webnovel

"Bitch, I Love U!"

Ikbal_Saputra_8964 · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

"Bitch, I Love U!" [3]

"Tuhan.. Terangkanlah dan tuntunlah aku dalam menggapai mimpiku." Batinku dalam hati.

*****

"Dek bangun! Udah mau sampe."

Mas Fajar menepuk-nepuk pipiku pelan.

Aku membuka mataku perlahan.

"Apasih mas?" Ucapku saat tersadar.

"Gamau turun?" Tanyanya.

Aku mengedipkan mata beberapa kali, wajah mas Fajar sangat dekat denganku.

"Perasaan aku baru tidur deh! Tuh baru setengah jam juga." Ucapku sembari menunjukan jam tangan yang aku kenakan.

Mas Fajar menggelengkan kepalanya.

"Dasar batu! Emang km pikir naik kapal laut!" Ucapnya kesal dan membopong tubuhku tiba-tiba.

Aku terkejut dan memberontak, tapi keadaan tubuhku yang lemas karena bangun tidur tidak mampu menandinginya.

Aku menuju apartement mas Fajar menggunakan taksi bersamanya.

Ternyata Jakarta itu luas dan ramai sekali! Tapi ada beberapa hal yang tidak aku suka, seperti banyaknya polusi dari kendaraan dan juga pohon yang jarang sekali ku temui.

"Mas.. Jakarta itu kenapa rame banget ya? Padahal tempatnya gaenak! Enakan juga di desa." Tanyaku yang terus memandang hamparan diluar.

"Namanya juga kota metropolitan, tapi disini semuanya ada." Jawabnya singkat.

Aku menoleh ke arahnya, mas Fajar tampak sibuk dengan ponsel di genggamannya.

"Halo? Iya aku dikit lagi sampai! Oke.." Ucapnya menjawab telpon yang diterimanya.

Aku hanya terdiam dan kembali mengamati luasnya ibu kota melalui jendela taksi.

Cukup lama sekitar 2 jam aku dan mas Fajar tiba disebuah apartement.

Waw sekali! Baru kali ini aku melihat gedung menjulang tinggi!

Biasanya aku hanya melihatnya dari acara di televisi.

"Ma..mas! Rumah mas yang mana? Gilaaa tinggi banget!" Kata ku terpana.

Mas Fajar menatapku dan meraih tas besar yang aku genggam.

"Ada dilantai 20. Udah ayo cepet masuk!" Ajaknya.

Aku hanya tertawa kecil senang sembari membuntutinya dari belakang.

***

Aku dan mas Fajar tiba ditempatnya, gila apartement ini luas banget. Dan orang-orang juga terlihat berkelas membuatku minder saat berpapasan dengan orang-orang di lorong ataupun lift.

"Sayang? Kamu udah disini lama ya?" Sambut mas Fajar ketika menemui seorang perempuan di dalam apartementnya.

Perempuan yang sangat cantik, dengan tubuh yang langsing dan tinggi dan pakaian yang super ngetat menampilkan lekukan tubuhnya dengan jelas. Paras wajahnya yang ayu dengan gaya rambutnya yang ikal dibawah membuatnya semakin terlihat sempurna.

Mas Fajar dan perempuan tersebut berpelukan mesra, ia juga mencium dahi perempuan tersebut.

"Oh iya sayang kenalin ini saudaraku di desa." Kata mas Fajar mencoba memperkenalkan ku.

"Hai mba! Nama saya Radju Saputra.. Biasanya orang orang manggil saya Radju, tapi beda sama mas Fajar. Dia kalo manggil saya pakai nama belakang saya. Putra!" Jelasku menyodorkan tanganku untuk berkenalan.

Perempuan tersebut memperhatikanku sejenak kemudian menerima jabatan tanganku dan langsung melepasnya cepat.

"Gue Lyla." Jawabnya datar tanpa memandangku.

Ia mengambil sebuah botol kecil dari tasnya dan mengusapnya keseluruh permukaan tangannya.

"Dia pacar mas Fajar. Maaf emang dia rada jutek." Jelas mas Fajar kikuk.

Aku sama sekali tidak menyukai perempuan ini. Padahal wajahnya sangat cantik, tapi sayang sifatnya tidak mencerminkan wajahnya.

"Oh iya gapapa mas! Mungkin mba nya takut kebauan dan kena kuman dari aku." Ucapku sopan.

"Nah itu lo tau! Sana gih mandi.. Dan jangan panggil gue mba! Lo kata gue mba lo apa!" Samber mba Lyla jutek.

