webnovel

BAB 15 : AKU HAMPIR MENCINTAINYA

Ada sedikit senyum yang kini terlukis diwajah Karin, setidaknya ia memiliki tempat tujuan saat ia merasa dunia sedang tidak memihaknya. Karin menjadi semakin akrab dengan Syahid, Syahid yang bahkan tak sama sekali memandangnya aneh, selalu memiliki cara agar Karin tersenyum saat bersama anak-anak panti. Ketenangan itu membuat Karin sedikit lupa akan pahitnya kehidupan yang ia jalani.

"Lo sekarang lebih fresh ya Rin." Tanya Indah yang sedang berada di depannya. Karin masih belum bisa bertemu dengan terlalu banyak orang, takut ia akan mual-mual lagi. Ia duduk di bangku tempat duduknya.

"Ada yang lo ngga ceritain ke gua ya Rin?" Tanya Indah lebih menyelidiki, sementara Karin hanya memandang Indah tanpa ingin memberi tahukan apa yang membuatnya semakin membaik menjalani hari.

"Apa sih Ndah, gua sama aja kok. Ya lagian ngapain gua stress terus, mikirin orang yang bahkan ngga mikirin gua, lebih parahnya lagi malah mau coba nyelakain keluarga gua. Kan ngga penting." Karin tersenyum ke arah Indah dengan sangat terpaksa.

Sebenarnya hati Karin masih memikirkan Sabiru, ia tahu jika Sabiru mungkin saja masih memiliki rasa padanya. Karin hanya berharap suatu saat nanti mereka berdua bisa kembali dan menjadi sepasang kekasih yang utuh, yang saling menyayangi dan saling menjaga.

"Tapi beneran Rin?" Karin menganggukkan kepalanya pertanda mengiyakan apa yang sudah ia katakan tadi.

"Tapi janji ya, kalau ada apa-apa bilang sama gua." Sekali lagi Karin menganggukkan kepalanya sembari melebarkan senyumnya.

Disaat pulang sekolah, Karin menolak tumpangan dari Indah, ia beralasan sudah dijemput oleh supirnya. Namun nyatanya Karin hendak kerumah pelangi. Dengan penuh semangat Karin berjalan kearah Rumah Palangi itu, dan lihat saja saat Karin baru sampai di gerbang pelangi, Rebecca dan yang lainnya berlarian mendekatinya. Hal ini yang membuat Karin betah di tempat ini. Ia terkadang teringat, bagaimana anaknya suatu saat nanti jika tanpa seorang Ayah. Bukankah akan ada rindu yang tak akan terbalaskan, bukankah hanya akan menjadi angan kebahagiaan yang semu. Terkadang Karin juga menangis melihat betapa bahagianya mereka di usia muda, masih bisa tersenyum dan tertawa. Sejatinya mereka tak menyadari beberapa tahun lagi masa pahit mungkin saja akan mereka temui.

"Kamu kenapa lagi?" Tanya Syahid sembari menyerahkan secangkir minuman untuk Karin. Karin menerimanya dan tersenyum memandang Syahid cukup lama.

"Why? Ada yang salah sama penampilan aku?" Tanya Syahid yang heran ia terus ditatap seperti itu oleh Karin.

"Bagaimana kamu bisa hidup setenang ini?" Tanya Karin tanpa basa-basi. Syahid pun duduk di sebelah Karin, ia menatap langit lalu menyeruput kopi yang ada dalam cangkir miliknya perlahan.

"Ngga ada manusia hidup dengan Tenang Rin. Manusia selalu punya masalah dalam kehidupan. Namun hal itu tidak menjadi penghalang buat kita menjadi lemah, down bahkan memutuskan membenci kehidupan. Aku pernah terpuruk Rin, saking terpuruknya Aku hampir lupa kalau masa depan bisa saja lebih cerah dari sekarang. Hal itu yang memutuskan aku untuk membuat Rumah Pelangi ini." Syahid kembali menyeruput kopi miliknya.

"Rin, apapun yang kamu hadapi sekarang, percayalah bahagia pasti akan datang, jika bukan besok mukin beberapa hari lagi. Tugas kita hanya menunggu, percayalah Tuhan tidak sejahat itu menciptakan manusia dengan masalah yang tidak bisa terselesaikan."

