webnovel

Wizard of the Last, Elliza

Penyihir, sebutan bagi mereka manusia yang mampu menggunakan ilmu magis. Ilmu magis bagi manusia dianggap sebagai ajaran sesat dimana seseorang menyerahkan separuh jiwa mereka terhadap para demon. Karena itu keberadaan manusia pengguna sihir tidak banyak. Manusia yang takut dengan kekuatan mereka menciptakan larangan sihir menyebar, dan saat keberadaan pengguna sihir diketahui, hal buruk akan menimpa mereka. Mereka akan diburu, ditangkap, kemudian dieksekusi. Beberapa yang nyawanya diampuni dijadikan seorang budak. Seperti itulah sebuah kerajaan bekerja demi memberantas para penyihir. Namun takdir semua penyihir akan berubah semenjak kelahiran seorang gadis bernama Elliza. Dia akan membuktikan bahwa manusia dan para penyihir dapat hidup berdampingan di atas tanah kelahiran yang sama.

Ay_Syifanul · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Bagian 14 - Penyelidikan Kasus, Bagian 1

"Terima kasih sudah mau datang kemari."

Awalnya Nixia dan Elliza berniat mendatangi satu persatu rumah korban hilangnya anak-anak mereka, namun itu akan memakan waktu.

Elliza menyarankan untuk memanggil semuanya sekaligus untuk menyatukan setiap kepingan yang ada dari informasi yang akan mereka dapat.

Meski sebenarnya dia sedikit malas berkeliling kota hanya untuk menanyakan hal yang serupa.

"Satu, dua, tiga...., sepuluh, sebelas... Eh, masih kurang satu. Elliza, apakah sebelumnya kita melewatkan satu orang?"

Tanya Nixia sewaktu mereka telah berkumpul pada ruang yang telah perserikatan berikan. Ruangan tersebut tidaklah begitu besar dan hanya berisikan beberapa sofa dan meja serta teko air putih.

"Tidak. Aku yakin kita sudah mengunjungi setiap rumah dan totalnya adalah 12."

Dari yang Elliza perhatikan kebanyakan perwakilan keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarga mereka adalah ibu-ibu. Ada satu orang kakek dan dua saudara dekat korban.

Menurut informasi yang Nixia miliki sebagai petualang peringkat emas, seharusnya terdapat 12 orang yang dia panggil untuk datang, namun hilang satu.

Tepat setelah mereka memikirkannya, seseorang membuka pintu ruangan.

Dapat terlihat seorang lelaki yang umurnya mungkin tak jauh dari mereka berdua berdiri dengan napas tersenggal-senggal.

"Maaf, aku terlambat. Aku datang untuk menggantikan Bibi Ellie, dia sakit."

Meskipun begitu, beberapa mencibir lelaki itu karena sudah mengambil waktu berharga mereka. Meski mereka sama-sama kehilangan, namun beberapa dari sifat mereka cukup berbeda-beda.

"Tak apa-apa, sekarang duduklah. Aku akan mulai memberikan beberapa pertanyaan."

Nixia akan menjadi penanya dan Elliza akan mencatat semua informasi yang penting untuk mereka terutama dia adalah penyihir, mungkin dia bisa segera menyadari hal yang terbilang ganjil.

"Aku hanya ingin memastikan, kalian tak memiliki masalah dengan orang yang berkaitan bukan?"

Semuanya saling memandang, namun tak ada diantara mereka yang menyangkalnya.

"Kalau begitu aku ingin mendengar detail kejadian diantara kalian. Tentu dari yang pertama, errr... Tuan Armus?"

Pria dewasa yang tidak nampak mencolok itu hanya memakai pakaian biasa dan dia tidak nampak seperti orang terkenal.

Memiliki ekspresi yang sulit ditebak, Armus mengutarakan seputar kejadian dengan suara rendah.

"Yang aku ingat hanyalah putra semata wayangku selalu tersenyum setiap saat. Bahkan dihari sebelum dia menghilang dia tak menunjukkan perubahan apapun bahkan dia tak meninggalkan pesan. Saat aku menunggu kepulangannya, hingga malam masih tak ada tanda putraku kembali. Saat aku bertanya pada perserikatan, mereka berkata tak mengetahui apapun. Aku percaya kalau putraku masih hidup. Tolong Nak, tolong selamatkan dia!"

Nixia tau hal itu berat untuk diungkapkan, mengingat pria itu hanya memiliki satu anak yang saat ini adalah seorang petualang menghilang tanpa kabar.

