webnovel

BAB 14 : SYAHID ABDUL WALID

Setelah kejadian itu, Karin dan Mbok Darmi selamat sampai rumah tanpa luka segores pun, hanya saja ada rasa sakit di pundak mbok Darmi yang terbentur aspal jalan saat di dorong oleh para preman tadi. Syahid datang dengan tepat waktu sehingga mampu menyelamatkan mereka berdua. Entah mengapa hati Karin sedikit tenang saat itu, dia tidak sedang jatuh cinta, ia juga tidak memiliki rasa kepada Syahid, namun rasa nyaman dan tenang itu seakan datang begitu saja. Wajah Syahid nampak lebih tua dari Karin, mungkin karena sosok dewasa itu yang membuat Karin nyaman. Bahkan tanpa henti Karin menceritakan bagaimana cara Syahid melawan para penjahat itu kepada Mbok Darmi yang sejatinya juga berada di tempat kejadian.

Selepas Mbok Darmi memberikan segelas susu, Karin akhirnya merebahkan badannya, ia tersenyum kearah Mbok Darmi, lalu menggenggam digenggam tangan perempuan tua itu.

"Mbok, Karin terima kasih banget ya. Padahal Mbok itu ngga ada ikatan apapun sama aku, tapi Mbok rela disakiti demi menolong Karin. Karin minta maaf ya kalau selama ini Karin banyak salah sama Mbok."

"Non Karin ngga pernah punya salah sama Mbok, dan satu hal lagi, Mbok itu udah ngerawat non Karin dari orok, ya wajar dong kalau mbok ngerasa non itu juga ada Mbok. Udah Non Karin tidur aja ya!" Karin menganggukkan kepalanya, dan Mbok Darmi pun keluar dari kamar Karin.

Pandangan Karin seketika tertuju pada satu titik, ia menatap langit-langit kamarnya, selintas muncul perkataan Syahid tadi. Kalau ingin bertemu lagi, kau bisa datang kerumah pelangi dekat sini. Kata-kata it uterus mengiang di kepala Karin, Bukan karena ingin bertemu Syahid lagi. Tetapi Rumah Pelangi itu yang menjadi pusat perhatiannya. Karin penasaran ada apa di rumah pelangi, mengapa begitu terlihat sangat indah dan penuh tawa saat mendengar nama itu saja. Dan tanpa ragu, keesokan harinya Karin datang ke tempat itu seorang diri.

Rumah pelangi tak jauh dari warung sate mang Ujang. Hanya perlu memasuki perkampungan lebih dalam lagi. Tak susah bagi Karin mencari tempat itu, karena semua orang di tempat ini sangat paham dan tahu di mana letak rumah Pelangi. Karin terus melangkahkan kakinya sesuai arahan dari ibu-ibu yang sedang duduk sambil menyusui anaknya itu.

Dari kejauhan tempat itu sudah terlihat, benar apa yang dipikirkannya, rumah itu seakan begitu tenang dan penuh tawa. Pelangi yang sangat besar terpampang dan terpantul sinar matahari yang semakin menambah keindahannya. Pelangi itu terbuat dari kayu-kayu dan triplek yang dicat sedemikian rumah layaknya pelangi. Dan itu ternyata adalah gerbang masuk kerumah pelangi. Rumah itu penuh warna, merah, kuning, jingga dan biru. Bunga-bunga bermekaran dan anak-anak yang tengah asik bermain, berlarian. Nampaknya mereka sangat gembira. Tak jauh dari anak-anak Syahid sedang memangku seorang gadis kecil yang rambutnya di kepang dua. Gadis kecil itu sangat cantic. Perlahan Karin masuk kepekarangan rumah itu, dan disaat bersamaan Gadis kecil itu menatapku.

"Kak Syahid, kaka itu siapa?" Syahid langsung memandang Karin yang perlahan masuk ke pekarangan rumah pelangi, ada senyum yang tertaut di wajah Syahid. Ia lantas menurunkan gadis kecil itu dan melangkah kea rah Karin.

"Akhirnya datang juga." Ujar Syahid pada Karin. Karin tersenyum, kemudian itu membenarkan anak rambutnya yang terbang tertiup angin, hal itu benar-benar menambah kecantikan Karin.