Karin menunduk, dalam hatinya berpikir bagaimana ada manusia sesempurna diri Syahid. Mengapa Sabiru tidak bisa bersifat sebagaimana sifat Syahid. Ini kali pertama Karin mendapatkan motivasi kehidupan dari seseorang, melihat Syahid yang begitu tenang ia ingin menjadi manusia yang juga tenang menunggu datangnya bahagia.

Tiba-tiba saja Syahid memandangku dengan begitu tenang, matanya berbinar. Hal yang selalu disukai Karin dari diri Syahid, yakni matanya yang penuh akan keteduhan.

"Kalau kamu ada masalah bisa cerita ke aku, kalau pun ngga mau cerita kamu bisa bermain sepuasnya di tempat ini." Karin tersenyum menanggapi apa yang dikatakan Syahid barusan, ia akhirnya meminum teh yang sudah mulai dingin di cangkirnya itu.

"Kalau gua ngga seperti yang lo kira gimana Hid?" Tanya Karin, namun ia tak memandang Syahid, matanya tertuju pada anak-anak yang sedang bermain, namun pikirannya melayang.

"Aku ngga peduli kamu seperti apa, semua manusia punya masa lalu. Tetapi akan aku hargai jika ia menyesali masa lalunya yang kelam itu. Udah ngga usah di pikir, kita masih temenan kok. Aku ngga peduli kamu seperti apa dulunya, yang aku tahu kamu adalah Karin yang aku kenal sekarang." Sekali lagi Karin merasakan ketenangan. Tiba-tiba saja air matanya menetes jatuh kesalah satu tangannya. Dengan cepat Karin menghapusnya.

"Ngga usah ditutupi, kalau mau nangis, nangis aja ngga papa!" saat itu juga tangis Karin pecah, ia sesegukan, dadanya terlalu sesak, terlalu banyak cerita pahit yang ia lewati selama ini. Syahid yang tak tega akhirnya mendekap tubuh Karin. ia peluk erat wanita itu, memberikan ketenangan yang terasa amat nyaman. Karin hanyut dalam tangis dan pelukan Syahid.

****

Hari sudah mulai gelap, Karin memutuskan untuk pulang, namun Syahid tidak tinggal diam, ia segera menyusul Karin dan berjalan bersama. Mereka berdua pulang jalan kaki, entah seakan hari ini adalah hari untuk mereka, banyak sekali hari ini yang sudah terluapkan. Karin sedikit lega.

"Thanks ya, udah mau dengerin semua keluh kesah gua. Malu sebenarnya. Tapi lo berharga banget buat gua hari ini." Ujar Karin sembari terus mensejajarkan langkahnya dengan Syahid. Sementara Syahid hanya tersenyum dan meneruskan perjalanannya.

"Kalau pengen cerita lagi datang aja ke aku, aku akan membuka pintu Rumah Pelangi buat kamu kapan pun yang kamu mau." Karin menganggukkan kepalanya dengan antusias.

Perjalanan menuju rumah Karin tak terasa tinggal beberapa langkah lagi, namun berat rasanya bagi mereka berdua untuk saling berpaling, saling mengatakan kata pisah.

"Udah sana masuk, selamat Malam Karin." Karin lantas melambaikan tangannya dengan sangat berat. Ia pun akhirnya masuk dengan perasaan yang amat begitu tenang dan senang. Sementara tak jauh dari rumah Karin ada seseorang yang tengah memperhatikan mereka berdua. Ada sorot mata kemarahan pada orang tersebut, lalu lantas ia pergi.

Syahid kembali pulang dengan berjalan kaki, ia ingin menikmati malam ini dengan senyuman, mengenang perjalanannya barusan dengan Karin. Ia lantas memandang langit yang di hiasi bintang dan bulan purnama yang begitu Indah.

"Kawan, sepertinya kau mengirimkan dia karena kau tak mau aku merasakan sepi. Jahat kamu!" ujar Syahid pada rembulan.

"Tapi tak apa. Sepertinya aku mulai mencintainya. Jangan menyesal jika cahayamu bisa saja terkalahkan olehnya." Syahid lantas meneruskan perjalanannya dengan senyum yang amat bahagia.