Aku mengangguk mengerti dan berusaha tersenyum kepadanya.

"Oh yaudah kalo gitu saya mau mandi dulu. Permisi.." Ucapku berjalan melalui mas Fajar dan mba Lyla.

Sumpah dada ini berasa nyesek banget, bisa-bisa nya mas Fajar kepincut sama orang macam gitu.

Aku merapikan pakaian yang kubawa kedalam lemari dan kemudian mandi membersihkan diri.

Hhm.. Jangan nganggep aku kampungan ya.. Di desa aku sering pergi ke kota untuk nerima panggilan di hotel-hotel. So udah biasa untuk ku mandi pake shower dan pup di wc duduk.

Selesai beberes aku menjatuhkan diriku diatas kasur. Sangat empuk dan nyaman.

Aku pun membalik badanku, membaca beberapa novel yang kubawa dari desa.

'Ceklek'

Mas Fajar masuk kedalam kamar dan duduk di tepi kasur tepat disampingku.

"Kamu udah bersih-bersihnya?" Tanyanya.

Aku mengangguk dan terus membaca novel yang sedang ku genggam.

"Maaf ya atas sifat mba Lyla tadi.. Dia memang gitu sifatnya." Ucapnya.

Aku menolehnya sejenak dan kembali membaca novel.

"Gapapa kok mas, gausah dipikirin."

Mas Fajar tersenyum dan mengacak-acak rambutku lembut.

****

"Kring...kring..."

"Kring...kring..."

Bunyi jam weker di sudut meja membangunkanku dengan cepat.

Sungguh berisik sekali.

Aku mematikan jam weker tersebut dan menatap waktu yang menunjukan pukul 5 subuh.

"Ma.."

Baru saja aku ingin membangunkan mas Fajar, tapi pemandangan yang aku temui membuatku mengurungkan niatku.

Mas Fajar tampak tertidur pulas, dengan hanya menggunakan celana boxer pendek tanpa memakai kaos sukses membuatku terpana.

Badannya yang terukir dan bulu ketiaknya yang lumayan lebat memberikannya kesan maskulin..

Pikiranku mulai nakal, aku menyingkirkan guling yang menjadi pembatasku dengannya.

Mendekatkan badanku dengan badannya.

Aku meraba dada bidang mas Fajar, entah mengapa jantung ini berasa akan meledak.

Mas Fajar membuka matanya tiba-tiba, membuatku dengan segera menyingkirkan tanganku dari dada nya.

"Hayooo mau nakal ya?" Tanya mas Fajar.

Jantungku berdegup cepat, kurasakan muka ku yang memanas malu.

Sial aku terpergok!

"A..apa sih! Lagian aku mana nafsu sama mas." Jawabku terbata.

Mas Fajar bangkit dan duduk, memanyunkan bibir bawahnya meledek menatapku.

"Preet!" Katanya.

Aku menjauhkan wajahku darinya dan mendengus kesal.

"Sana kamu mandi! Hari ini mas mau masukin kamu kuliah." Jelasnya.

Aku berbalik dengan mata yang terbuka lebar.

"Beneran mas?!" Tanyaku.

Mas Fajar mengangguk.

"Iyaa.." Jawabnya.

Aku segera bangkit dari kasur dan teriak girang.

"Aaah!! Ternyata mas beneran mau masukin aku kuliah!" Ucapku.

Mas Fajar menatapku heran membuatku salting dan dengan segera meraih handuk menuju kamar mandi.

Pukul 6.30 pagi aku dan mas Fajar pergi menggunakan mobilnya.

Mas Fajar beneran sukses di Jakarta, mobilnya aja kelihatan mahal.

"Nanti kamu mas kuliahin di tempat mas kuliah dulu." Ucapnya.

Aku menatapnya.

"Siap!" Jelasku.

Mas Fajar menoleh kearahku dan tersenyum, kemudian kembali fokus mengemudi.

"Oh iya, kamu kan nanti masuk kelas karyawan. Nanti kamu pilih untuk kuliah hari kamis, jum'at dan sabtu aja ya." Jelasnya.

Aku mengernyitkan dahiku.

Mas Fajar menghembuskan nafasnya.

"Hari senin sampai rabu kamu kerja di kantor mas. Kamis sampe sabtu kamu kuliah. Jadi minggu ada waktu untuk kamu istirahat." Jelasnya lebih detail.

Aku mengangkat sebelah alisku.

