webnovel

BAB 13 : NGIDAM SATE

Terkadang apa yang kita pikirkan atau apa yang kita harapkan tak selamanya baik, begitu pun dengan cinta pertama. Cinta pertama tak semalanya memberikan kesan baik dalam kehidupan. Karin malam ini termenung menatap langit yang dihiasi bintang dan sinar rembulan. Sesekali ia menyentuh perutnya yang belum membesar, ia memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini, bagaimana ia akan menjalani hidup dengan seorang anak tanpa suami. Menetes air mata Karin, lalu segera ia hapus.

Tok…Tok…

Pintu itu lalu terbuka, mbok Darmi sudah membawa segelas susu masuk kekamarnya. Mbok Darmi yang kulitnya sudah mulai keriput dan kekuatan tubuhnya yang sudah tak muda lagi itu tersenyum kearah Karin.

"Minum ini dulu Non." Mbok Darmi menyerahkan gelas yang sudah berisi susu putih itu kepada Karin. Karin menerimanya dan tersenyum sembari mengucapkan terima kasih.

"Yang di dalam perut gimana keadaannya?" Karin lantas melihat perutnya, lalu kembali menatap mbok Darmi. Ia lantas tersenyum seakan tidak ada kesedihan yang ia rasakan.

"Aman kok Mbok. Udah jarang mual-mual. Tapi Karin pengen sesuatu mbok." Mendengarkan itu mbok Darmi langsung tercengang, dan gelagapan menanyakan apa yang diinginkan Karin.

"Non Karin pengen apa Non, ayok bilang ke Mbok Darmi. Non Karin lagi ngidam ini, kalau ngga diturutin bisa-bisa ngileran itu dedek bayinya." Entah itu mitos atau fakta Karin tak begitu memperdulikannya, ia hanya menginginkan makan sate ayam di seberang jalan dekat sekolahnya.

"Karin pengen satenya Mang Ujang, Mbok. Itu sate yang ada di deket sekolahnya Karin." mengucapkan itu saja air liur Karin sudah hampir menetes. Ia benar-benar menginginkan makanan itu saat ini juga.

"Mbok beliin dulu ya, Non Karin diem di sini dulu." Namun belum sempat Mbok Darmi keluar, Karin sudah mencegahnya. Ia merasa tak enak hati dengan mbok Darmi.

"Karin ikut ya Mbok, Karin juga pengen jalan-jalan. Suntuk dirumah terus." Mbok Darmi mendengar itu tersenyum, ia lantas melangkah menuju lemari pakaian, mengambil jaket yang sangat tebal untuk Karin.

"Pakai ini ya Non, biar ngga kedinginan." Mbok Darmi lantas memakaikan jaket tebal itu ketubuh Karin. Mereka akhirnya berangkat ketempat itu, dengan menaiki taxi online. Sebenarnya ada supir pribadi yang sudah di siapkan Maharani dan Putra, hanya saja Karin tak ingin mengenakan kendaraan yang ada di rumahnya.

Butuh waktu dua puluh menit untuk sampai di sana, apalagi ini malam ini tidak terlalu banyak mobil yang berlalu lalang, sehingga mempermudah laju mobil taxi itu. Karin lantas membayarnya saat sampai. Mereka berdua turun, dan berjalan menuju warung sate yang bisa di bilang cukup ramai. Bisa dilihat dari orang-orang yang sedang duduk bersama keluarga, pasangan bahkan ada yang duduk sendirian sembari menatapi asap mengepul dengan menyerbakkan wangi sate yang begitu menggoda lidah.

"Mang ujang!" Mang Ujang yang tak begitu menghiraukan Karin hanya menoleh sesaat dan langsung kembali fokus ke satenya yang belum matang.

"Mang, pesen dua porsi ya makan disini, kayak biasanya aja mang."

"Siap." Ujar Mang Ujang yang sama sekali tak menoleh kearah Karin, Karin yang memahami hal itu hanya tersenyum kearah mbok Darmi mencoba mengerti, mereka berdua akhirnya mencari tempat yang kosong.

"Mbok ini itu tempat favorit aku tau ngga. Aku tu sering banget makan di sini, bareng Sabiru. Tapi itu dulu sih mbok. Sekarang bareng mbok aja ya." Karin menghembuskan napasnya dalam, seketika ia teringat saat hujan dia sering datang ke tempat ini untuk berteduh dan makan sate sepiring berdua. Karin akhirnya menatap aliran sungai yang tak jauh dari tempatnya duduk, sunyi, sepi. Seperti hatinya saat ini.

