih ya zil."

Nuzila beranjak ke kursinya, meletakkan tas. Ia melihat Febby yang terus menunduk melihat buku.

"Kubilang juga apa, pelakunya pasti akan ketahuan juga." Ucap hari.

Nuzila duduk. Tiba tiba seorang gadis muncul dari depan kelas. "Gawat. Tulisan itu ada lagi!"

"Duuuh nih orang gak kapok-kapok! ”

“Kita harus nyalahin siapa dong sekarang."

“Gua bakalan cincang nih orang! bisanya Cuma bacot doang dibelakang!”

Rasanya meskipun kata-kata itu tak mengarah kepadanya, tapi nuzila merasa sangat tersudutkan. Ia terus menekurkan pandangannya ke bawah.

Ia tak tahu harus bagaimana, padahal sebelumnya kata mereka sudah lama tidak ada tulisan ini lagi semenjak nuzila tidak masuk sekolah. Mengapa bisa-bisanya muncul lagi ketika nuzila masuk sekolah.

Apakah pelakunya benar-benar ingin membuat nuzila sebagai tersangkanya.

Di jam istirahat kembali ada razia dadakan. Nuzila yang baru kembali dari kantin terkejut. Semua mata memandang ke arahnya. Pak Leo kembali menemukan kaleng Pylox di dalam tas nuzila.

Rena keberatan, dia menunjuk tangan. "Ini fitnah pak. Nuzila difitnah."

Bu Mega tiba tiba menimpali. "Oh iya dikelas ini kan sudah dipasang cctv."

Semua terkejut dan saling berpandangan. Apalagi febby. Sejak kapan ada cctv dikelas ini? Mereka saling bertanya tanya. Bahkan dilihat dari manapun juga tidak kelihatan. Tidak ada tanda tanda keberadaan cctv.

Ternyata Bu Mega dan pak Leo sudah memprediksi kejadian seperti ini lagi. Itu kenapa cctv dipasang tanpa sepengetahuan para siswa. Cctv dipasang di paling ujung dekat speaker. Bentuknya mungil dan tersembunyi.

Semua siswa bergeming dihadapan sebuah laptop terutama pak leo yang ditangannya kini hadir sebuah flashdisk. Videonya mulai diputar dalam format windows player. Semua siswa terpatung dihadapan laptop.

Gambaran detik-detiknya sudah terlihat, pada pukul 10:19 nuzila dan Febby terlihat sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Nuzila terlihat sedang berbicara sendirian dan Febby sedang menulis

“Kamu lagi ngomong sama siapa Zil?” Tanya pak leo, Nuzila bingung. “A-aku lagi nyanyi.” Dia berbohong.

Pak leo lantas menskip video ini sampai terputar ke bagian nuzila meninggalkan kelas.

Febby yang berdiri paling belakang dari kerumunan yang sedang menonton lantas mulai bergerak, langkah demi langkah. Secara diam-diam ia mulai melangkahkan kakinya kea rah pintu. Namun sayang sekali, Rena terlebih dulu muncul dan menutup pintunya. “Mau kemana? Bukannya lo juga mau liat pelakunya siapa?!”

Febby terdesak. Peluh dan keringatnya kelihatan.

Di video saat nuzila keluar, Febby berjalan menyelinap ke kursi nuzila. Ia buka resleting tasnya dan memasukkan kaleng Pylox itu ke dalamnya.

Pelaku ketahuan. Pelakunya adalah Febby.

Gadis itu langsung diburu semua mata, termasuk Bu Mega.

"Kamu! Ibu nggak nyangka kok bisa ternyata itu kamu!"

