webnovel

Abjad DY

Darla, merupakan seorang yang ingin mengejar impiannya di bidang jurnalistik, sementara Yerlla seorang pemimpi yang juga ingin mengejar impiannya di bidang Melukis. namun, tak semuanya berjalan mulus hingga hal hal yang tak masuk akal dapat menghampiri mereka. Semuanya berawal dari sebuah kompetisi, ia yang membuat segala hal itu terjadi. Menjadi lebih rahasia, hingga biasa.

Atmuras · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Abjad B

Langit biru dengan semburat putih, diterpa angin bergeser, berubah bentuknya yang tadinya berbentuk Jerapah berubah menjadi gajah.

Rasanya seperti es dalam api, Langsung meleleh. Tersodor lukisan seorang pelukis handal.

"Bagaimana? Ini lukisan Kakakku, disana lukisan Ibuku, bagus kan?" Tangan Yerlla menunjuk satu-persatu lukisan itu.

50 menit sebelumnya...

"Mama? kenapa disini kan ada pak Dare?" Darla yang kebingungan, berhenti mengetik di layar beradiasi itu, menyisakan halaman pencarian.

"Mama, kesini jemput kamu, kok lama banget, Pak Dare sudah menunggu, kata pak Dare kamu mau pulang jam 2 Siang, karena ada teman baru, ini teman kamu?" Bu Reri, Ibu Darla, menatap Yerlla sekilas. kemudian merapikan kerudung nya, yang diterpa panas matahari.

"Iya, ini temanku namanya Yerlla dia baik kok, aku boleh main di rumahnya kan?" Tatapan memelas Darla, membuat Bu Reri menghembuskan nafas.

"Ya sudahlah, mama mau belanja dulu, jangan lupa, bawa handphone kamu! Kalau Pak Dare belum datang bisa telpon Pak Dare ya?" Bu Reri berjalan, ke arah parkiran.

Yerlla dari tadi hanya bisa diam, Menatap Langkah Bu Reri. Matanya tertuju pada sepatu yang Ibu Darla kenakan itu.

"Hei?"

Darla menatap.

"eh, iya? Kamu mau ke rumahku? kok enggak bilang ke aku?" Yerlla mengedipkan matanya dua kali. Agaknya hari ini ia mendapat teman baru sekaligus kejutan.

"Iya, aku akan ke rumah kamu, tapi itu aku cuma bercanda sama mamaku. Ke rumah ku saja yuk?" Darla memegang lengan Yerlla.

"Eh, aku ke rumah kamu?" Yerlla seolah tak percaya, bagaimana tidak orang yang baru saja ia kenal mengajaknya ke tempat tinggal di ujung kompleks.

"aku enggak bisa, maaf ya, kakakku bisa marah, bagaimana kalau ke rumahku saja, Orangtuaku sedang di luar kota, sementara kakakku bermain dengan temannya, jadi tak ada satupun orang" Yerlla tersenyum.

Darla mengginggit bibirnya. Pasti Yerlla ketakutan itulah yang ada di dalam benak nya. Rasa kasihan itu muncul dalam hati Darla. Seisi Lapangan bungkam seketika. Menatap Yerlla lamat-lamat.

Mandiri.

seperti pohon yang ditebang, hatinya jatuh seketika. Ia selalu manja kepada orang tua nya.

"ooh, iya iya baik" Darla menyunggingkan senyumnya, lantas berdiri dan berisyarat agar segera.

***

Darla tiba dirumah berwarna abu-abu, dengan tanaman hijau di depannya, rumah itu tak tingkat tetapi luas lebih tepatnya.

"ini rumahmu?" Darla mengangkat alisnya.

disambut anggukan dan, "iya, yuk masuk"

Seperti kembali tak percaya, bagaimana bisa Yerlla hidup hemat, padahal ia tinggal di sebuah kompleks elit, dimana 1 rumah harganya mahal.

"Disini, ada taman?" Tanya Darla, bibir merah muda itu ia gigit hingga berdarah, saking kagumnya pada orang yang baru ia kenal ini.

"masuklah, jarak rumahku hanya 15 menit dari tempat lomba, sepertinya kakakku belum datang, aku akan bilang kalau aku tidak perlu dijemput" Yerlla menuju ke arah sebuah ruangan. Di pintu nya terpampang tulisan 'Yerlla Room' dengan font garamond. Darla pikir itu kamar Yerlla, tapi siapa sangka itu ruang melukis Yerlla, Ibunya, dan kakak-kakaknya. Ia baru tahu saat Yerlla menuntun nya ke arah ruangan tersebut.

Dengan luas 6×6 meter² dicat dengan warna kuning, dengan hiasan kanvas dimana-mana.

Di bagian kanan, ia bisa melihat lukisan dengan gaya abstrak, sementara di sebelah kiri ia bisa melihat lukisan pemandangan, sementara lagi di depan dan di belakang ia bisa melihat lukisan bergaya abstrak, pemandangan, alam benda, bak semua jenis gula dapat membuat rasa makanan dan minuman manis, Yerlla pun demikian, semua jenis lukisan dapat ia lukis, dan dapat pula menghiasi ruangan.

"di sebelah sana lukisan kakakku" Yerlla menunjuk ke sebelah kanan, tepat di bagian abstrak.

"itu lukisan kakakku juga, tapi ia sudah tak tinggal disini lagi. Kakakku bekerja di luar negeri, aku rindu" Yerlla menundukkan kepalanya. Bagian yang ia maksud adalah bagian kiri dengan lukisan pemandangan.