Mang Ujang akhirnya membawakan dua porsi sate berserta lontong itu ke meja tempat Karin dan Mbok Darmi duduk. Mang Ujang tersenyum kepada Karin, namun wajahnya seakan ada pertanyaan yang hendak ia tanyakan. Seakan menimbang-nimbang apakah akan di tanyakan atau tidak.

"Loh Karin ngga sama Sabiru? Kok tumben?" Tanya Mang Ujang yang memilih untuk menanyakan hal itu kepada Karin.

"Iya Mang, lagi pengen jalan aja sama Mbok." Jawab Karin seadanya, ia tidak ingin mendengar pertanyaan mang Ujang tentang Sabiru lagi, Mang Ujang akhirnya mengalah ia mundur perlahan kembali mengipasi sate yang sedang ia masak untuk para pelanggannya.

Karin dengan sangat lahap memakan sate itu, entah selera makannya malam ini sangatlah lezat dimulutnya. Karin bahkan meminta porsi tambahan. Mbok Darmi yang melihat Karin lahap makannya, ia tersenyum senang. Beberapa hari kemarin Karin bahkan enggan untuk makan sesuap nasi, namun malam ini sudah terbayarkan rasa lapar Karin.

Karin sudah sangat kenyang, ia dan Mbok Darmi akhirnya memutuskan untuk pulang, Karin memesan Taxi online. Mereka berdua akhirnya menunggu diseberang jalan. Jalanan itu sepi, entah mengapa seakan tak ada kendaraan pun yang lewat tempat itu malam ini, mungkin ada namun hanya satu dua sepeda motor saja. Karin dan Mbok Darmi mulai gelisah, taxi online yang mereka pesan belum juga datang, ini sudah lima belas menit berlalu seharusnya taxi itu sudah mengatar mereka berdua kerumah.

Tanpa mereka berdua sadari, ada gerombolan laki-laki dengan pakian ala preman itu mendekat arah mereka, jumlahnya empat orang, besar-besar badan mereka, kulitanya hitam seakan tak pernah dirawat. Karin yang mulai menyadari kehadiran keempat laki-laki itu. Ia lantas meremat tangan Mbok Darmi.

"Mbok kita jalan kesana yuk Mbok, Karin takut mbok." Ujar Karin berbisik kepada Mbok Darmi. Mereka berdua akhirnya berjalan mencoba menjauh. Namun ke empat laki-laki itu masih saja mendekati mereka. Mereka berempat semakin mendekat, hingga akhirnya salah satu dari mereka menggenggam tangan Karin.

"Mau kemana sih?" Tanya laki-laki berwajah menyeramkan itu kepada Karin. Bahkan laki-laki itu berani menyentuh dagu Karin. Mbok Darmi yang mencoba melawan melawan malah terkena pukulan dari salah satu mereka. Mbok Darmi terkapar, namun ia kembali mencoba bangkit dan melawan, Karin juga tak mau kalah ia mencoba melawan, ia bahkan lupa kalau dirinya saat ini tengah hamil. Hingga hampir saja pipinya di tampar oleh laki-laki bertubuh besar itu. Namun seseorang berhasil menggagalkan aksinya. Laki-laki bertubuh besar itu terjatuh, mulutnya keluar darah.

"Bajingan jangan ikut campur lo!" Ujar salah satu dari mereka, namun laki-laki yang menolong Karin itu tak jera, dia melawan keempat preman itu dengan sangat cekatan dan terlatih. Semuanya ia kalahkan dalam sesaat.

"Pergi kalian! Mumpung gua masih baik." Ujarnya dan keempat preman itu akhinrya pergi dengan rasa dendam.

"Kalian berdua tidak apa-apa?" Tanya laki-laki itu. Karin dan Mbok Darmi sama-sama menggelengkan kepalanya, menyatakan bahwa mereka baik-baik saja.

"Ya sudah lain kali jangan malam-malam di sini ya, bahaya." Laki-laki itu lantas membalikkan badannya hendak pergi.

"Tunggu!" panggil Karin.

"Namaku Syahid. Kalau ingin bertemu lagi, kau bisa datang kerumah pelangi dekat sini." Syahid pun lantas pergi dan disaat yang bersamaan mobil taxi yang Karin pesan datang. Syahid nama yang tiba-tiba saja terkenang oleh Karin