webnovel

Two–Where am i?

Cahaya yang begitu terang, menusuk masuk ke retina mata Graciela, dan memaksa gadis itu untuk membuka matanya. Dengan penglihatan yang belum jelas, Graciela mencoba untuk meraba–raba bentar di sekitarnya, namun ia tidak merasakan apapun. Graciela mengedipkan matanya, berusaha untuk mendapatkan kembali penglihatan normalnya. Namun, yang ia lihat tetaplah warna putih yang mencolok. Graciela menggerakkan tangannya, menaruh tangan itu di depan wajahnya. Dan ternyata, Graciela dapat melihat tangannya yang bergerak ke sana kemari.

Lantas, dimana dia sekarang? Yang ia lihat di sini hanyalah nuansa berwarna putih, tidak ada warna lain yang mengimbangi. Graciela mencoba untuk menutup matanya, ia ingin mengulangi hal yang sama, seperti saat ia berada di dalam mimpi. Beberapa detik berlalu, Graciela kembali membuka matanya, namun, tidak ada yang berubah. Ia mencobanya sekali lagi, dan tetap tidak ada yang berubah. Sekali lagi, lagi, lagi dan lagi. "Siapa pun, jika kalian mendengar suara ku, tolong keluar 'kan aku dari sini!" teriaknya. Bukannya mendengar balasan dari luar, Graciela hanya mendengar pantulan suaranya yang bergema, dan itu membuatnya sedikit tersiksa.

Graciela yang tidak mau terus berada di tempat ini, mencoba untuk berjalan, dan pergi menyusuri tempat yang seperti tidak memiliki ujung. Di tempat ini, Graciela bisa mendengar suara nafasnya dengan jelas, suara langkah kaki, detak jantung, semuanya terdengar jelas di sini. Seolah, hanya Graciela lah yang berada di tempat ini, tanpa ada siapapun yang mengalami masip serupa dengannya. "Hey ayolah! Aku tahu kalian sedang mengerjai ku! Ini sama sekali tidak lucu!" teriaknya lagi. Sekali lagi, Graciela hanya mendengar pantulan suaranya yang bergema. Manusia mana yang bisa hidup tenang di tempat seperti ini? Bahkan hewan pun lebih memilih untuk mati, daripada hidup dalam kesunyian yang menyiksa.

Gadis itu sudah pasrah dengan semua ini, rasanya ia ingin menangis sekencang mungkin, tapi ia juga sadar, tidak akan ada yang mendengarnya di dalam sini. "TUHAN, KENAPA AA—" belum sempat Graciela melanjutkan ucapannya, ia mendengar suara tangisan seseorang dari arah belakang. Perasaannya sedikit ragu, ia tidak yakin jika ada orang lain di dalam sini. Mungkin ... suara tangisan itu hanya halusinasinya saja? "Graciela ..." Ah tidak, Graciela yakin di tempat ini hanya ada dirinnya saja. "Graciela ... ku mohon tolong aku ... tolong gantikan aku, pergi lah ke tempat ku, karena aku yakin kau bisa melakukan hal yang lebih baik dari ku!" lirihnya.

Graciela berbalik, ia melihat dirinya terduduk di bawah sana, ia menangis, bajunya lusuh, wajahnya kotor, dan tubuhnya terlihat kurus. "Ka–kau? Kenapa kau sangat mirip dengan ku?" tanya Graciela. Gadis yang berada di hadapannya itu hanya tersenyum, kemudian, tubuhnya berubah menjadi cahaya–cahaya kecil. Dan setelah itu, Graciela tidak melihatnya lagi. Namun ... "Jika kau tidak bisa menggantikan ku, maka semuanya akan berakhir sama saja, dan itu akan terulang lagi, sampai ada yang benar–benar bisa melakukannya." Graciela terdiam, ia berusaha untuk mencerna penjelasan dari suara itu. Apa maksudnya? Menggantikan? Tempat? Apa yang ia bicarakan sebenarnya? Menggantikannya di tempat ini? Oh tidak, ia berharap Tuhan mengambil nyawanya saja.