"Aku paham sih mas.. Tapi apa ngga papa kerja cuma 3 hari?" Tanyaku.

"Kantor kantor siapa? Ya terserah aku dong. Yang penting kamu kan kerja.. Gak ada yg gratis ya." Jawabnya sok.

"Haha sombongnya dirimu mas!" Pekikku meninju lengannya pelan.

Mas Fajar tertawa dan mengacak rambutku yang sudah kuatur susah payah.

Setibanya di kampus mas Fajar memintaku untuk menunggu di taman. Mungkin ia sedang mengurus keperluanku.

Kampus mas Fajar sangat besar, banyak sekali mahasiswa yang bertebaran.

Dari yang tampan sampai yang cantik semuanya terlihat trendy.

Gak nyangka kalau aku pun akan menjadi bagian dari mereka.

Penasaran, aku pun mencoba menjelajahi seisi kampus.

Terdapat kolam ikan yang besar di sudut dekat gerbang masuk.

Parkiran-parkiran mobil dengan berjejernya mobil-mobil cukup luas dan lapangan yang sangat besar.

Disekitar pinggir juga ditanami tumbuhan dan dihiasi oleh taman.

'Bruk'

"Adaw!" Ucap seseorang yang berpapasan denganku.

Karena mataku yang kemana-mana membuatku tidak fokus berjalan dan menabrak salah satu mahasiswa yang sedang berjalan.

"Maaf mas." Kataku membantunya berdiri.

Pemuda yang ku tabrak bangkit, dan membersihkan celananya dari pasir yang menempel.

Dia menatapku dingin.

Seorang pemuda dengan rambut cepak berdiri dihadapanku.

"Maaf ya mas. Sumpah saya ngga sengaja." Kataku mencoba membantunya membersihkan celananya.

"Kau harus hati-hati kalau jalan." Ucapnya dingin dan pergi berlalu meninggalkanku.

Aku menggigit bibir bawahku.

"Adduuuhh Radju! Kemana sih matamu?!" Umpatku sendirian.

Aku pun berlari kecil, menuju tempat awalku berpisah dengan mas Fajar.

"Kamu darimana sih? Kabur kaburan!" Omel mas Fajar yang daritadi menungguku.

"Ma..maaf mas! Tadi aku abis liat-liat sebentar." Jawabku.

"Besok besokan juga bisa! Lihat udh jam berapa nih? Bisa ketinggalan meeting tau!" Omelnya dan menarik tanganku pergi meninggalkan kampus.

****

"Nah kamu kerja nya disini." Kata mas Fajar menunjuk sebuah meja di sebuah ruangan.

"Kerjaan saya apa mas?" Tanyaku bingung.

"Ya kamu jd asisten mas lah.. Tugasnya mengatur schedule dan berkas-berkas." Jawabnya dan duduk di bangku besar.

Kantor mas Fajar sangat besar. Diluar juga banyak beberapa karyawan yang tampak sibuk dengan aktivitasnya.

Sedangkan aku bekerja bersama nya, disebuah ruangan yang cukup besar. Terdiri dari 2 meja.. Meja besar di tengah dan meja kecil disudut ruangan.

"Oh iya nanti mas ada meeting. Jadi kamu beres-beres aja dulu. Nanti kalo ada karyawan lain yang masuk kasih berkas ambil aja, dibaca dulu sebelum kamu kasih ke mas." Jelasnya dan bergegas pergi meninggalkanku diruangan sendirian.

Aku tersenyum, membereskan meja yang lumayan berantakan dan menyusunnya rapih.

'Ceklek'

Pintu ruangan terbuka, dan mba Lyla datang membawa bingkisan di tangan kirinya.

Ia menatapku dan berjalan duduk di meja kerja mas Fajar.

"Pacar gue kemana?" Tanya nya.

"Mas Fajar? Oh dia lagi meeting mba." Jawabku sopan.

"Loh kok malah meeting sih? Dari pagi udah gue telponin supaya bisa sarapan sama gue! Malah mentingin meeting!" Omelnya.

Aku hanya terdiam dan lanjut merapihkan meja ku.

"Ehh ehh! Siapa nama lo gue lupa." Tanya mba Lyla memanggilku.

"Saya Radju mba." Jawabku.

Mba Lyla melipat kedua tangannya.

"Tolong bikinin gue cappuciono dong di pantry. Oh iya abis itu lo beresin juga dong mejanya Fajar! Tau diri dikit!" Ucapnya ketus.

Aku tersenyum dan sedikit membungkuk.