Sedih.

"Kau tak usah sedih, kakakmu pasti sukses, kau kan bisa video call" Darla tersenyum kemudian memeluk punggung Yerlla.

"Kakakku tidak pernah mengangkat ketika aku 'called' ia selalu mematikan telponnya, tapi selain aku yang menelepon selalu ia angkat, mungkin dia pikir aku masih anak kecil, seperti dulu ia pergi ke luar negeri" Sekaan mata sambutannya. Darla kembali mengginggit bibirnya, tepat di bibir yang berdarah tadi.

"AW!"

jeritnya.

Darah merah, dari bibirnya bercucuran, kemudian dengan cepat jatuh dan menetes di lantai Krem itu.

"Bibirmu? Kenapa? Sebentar aku ambilkan tissue" Yerlla mencari tissue melukisnya kemudian ia basahi dengan air antiseptik, dan ia serahkan ke Darla.

Dengan cepat, Darla menutupi bibirnya dengan Tissue itu.

"Lenganmu? kenapa?" Yerlla membelalakkan matanya, melihat sedikit, tidak bukan sedikit, melainkan 14 tetes darah di lengan baju Darla. Kemudian ia bersiap-siap bergegas ke arah luar ruangan, ia ingin mengambil pakaiannya, yang akan ia pinjamkan ke Darla. Dengan cepat, Darla menarik lengan Yerlla, kemudian menggeleng, artinya ia tak perlu di pinjamkan pakaian, Yerlla menurut dan, "benar? tidak apa-apa?" Yerlla memastikan. Darla mengangguk cepat.

Mata coklat Yerlla kembali lagi penasaran. Sudah berapa kali Darla, membuatnya penasaran.

"Tadi sewaktu kau menelepon kakakmu, aku menyentuh bibirku yang perih, dan ternyata bibirku berdarah, aku tidak mau merepotkanmu, jadi, aku bersihkan bibirku dengan lengan bajuku. Tapi, aku kembali mengginggit bibirku lagi dan ternyata kembali berdarah, ini salahku tidak memberi tahu" Darla menjelaskan dengan agak tidak jelas. Karena ia masih menutupi bibirnya dengan kolaborasi tissue dan air antiseptik itu. Tapi, kira-kira seperti itu maksudnya, yang Yerlla dengarkan.

5 menit berdarah itu berlalu..

menyisakan tisu di tong sampah.

Yerlla memperkenalkan semua lukisannya, ia juga mengambil lukisan paling bagus yang dibuat Kakaknya yang berada luar negeri.

"kata kakakku, kalau nanti aku ingin ikut lomba melukis, aku bisa mencontoh lukisan kakakku ini" Yerlla mengeluarkan lukisan dari dalam kotak almari khusus.

"i... ini.. lukisan kakakmu?" kesimaan Darla menyambut lukisan itu.

Kepala Darla dingin, aliran darah di dalam tubuh Darla ikut merasakan kekagumannya pada lukisan kakak Yerlla ini.

"Ini lukisan paling bagus menurut kakakku, tapi sekarang aku tak bisa belajar melukis lagi dengan kakakku ia di luar negeri" Yerlla kembali lagi tertunduk, sepertinya sudah tiga kali ia menderita karena kakaknya.

"tapi, tidak apa-apa, kakakku pasti hebat kalau pulang ke Indonesia nanti" senyum tipis Yerlla sedikit mengenakan hati Darla.

"Sudahlah, tidak usah dipikir lagi, sekarang kau harus menjadi seperti kakakmu" Darla kembali merangkul Yerlla, Yerlla mengangguk kemudian mengedipkan mata dua kali, menghalangi air matanya jatuh.

"Bagaimana? Ini lukisan Kakakku, disana lukisan Ibuku, bagus kan?" Tangan Yerlla menunjuk satu-persatu lukisan itu. Ia tampak bangga dengan lukisan Ibunya dan kakaknya. Yerlla sendiri belajar melukis dari nenek dan kakeknya (orang tua Bu Virla (Ibu Yerlla dan kakak-kakaknya)) di kota yang keduanya merupakan seorang pelukis sekaligus koki kue.

"Eh, kau lapar? aku ambil makanan di dapur dulu ya?" Yerlla menarik tangan Darla ke arah meja di dekat taman. Masih di dalam ruangan Yerlla, ia bisa melihat kolam ikan dengan air mancur dan kursi serta meja taman tertata disana, pohon hias tertanam subur, dengan rumput Manila sebagai alas taman. Darla bisa melihat semuanya karena terdapat pintu kaca tepat dibelakangnya untuk melihat sekeliling.

tiba-tiba seorang bercelana jeans dengan kemeja tanpa motif berwarna cokelat kekuningan itu muncul, kerudung pasmina perempuan itu tampak simpel ia pakai, sambil berkata, " Yerlla, kakak pulang, siapa yang mengantarmu tadi?" ia membuka pintu bertuliskan 'Yerlla Room'.

Darla sontak langsung menengok ketika dengar suara pintu dibuka.

"Siapa kamu?" Perempuan berumur 17 an tahun itu membelalakkan matanya.

"kamu siapa?" perempuan itu bertanya lagi. tak mampu mendekat. Takut, kalau orang yang ia lihat punya niat jahat.

Yang tak terduga.

Namun, Darla malah ikut ketakutan, ia tak tahu siap orang yang di dekat pintu itu.