Namun diantara kesedihan yang dirasakan semua orang, seorang wanita berujar.

"Jika itu petualang, paling dia hanya tersesat di dungeon atau dimakan monster."

Wanita yang berujar dengan tenang tanpa peduli perasaan Armus itu seketika membuatnya terbawa emosi.

"Memangnya kau tau apa!? Putraku tidaklah selemah itu, dia selalu kembali setelah mengalahkan monster."

"Buktinya, dia kini sudah tak ada. Itu berarti dia sudah mati."

"Jaga bicaramu!"

Suasana menjadi riuh karena perdebatan kedua orang itu. Itulah mengapa Nixia enggan mengumpulkan semua orang

Mereka yang kehilangan memaksakan kehendak mereka untuk untuk didahulukan, perbedaan pendapat juga akan menimbulkan perselisihan bahkan mungkin saling menyalahkan.

Perdebatan antar mulut itu terus berlanjut membuat Nixia dan Elliza risau.

"Tu-tuan, Nyonya... aku harap kalian tenang. Emm, jangan ribut..."

Nixia tak tau harus bagaimana menengahi mereka hingga Elliza berujar menggantikannya.

"Maaf semuanya, aku tau kalian sama-sama sedih dengan hilangnya mereka dan aku turut berduka. Aku juga pernah kehilangan orang yang aku sayangi bahkan tidak sekali, aku ada disini. Aku disini untuk tidak membiarkan orang lain merasakan hal yang sama denganku, karena itulah aku menjadi petualang. Karena itulah aku mohon bantuan kalian."

Hening. Mendengar kata-kata yang begitu dalam keluar dari bibir manis gadis yang lebih muda diantara mereka membuat semua orang terdiam.

Entah mengapa mendengarnya membuat Nixia merasa bersalah. Meski Elliza terlihat tenang, Nixia tau gadis itu berusaha dengan sangat menyembunyikan kesedihannya.

Kebahagiaannya pernah direnggut bahkan tidak sekali, jadi Nixia pikir akan lebih baik jika setidaknya dia bisa membantunya mengangkat beban di pundaknya.

Elliza adalah teman... bukan, mungkin Nixia sudah menganggapnya layaknya keluarga.

"Aku bisa tau kesedihan kalian, tapi aku mohon pengertiannya. Jika kalian saling bekerjasama kita mungkin akan dapat segera menemukan jalan keluar."

Berkat ucapannya dan juga Elliza, beberapa mulai saling memperhatikan satu sama lain dengan sedikit ragu.

"Jangan khawatir, perserikatan belum mendapatkan kabar yang buruk mengenai hilangnya para korban. Untuk sekarang, kita akan mencoba sebisa mungkin mencari tau, jika ada perkembangan kami pasti akan segera memberitahu kalian."

Hari itu, hingga hari hampir petang mereka telah berhasil mendapatkan beberapa informasi dari kedua belas orang tersebut.

Meski beberapa nampak mencurigakan atau bahkan menutup-nutupi sesuatu, namun prioritas utama mereka adalah mendapat perkembangan kabar.

Mereka segera bubar.

———

Pertemuan pada siang hari itu berakhir pada sore hari saat semua orang akan beristirahat setelah beraktivitas.

"Elliza, kau ingat saat kita menanyakan beberapa pertanyaan pada orang terakhir? Lelaki yang datang terlambat itu."

Saat mereka akan pulang ke penginapan dengan mengitari kota, Nixia bertanya mengenai masalah tadi.

"Maksudmu Jean? Yah, dia terkesan tengah menyembunyikan sesuatu dari kita. Apakah dia mengetahui sesuatu?"

"Atau justru dia pelakunya?"

"Memangnya ada pelaku yang mau berbagi informasi orang yang diculiknya pada kita?"

"Mungkin dia ingin mengelabui kita dengan informasi palsu."

Elliza tak bisa menyanggah hal tersebut. Memang ada benarnya juga kalau bisa jadi Jean berusaha membingungkan mereka.

"Tapi, aku percaya padanya. Aku bisa melihat melalui matanya, dia tak berbohong. Dia juga merasakan kehilangan."

"Kau ini..."

Sejujurnya Nixia iri dengan Elliza, selain dia anggun, Elliza adalah gadis yang mudah berteman dengan siapapun seolah dirinya bisa memahami isi hati orang lain.

Dibandingkan dengannya, Nixia adalah gadis setengah tomboy. Sejak kecil dia sudah melakukan banyak pekerjaan keras, dan lagi Nixia tak terlalu nyaman bersikap begitu feminin.