Febby tersenyum nista

"Ini semua nggak adil! Mengapa hanya dia yang diperlakukan seperti ini, mengapa tidak ada pembelaan seperti ini ketika aku berada diposisi yang sama! Semua nya gak adil! Bahkan gurupun semuanya sama. Apa kalian pernah memerhatikan tentang hidup anak siswa kalian! Setidaknya beri saya pembelaan ketika semua menyalahkan keberadaan saya, kalianlah yang jadi orang tua saya disini! Yang paling netral! Yang paling dewasa disini! Bukan malah mendukung pihak lain! Dan langsung membenarkannya hanya karna dia memiliki banyak pendukung! Saya juga punya alasan. Saya punya hak! Saya punya pendapat meskipun saya tidak punya teman! Meskipun saya pendiam! Saya juga gak mau terus dituduh bersalah!!! ”

Febby keluar dengan pintu terbanting.

Nuzila bertanya tanya maksud pembicaraan Febby barusan. Semua saling menekur. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Ini tentang dua tahun yang lalu." Akhirnya Bu Mega buka suara. "Saat itu kamu nggak masuk nuzila, jadi kamu nggak tahu apa apa. Hari itu dia kedapatan menyimpan benda terlarang kokkain didalam lokernya saat ada razia dadakan."

“Lalu waktu itu saya menegurnya secara tegas dan bertanya tanya mengapa ia memiliki benda ini dilokernya. Dia bilang dia gak tau dan dia terus menunduk diam, saya geregetan dan balik bertanya “Apakah kamu memiliki keterbelakangan mental sampai memiliki benda semacam ini”. Masalahnya dia itu perempuan dan salah satu masalah yang membuat saya yakin dia itu pemiliknya adalah loker nya dalam keadaan terkunci. Saya juga tidak mau langsung menuduh seenaknya begitu kalau tidak ada bukti.”

"Setelah itu banyak rumor beredar tentang keluarganya yang berasal dari keluarga broken home. Semua membicarakan dia, itu mungkin sebabnya dia berpikiran seperti itu tadi. "

Rena tiba tiba ikut bicara. "Udahlah sekarang kita kelarin masalah ini sekarang siapa yang naro kokkain itu di loker Febby?!"

Semua saling melihat. "Cepetan jawab! Kenapa pada diem?! Heh anak cowok! Nyali lo cetek semua! Gua tau pasti salah satu dari kalian semua ini pelaku sebenarnya kan?! Enak banget ya nuduh seorang perempuan dan kalian malah ikut menuduh, menertawakan dan menghina orang yang gak bersalah! Lo bahkan lebih daripada iblis!”

Raffa berlagak tak mendengarnya.

"Masih nggak mau ngaku?!"

"Gua, kenapa?" Pekik Raffa.

"Oh jadi Lo! Bener bener keterlaluan!" Rena bersiap meninju Raffa, lelaki itu berasa ditantang ia bersiap memukul gadis itu. Pak Leo, Bu Mega dan para siswa melerai mereka.

"Nuzila, tinggalkan mereka. Gadis itu ingin loncat dari atap." Ucap hari.

Nuzila langsung meninggalkan kelas secepat mungkin. Ia berlari menuju atap sekolah. Satu persatu anak tangga ia lewati. Pintu atapnya dibuka.

Ia sudah berdiri atas sana.

"Febby jangan lakukan itu."

"Percuma kamu kesini, udah nggak ada harapan lagi. Biarkan aku mati"

"Jangan, masalahmu sekarang sudah selesai. Raffa lah pelaku sebenarnya. Dia mengakui kesalahannya."

Dia menangis.

"Kamu nggak tahu bagaimana selama dua tahun ini aku menyimpan rasa sakit. Dari mata yang selalu ke arah sini, memandang hina, senyuman kecut, pandangan meremehkan dan dianggap sakit jiwa. Mereka menuduhku dengan alasan tak berdasar dan aku tidak mampu membuktikan kalau aku bukanlah pelakunya."

"Bu Mega terlihat menyesal tadi, dan Rena sedang mencoba membelamu."

"Setelah ini mereka pasti akan menganggapku seperti itu lagi."

"Aku yakin mereka akan meminta maaf padamu."

Febby terdiam. Lalu mulai berkata.