Ia masih mencoba untuk mencari jalan keluar, mungkin sudah hampir 1 jam dia berada di tempat ini? Mungkin. Namun, baru saja Graciela melangkah, cahaya hijau itu kembali datang, namun bedanya, ia hanya datang dari satu arah. Yang artinya, Graciela masih bisa menghindari cahaya hijau itu, agar ia tidak berpindah tempat lagi, mungkin? Akan tetapi, sejauh apapun Graciela berlari, cahaya itu tetap berhasil mengejarnya. Graciela yang sudah pasrah hanya berdiri diam, menunggu cahaya itu melewati dirinya. Graciela harap, ada kehidupan yang lebih baik setelah ini. Ia memejamkan matanya, sembari menghela nafas pasrah. Graciela tahu, awal hidupnya, akan dimulai sekarang.

Saat Graciela membuka matanya, yang dia lihat pertama kali adalah langit cerah, yang sama persis seperti langit yang ada di mimpinya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengulangi hal yang sama lagi. Bedanya, di sini tidak ada gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan pembatas kaca transparan, yang ia lihat hanyalah, rumah–rumah kecil, dan rel kereta api yang melayang di udara. Graciela tidak mengetahui waktu di tempat ini, jangankan waktu, nama tempat ini saja dia tidak tahu. Seharusnya mimpi itu bisa memberikan sedikit petunjuk, ah atau mungkin ... mimpi itu sendiri adalah sebuah petunjuk untuknya? Maksudnya, ia jangan melakukan hal yang sama seperti saat ia berada di mimpi itu.

"Di dalam mimpi itu, aku dikejar monster aneh yang tampangnya juga aneh, seharusnya sekarang aku pergi, dan mencari tempat yang aman!" ucapnnya. Graciela bangkit dari duduknya, ia berusaha untuk melangkah 'kan kakinya, namun itu sedikit sulit. Tidak boleh, jika Graciela terus berada di sini, ia akan sulit lepas dari kejaran monster itu! "Hey ayolah! Apa yang menahan mu? Sampai kau tidak bisa melangkah, hah?!" kesalnya. Graciela mencobanya lagi, dan kali ini ia berhasil. Namun, sudah terlambat waktunya. Monster itu kini berada tepat di samping Graciela, hembusan nafasnya yang panas membuat Graciela menahan nafasnya sendiri. "Ayo berpikir, apa yang harus kau lakukan sekarang, selain lari?!" tanyanya dalam hati.

Graciela melihat bongkahan batu di sebelahnya, namun ia tidak yakin jika dirinya bisa mengangkat batu, dan melemparkannya pada sang monster. Mungkin saja, ketika Graciela mengambil batunya, monster itu akan langsung melahapnya tanpa sisa. Disaat seperti ini, ia berharap dirinya memiliki kekuatan untuk menggerakkan batu itu tanpa harus menyentuhnya, walaupun itu mustahil. Tapi ... "Batunya bergerak?" Kedua alis Graciela tertaut, apakah batu itu bergerak sesuai dengan pikirannya? Graciela yang penasaran, mencoba itu membayangkan jika batu itu melayang. dan Voila! "Serang monster itu sekarang!" ucap Graciela, dengan nada yang memerintah.

Batu itu menghantam wajah monsternya, dan membuat monster itu terhuyung beberapa langkah ke belakang. Graciela tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada, ia kembali membayangkan batu itu terus menerus menghantam monsternya, dan itu terjadi. Selagi batu itu menyerang, Graciela berlari, menjauh dari monster itu. Berlari dan menghindar saja tidak cukup, ia harus mencari tempat yang aman untuk bersembunyi, agar monster itu tidak menemukan keberadaannya lagi. Dari jauh, Gracile melihat ada gerbang yang besar, seolah gerbang itu akan menghubungkannya ke tempat lain. Jika dipikir lagi, kenapa tidak ada seorang pun yang melihat, atau berinisiatif untuk menolongnya? Seolah, tempat ini hanyalah desa kosong yang sudah tidak berpenghuni lagi.

Semakin cepat, ia semakin dekat dengan gerbang itu, Graciela ingin segera masuk ke sana, dan menemukan orang yang bisa menolongnya. Karena tempat ini masih begitu asing baginya, dan ia rasa, tempat ini lebih bahaya dari tempatnya berasal.

"Ini bukan bumi! Dan aku yakin, aku bisa kembali lagi ke bumi!"

~~~~