Mereka hanya berjalan hingga langit berubah oranye, saat mereka akan melalui jalan cepat menuju penginapan yang Nixia ketahui sebuah kejadian tak terduga terjadi.

"Elliza, menghindar!"

Elliza tak mampu bereaksi dengan cepat. Dia akan berbalik saat dia merasakan rasa dingin menjalar melalui udara di belakang lehernya.

Nixia yang dapat merasakan hawa membunuh itu dengan cepat melompat pada Elliza mendorongnya hingga menghantam dinding.

Mata Elliza menangkap kilauan logam putih mengkilau melewatinya menghantam tempat sampah di depan mereka dengan suara dentingan yang kencang.

"Elliza, kau tak apa-apa?"

Nixia yang berada di depan Elliza telah berdiri akan menarik pedang yang dibawanya. Matanya menangkap sosok di ujung jalan tempat mereka lewati sebelumnya.

"Tunjukkan dirimu dan katakan apa maumu?!"

Disana berdiri dua sosok berjubah dengan topeng putih menyembunyikan sebagian wajahnya. Mereka menatap langsung ke arah Nixia dan Elliza.

"Kalian tak perlu tau siapa kami, dan kami tak tak ingin melukai kalian. Kami dari 'Libra' memperingatkan kalian untuk tidak ikut campur masalah kami!"

Salah satu dari mereka berbicara, suaranya terdengar dibuat-buat. Mereka menekankan pada kedua gadis itu untuk menghentikan apa yang mereka lakukan.

"Libra? Ada apa, kau seperti ingin mengatakan kalau kami berbuat salah. Itu berarti kami berada di jalan yang benar."

Sebuah nama organisasi yang tak dikenal mereka muncul menghentikan penyelidikan mereka.

Nixia memiliki satu kesimpulan karenanya. Bahwa mereka sudah satu langkah menuju kebenaran hilangnya orang-orang.

Dari beberapa penjelasan yang diberikan sebelumnya, Nixia sadar bahwa hilangnya orang-orang bukanlah hal yang wajar.

Kebanyakan adalah lelaki dan gadis seumuran dengan mereka, sebagian adalah petualang dan sebagian hanya pekerja sampingan, ada dua orang pelajar dari sebuah akademi.

Meskipun begitu, Nixia belum sampai pada kesimpulan bahwa mereka semua di culik. Jika hilangnya orang-orang yang bahkan tak terdeteksi oleh perserikatan ada kemungkinan semuanya menjadi lebih serius dari yang dia pikirkan.

"Katakan! Apa hubungan kalian dengan orang-orang yang hilang itu?"

Nixia tak bisa melewatkan kesempatan ini. Alasan mereka menghalangi jalannya pasti berhubungan dengan kasus itu. Jika mereka tak mau bicara maka Nixia hanya perlu memaksa mereka berbicara.

Kedua sosok itu saling berpandangan satu sama lain sebelum akhirnya salah satu diantara mereka angkat bicara.

"Ini peringatan terakhir. Hentikan apa yang kalian lakukan atau kalian akan dalam masalah."

Kembali saat salah satu memperingati Nixia, Elliza mendongakkan kepalanya yang sebelumnya tertunduk.

Tangannya terkepal dengan begitu kencang menekan keinginannya untuk menarik pedangnya.

"Kenapa? Kenapa?! Kenapa kalian harus melakukan semua itu! Apa salah mereka hingga kalian tega merenggut mereka dari keluarga yang menyayangi mereka."

Elliza marah. Tentu Elliza marah. Melihat seseorang merasa tak bersalah sudah melakukan sesuatu yang buruk. Bagaimana mungkin dia tak merasa kesal?

Dia ingat ekspresi setiap wali yang mencurahkan setiap keluh kesah mereka. Tatapan mereka memohon, ada yang menahan air matanya, ada yang berusaha kuat. Semua itu karena mereka belum kehilangan harapan.

Karena itulah, menyerah dengan lawan seperti mereka bukanlah salah satu pilihan.

"Seseorang seperti kalian, beraninya kalian merenggut kebahagiaan mereka!"

Mata merahnya menyala terbalut amarah. Nixia yang menyadari perubahan sikap Elliza, mencoba menghentikannya.

Tekanan kekuatan yang ditunjukkan Elliza begitu mencolok. Dia akan mudah dikenali sebagai penyihir jika Nixia tak menghentikannya.

"Elliza, kendalikan dirimu!"

Bagaimanapun belum ada kemungkinan lawan mereka adalah seorang penyihir, jadi sampai saat ini harusnya Elliza tak perlu menunjukkan kekuatannya.