"Siap mba." Ucapku pergi menuju pantry untuk membuat cappucino nya.

Aku sempat kesulitan mencari pantry, ku rasa orang-orang disini sudah tidak memiliki rasa simpati. Bahkan tidak ada yg memberiku petunjuk di mana pantry berada.

Cukup lama aku mencari akhirnya aku menemukan pantry dan bergegas menyeduhkan cappucino untuk mba Lyla.

"Aku kasih air panas semua noh biar dower mendower bibirmu mba hahah." Ucapku sembari menuangkan air panas di gelas.

"Eh mas? Ada yang bisa saya bantu?" Ucap salah satu OB wanita yg tiba-tiba saja muncul.

"Eh mba, gausah mba. Ini aku cuma lagi bikin kopi aja." Jawabku refleks.

"Loh kenapa gak tekan bel aja mas? Gausah repot-repot bikin sendiri." Jelasnya.

Aku menggaruk kepalaku.

"I..iya mba saya ngga tau. Soalnya saya juga baru di kantor ini." Jelasku.

"Ooh mas itu karyawan baru? Pantes saya gak pernah liat." Ucap OB tersebut.

Aku tersenyum sembari mengaduk cappucino yang ku buat.

"Ngomong-ngomong mas kerja di bagian apa?" Tanya OB tersebut.

"Aah aku asisten nya mas Fajar mba." Jawabku.

"Oh pak Fajar? Wah itu mah kepala direktur sekaligus pemilik kantor ini mas." Jawabnya heboh.

Aku sekali lagi tersenyum dan mengangguk.

"Aku saudara nya dari desa.." Ucapku.

"Ooh jadi mas ini saudaranya? Pantes sama sama baik dan sopan!" Jelasnya lagi.

"Iya mba. Ini kebetulan aku baru aja kerja, tapi tadi ada pacar mas Fajar dateng dan minta dibuatin kopi." Jelasku.

"Mba Lyla?" Tanyanya langsung.

Aku mengangguk.

"Ahh perempuan itu emang sombong banget mas! Suka seenaknya sama karyawan, aku juga sering jadi korban amarahnya kalo telat nganterin kopi pesanan nya." Jelasnya dengan wajah geram.

Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

Benar saja, sifatnya sama sekali tidak bagus.

"Yaudah mba saya kembali ke ruangan dulu ya." Ucapku.

Mba OB tersenyum dan membersihkan meja yang baru aku gunakan.

Aku membawa cappucino dengan hati-hati salah salah air panasnya malah tumpah ke tanganku nanti.

'Ceklek'

"Ini mba kopinya..."

Aku terkejut saat masuk ke dalam ruangan.

Mba Lyla sedang berpangkuan dengan mas Fajar, tangan mas Fajar juga melesak masuk kedalam baju mba Lyla.

Mereka terkejut dengan kedatanganku dan menghentikan aksinya.

Mas Fajar tetap meremas badan mba Lyla dan berbisik kearahnya.

"Ini mba capucino nya." Ucapku meletakan gelas di meja.

Mba Lyla bangkit dan melepas tangan mas Fajar dari badannya.

"Lama banget sih lo!" Omelnya.

Mba Lyla meniup dan menyeruput cappucinonya.

"Puih!! Apaan nih capucino pait banget! Bisa kerja gak sih lo?" Omel mba Lyla.

Aku bangkit menghampirinya dan meminta maaf.

"Kurang manis ya mba? Maaf mba sini biar saya buatin lagi." Ucapku mengambil gelas darinya.

"Kerja yang bener dong lo!" Ucapnya menyodorkan gelas kasar sehingga air kopi yang panas menyiram permukaan tanganku.

"Aduh!" Pekik ku kepanasan.

Mas Fajar bangkit dan menarik tanganku.

"Lyla! Kamu ini apaan sih!! Bisa gak lembut sedikit sama saudaraku?!" Gertak mas Fajar.

Mas Fajar meniup tanganku yang merah dan mengelap nya menggunakan sapu tangan.

"Mba keruangan saya bawa es batu." Pinta mas Fajar berbicara melalui bel.

"Kamu ini apaan sih yank? Dia nya aja yg gak hati-hati!" Ucap mba Lyla gak terima.

Mas Fajar menarik nafasnya.

"Aku gak buta! Aku liat kok kamu tadi yang dorong cangkir ketangan dia sampe airnya tumpah!" Kata mas Fajar kesal.

Mba Lyla menatapku sinis dan memanyunkan bibirnya.