"Rumah yang sangat bagus. Gua suka." Ujar Karin yang memandangi semua sudut pekarangan rumah ini. "Jadi ini rumah milik? Atau bagaimana?" Karin mulai penasaran.

"Sebelum aku jawab semua pertanyaan kamu, mending kita duduk di sana." Syahid menunjuk sebuah gubuk yang langsung menghadap ke arah perkotaan, jika malam mungkin tempat ini sangat indah dengan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip.

Mereka berdua akhirnya duduk di tempat itu. Syahid menjelaskan bahwa rumah ini ia beli beberapa tahun lalu, mendirikan rumah pendidikan sekaligus panti untuk anak-anak yang tak memiliki orang tua. Syahid dengan gigih mendirikan Rumah Pelangi ini, meski sebelumnya ada penolakan dari beberapa oknum, namun ia menang, ia bisa meyakinkan bahwa tempat ini benar-benar akan menjadi tempat pendidikan yang pas untuk anak-anak, apalagi mereka tidak pernah menerima kasih sayang orang tua.

Syahid adalah seorang putra dari pengusaha besar di kota ini, namun sayang kedua orang tuanya meninggal beberapa tahun lalu, saat Syahid sedang berusia sepuluh tahun. Sejak saat itu Syahid tinggal dengan neneknya di ibu kota. Usaha kedua orang tuanya yang sempat di pegang orang kepercayaan keluarga Syahid kini ia yang mengurusnya. Dan beberapa tahun lalu, tepatnya dua tahun lalu. Syahid mendirikan Rumah Pelangi ini, ia merasa sangat senang jika berbagi kisah dengan anak-anak. Ia sangat senang sangat memeluk hangat anak-anak. Sejatinya ia rindu akan kedua orang tuanya, namun hanya dengan cara mendirikan rumah pelangi ini rasa rindunya sedikit terobati.

"Iya setidaknya itu sejarah berdirinya Rumah Pelangi." Syahid menghembuskan napasnya sangat panjang. "Jujur Rin, aku kangen banget sama Mama, aku kangan banget sama Papa. Mereka berdua baik banget. Bahkan saat hari di mana aku kehilangan mereka berdua, duniaku serasa runtuh, aku seakan tak memiliki semangat hidup. Namun apa yang di pikirkan anak usia sepuluh tahun. Hanya rasa takut. Dan aku tidak mau anak-anak ini juga merasakan ketakutan yang sama sepertiku."

"Maaf, gua jadi ngingetin lo sama masa lalu lo."

"Ngga papa kok Rin, aku senang berbagi kisah, setidaknya beban pikiranku bisa terluapkan walau hanya sedikit."

"Kak Syahid ini siapa? Pacar Kak Syahid ya?" Gadis kecil yang tadi ada di pangkuan Syahid itu tiba-tiba datang, dan membisikkan sesuatu di telinga Syahid, dan sesungguhnya bisikkan itu dapat di dengar oleh Karin.

"Eh… Eh bukan bukan. Kakak ini bukan pacarnya Kak Syahid cantik. Kakak ini temennya. Kenalin nama kakak Karin, nama kamu siapa?"

"Rebecca." Jawab gadis itu singkat.

"Kakak inget ya, jangan ambil Kak Syahidnya Ecca. Kalau kakak berani ambil Kak Syahid nanti aku kirim bu peri buat kutuk kakak." Betapa menggemaskannya gadis di depan Karin ini, bahkan Karin dan Syahid keduanya saling menahan tawa.

"Kakak ngga bakalan ambil kak Syahidnya Ecca. Aman, tenang aja ya." Ujar Karin mencoba membujuk gadis kecil itu.

"Janji?" Rebecca mengacungkan jari kelingkingnya, dan hal itu di sambut dengan sangat baik oleh Karin. Lihatlah betapa menyenangkannya berada di tempat ini, Karin bisa melihat canda tawa anak-anak bahkan ia bisa tertawa bersama, setidaknya ia bisa melupakan Sabiru untuk beberapa saat ini. Karin benar-benar merindukan canda tawa ini. Canda tawa tanpa rasa beban esok akan ada kejadian menyakitkan apalagi.

Syahid Abdul Walid setidaknya laki-laki ini yang bisa menuntunnya untuk kembali tersenyum.