"Bagaimana rasanya jadi aku? Tapi kamu masih lebih beruntung dibanding aku dan seperti yang kubilang tadi. Dunia ini memang tidak adil. Terus memaksa gadis sepertiku untuk mencari jalan keluar dari permasalahan membuatku muak”

“Jangan menyerah”

“Kata kata itu sudah biasa aku dengar dan itu percuma.”

“Apa kamu iri dengan orang sepertiku? Padahal aku selalu iri dengan orang lain termasuk kamu” Tandas nuzila.

Febby terdiam. Nuzila kembali berkata. "Kamu kelihatan memiliki keluarga yang sayang padamu. Meski mereka mengatakan broken home. Kamu pasti memiliki kakak dan adik. Salah satu hal yang sangat aku rindukan dari keluargaku yang dulu.“

“Tapi aku miskin! Aku selalu pantas untuk diremehkan! Dibanding itu aku juga pendiam! Aku juga tidak pandai soal pelajaran! aku tidak memiliki apapun dibanding kamu yang setidaknya kamu memiliki keterampilan dalam bahasa inggris atau kamu polos atau terlalu baik dan kamu memiliki teman”

“Rasulullah malah mengatakan bahwa penduduk di surga kebanyakan orang fakir… karna mereka memiliki pertanggungjawaban dari hisab yang sedikit dibanding orang-orang kaya

“Udah deh gak usah ngomongin hal itu. Aku udah gak percaya!”

Nuzila terdiam sebentar ia agak kecewa, sampai ia sendiri hampir tidak bisa menopang tubuhnya ketika sedang tertiup angin. “Yang jelas jangan lakuin hal itu.”

“Memang kenapa. Apa masalahnya denganmu! Saya mati juga nggak ngerugiin kamu!”

“Aku nggak merasa seperti itu! Aku gak mau kamu rugi!”

“Aku gak merasa dirugikan! Aku mau mati!”

Nuzila melotot ketika gadis ini bersiap akan terjun. Nuzila berlari dan merebut tangannya secepat mungkin.

“Jangan! Kamu gak boleh mati!”

Gadis ini tidak terima

“Apaan sih lepasin!” Ia terus mencoba melepas tangan nuzila yang terus mencengkeram dan menariknya. “ Lepasin! lepasin!”

“Gak boleh! Gak boleh! Pokoknya kamu gak boleh bunuh diri!”

“Aku sudah capek menjadi diriku! Gak ada satupun yang membantu!”

“Itu karna kamu gak melihat kasih sayang Allah! “

“Aku gak percaya tuhan! Cepat pergi! Menjijikan mendengarmu lebih lama”

Nuzila terus menguatkan tarikannya, ia tidak perduli apa yang gadis itu katakan atau lakukan, ia terus menariknya sampai wajahnya memerah dan seluruh kekuatannya terlepas untuk hari itu. “Aku gak mau…”

“LEPASIN!"

“AKU GAK MAU! POKOKNYA AKU GAK MAU!” Nuzila menariknya sekuat tenaga. Berbarengan dengan air matanya yang bertumpahan. Febby ikut tertarik. Dua gadis ini saling bertubrukan ke sisi lain.

“ Apa ! apa yang kau lakukan!”

Tiba tiba dari belakang muncul beberapa siswa dan siswi termasuk Bu Mega dan Pak Leo.

Raffa maju ke depan. "Febby maafin gua!" Teriak Raffa.

"Kurang kenceng!" Teriak Rena.

"Maafin gua!"

"Kurang kenceng!"

"Ah elah."

"Cepetan ucapin lagi yang kenceng!"

"FEBBY MAAFIN GUAA."

Febby terkejut. Ia menangis terisak. Nuzila ikutan menangis.

"MAAFIN KITA FEBBY." Ucap seluruh siswa termasuk Bu Mega dan pak Leo.

Gadis itu terisak. "Kenapa terlambat."

Selama dua tahun ini ia dibully. Banyak yang menyalahkan keadaannya, keluarganya, dan sifat anti sosialnya. Selama itu juga ia tak diterima oleh lingkungan sekolah apalagi guru. Ada banyak hal telah terlewati dan rasa sakitnya. Saat ini juga semua itu berakhir.