Namun Nixia tak bisa berharap banyak. Perasaan yang Elliza perlihatkanlah menunjukkan betapa baiknya gadis itu.

Baiknya gadis yang telah melewati begitu banyak hal sulit dalam hidupnya.

Menangkap tangan gadis itu menghentikannya, Elliza melebarkan matanya menyadari tindakannya.

Kekuatannya seketika menurun dan Nixia sudah tak bisa merasakan perasaan tak enak dari sebelumnya.

"Maaf, Nixia. Aku sepertinya tak bisa mengendalikan diri."

Nixia sangat mengerti terlebih ini tak lama sejak kematian Zalgan. Perasaan gadis itu masih belum stabil.

Namun di samping itu, ekspresi kedua sosok bertopeng itu terlihat seperti terkejut. Nixia tau dia sudah tak dapat menyembunyikan kebenaran siapa Elliza saat ini, tapi dia juga tak bisa membiarkan kedua orang itu.

Mereka saling berpandangan hingga salah satu mengangguk menyetujui sesuatu.

"Jadi seperti itu. Aku mengerti. Sekalipun kami memperingatkan kalian, tak akan ada yang berubah. Kami hanya berharap kalian tak menyesali hal ini."

Kedua sosok itu melangkah mundur seperti akan melarikan diri, Nixia yang mengetahui gelagat mereka menerjang maju dengan sekuat tenaga.

Namun tak kala dirinya akan meringkuk kedua orang itu, mereka melemparkan sesuatu melalui balik jubahnya.

Sesuatu yang kecil, yang sempat tak dihiraukan Nixia itu tiba-tiba meledak dengan cahaya yang gemerlap.

"Ugh! Ini... batu sihir?!"

Cahaya itu menyilaukan mata Nixia juga Elliza yang akan mengikuti kemana kedua sosok itu pergi.

Saat cahayanya berubah redup lalu menghilang, kedua sosok itu sudah menghilang.

"Mereka itu... sebenarnya siapa?"

Dalam hatinya Elliza juga menanyakan hal yang serupa.

Sedikit dirinya masih belum sanggup menerima semua ini. Elliza tak tau ekspresi apa yang akan ditunjukkan para wali itu jika mereka tau kebenaran ini.

Namun sedikit ada yang harus Elliza yakini. Dari tingkah kedua orang itu dan cara bicara mereka, sepertinya tidak hanya satu atau dua, namun semuanya terhubung dalam satu kasus dan mereka mungkin masih hidup.

Sekarang yang harus mereka pikirkan adalah mencari informasi tentang organisasi 'Libra' ke perserikatan.

"Sepertinya akan menjadi sulit dari sini. Elliza apa kau tau sesuatu?"

"Entahlah. Aku baru pertama kali mendengar nama itu. Tak tau mengapa, hanya saja aku yakin bahwa mereka semua terlibat."

"Sepertiku. Mereka ini pasti orang jahat yang sedang mencapai tujuan tertentu. Ayo kita hentikan mereka, Elliza."

Melihat melalui mata Nixia, keyakinan teguh sekuat baja yang tak ada yang sanggup menggoyahkannya itu memperlihatkan sosoknya yang Elliza kenal sejak kecil.

Mungkin alasan itulah yang membuat Nixia tidak sepenuhnya langsung dikendalikan oleh kemampuan sugesti waktu itu.

Elliza tersenyum serta memberikan anggukan penuh.

"Ya. Kita akan hentikan mereka."

———

Tanpa sadar diantara mereka dan malam yang semakin larut, kedua orang tadi memperhatikan kedua gadis petualang yang sepertinya tidak mengindahkan peringatan mereka dari kejauhan.

"Mereka berbeda dari petualang yang sebelumnya dikirim."

"Ya, itu pasti karena gadis berambut merah itu."

"Penyihir kah? Dari sekian banyak orang, kita justru mendapat kejutan yang besar."

"Lalu apa yang akan kita lakukan?"

Salah satu diantara mereka terlihat khawatir, namun sosok yang satu lagi hanya bisa berpikir sembari menatap punggung gadis yang menarik perhatiannya tersebut.

"Tak ada yang berubah dari rencana. Ini sudah mencapai tenggat waktu, setelah ini semuanya akan berubah."

Dia tertunduk mengingat suatu hal sedangkan yang satunya lagi hanya bisa menatap dalam diam.

"Sebentar lagi kita akhirnya dapat menunjukkan betapa hebatnya kita."