"Apa kamu gabisa lembut sedikit? Ini saudara aku loh! Bukan orang lain!" Sambung mas Fajar.

"Bodo amat lah! Kamu mah gak pernah belain aku!" Ucap mba Lyla sembari meraih tas nya dan pergi berlalu keluar ruangan.

"Maaf ya dek." Ucap mas Fajar terus mengusap tanganku menggunakan sapu tangan nya.

Mas Fajar mengobati tanganku menggunakan es batu dan mengompresnya.

"Masih sakit?" Tanyanya.

Aku menggelengkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa sakitku.

Sial aku kena batu nya sendiri.

"Gapapa kok mas, udah agak mendingan." Jawabku.

Mas Fajar menatap wajahku, menyigap poniku yang hampir menutupi mataku.

"Mas bener-bener minta maaf banget ya dek! Gak tau kenapa Lyla itu sikapnya gapernah bisa dirubah dari dulu." Jelasnya.

Aku mengernyitkan dahi dan menatapnya yang masih terlihat khawatir.

"Mas harus bisa ngerubah sikap mba Lyla. Dia itu cantik banget loh mas, sayang banget kecantikannya ketutup sama prilakunya." Jelasku.

Mas Fajar tersenyum simpul.

"Iya.. Mas selalu mencoba untuk merubah dia kok." Katanya.

Aku tersenyum.

"Semangat mas! Lagian cuma kayak gini doang kok." Ucapku menarik tanganku dari genggamannya.

"Yaudah mending mas balik lagi kerja." Sambungku dan kembali ke meja kerja ku.

Aku memperhatikan mas Fajar yang fokus dengan pekerjaannya, menarik nafas dan kembali fokus dipekerjaanku.

*****

Aku bersandar di balkon, menatap langit yang terlihat jelas dari sini.

"Sepi ya ngga ada mba Nesa sama Arsyad dan Dinda." Lirihku.

Entah mengapa aku merasa kehidupanku disini tidak sebaik saat aku berada di desa.

Terlebih lagi berada dirumah yang besar sendirian, hanya bertemankan oleh televisi yang menyala sejak aku pulang.

Cukup lama aku terdiam bingung, bosan yang melanda diriku ternyata sudah sangat sangat lama.

'Ceklek'

Mas Fajar masuk ke kamar, dia tampak terkejut dengan keberadaanku.

"Loh kamu belum tidur?" Tanyanya.

Aku mengangguk lesu dan menoleh ke jam dinding yang terpampang ditengah ruangan. Sudah hampir tengah malam tapi mas Fajar baru pulang.

Entah abis dari mana dia, aku tidak ingin menanyakan nya.

"Kamu kenapa?" Tanya mas Fajar duduk disamping kasur membelaiku.

Aku menatapnya sejenak dan membenarkan posisi duduk ku.

"Gapapa kok mas.. Cuma aku rada bete aja. Disini sepi banget ngga kayak di desa." Jawabku lirih.

Mas Fajar tersenyum, mengusap pahaku dan kemudian masuk kedalam kamar mandi.

Aku kembali menarik nafasku lebih dalam, menghembuskannya kencang-kencang dan mengganti beberapa chanel di televisi.

Kurasakan mataku berat semakin lama. Semakin berat hingga tak terasa mata ini tertutup secara perlahan.. Membawaku kealam bawah sadar dan bergerilya menyambut mimpi.

'Ceklek'

Mas Fajar keluar dari kamar mandi, ia berjalan mendekat kearahku.

"Loh kenapa nih?" Tanyaku bingung.

Sungguh aneh, aku dapat melihat sekitarku dengan jelas. Tapi badan dan mulutku sulit sekali untuk bergerak.

Semua terasa kaku, seperti ada yang mengikat tubuhku dan mengunci mulutku rapat-rapat.

Mas Fajar mendekatkan wajahnya kearahku semakin dekat, kurasa hanya 2 cm celah wajah kita akan saling bertemu.

Mas Fajar menggenggam tanganku dan dia mengecup bibrku.

Ya! Mas Fajar mengecup bibirku dengan bibirnya. Aku dapat merasakan nafasnya yang dekat denganku.

Tuhan ingin rasanya aku membuka mataku dan menggerakan tanganku.

"Ada apa ini? Semua terasa berat!" Batinku mencoba memberontak.

Aku dapat dengan jelas merasakan nafas mas Fajar dan bibirnya yang basah. Hal ini membuatku sulit sekali bernafas. Semakin sulit hingga kurasakan nafasku tidak lagi berhembus.

Bersambung~