webnovel

BAB 3

Devon berjalan menuju mobilnya, ketika pria itu membuka pintu "bug" Hp keluaran terbaru itu tepat mengenai pelipisnya.

"Masih ingin bertanya apa kesalahanmu?" Ucap Thalita yang terlihat murka pada Devon.

Devon mengambil hp milik tunangannya itu kemudian membantingnya kejalan kemudian menginjaknya sampai remuk tak berbentuk. Ia kemudian berjalan memutar menuju pintu Thalita. Urat tangannya menonjol karena tangan Devon yang sedang mencengkram kuat. Pria itu terlihat sangat marah. Ia kemudian membuka pintu itu dan menarik Thalita keluar secara paksa membuat gadis itu tersandar di pintu mobil.

"Kau masih tak mengenal siapa aku, hum" ucap Devon datar, matanya menatap tajam Thalita sementara tangannya merayap masuk pada pangkal leher gadis itu. " Ingat, Aku tak pernah membedakan pria dan wanita dan aku memperlakukan mereka sama" ucap Devon dingin.

"De...von....le...pas...kan a.....ku.." Oksigen mulai menipis di paru paru Thalita sedang tangan Devon semakin kuat mencengkram batang lehernya dan kaki gadis itu sudah tak lagi manapak di tanah.

"Hah.....sialan...brengsek" Teriak Devon melepaskan cekikkannya dari Thalita dan membantingnya kepintu mobil.

"Huk....hukk...huk" gadis itu terbatuk tubuhnya sedikit terpental ke pintu mobil. Sedikit sakit tapi masih lebih baik dari pada tadi waktu ia kehabisan nafas.

"Masuklah, aku akan mengantarmu pulang" Ucap Devon berjalan menuju stir, wajah pria itu masih datar dan bengis.

Tak seorangpun boleh meremehkannya apalagi, menurunkan tangan padanya. Devon akan membalasnya berkali lipat. Seandainya saja Devon tidak memiliki kerjasama yang saling menguntungkan dengan Ayah Thalita mungkin saat ini gadis itu tinggal nama atau setidaknya ia akan berakhir menjadi pesakitan Di RS. Jiwa.

*****

Thalita mencengkram kuat tangannya membentuk kepelan sehingga kuku kukunya tajam menancap daging di buku buku jari nya saat memasuki mobil Devon. Rasa sakit di pangkal lehernya masih terasa akibat cengkraman tangan tunangannya itu. Belum lagi hatinya yang tercabik saat di perlakukan tidak layak seperti tadi. hey dia seorang putri, tak sekalipun ia pernah merasakan pukulan dari orang lain bahkan nyamuk sekalipun tak pernah ia rasakan gigitannya tapi Devon melakukan sebuah kesalahan besar. Dan sumpah demi apapun Thalita akan membalasnya. Persetan dengan pertunangan Sialan ini. Ia bisa mencari puluhan bahkan ratusan orang seperti pria yang sedang melajukan mobil di sampingnya ini.

Mobil Range Rover Sport tersebut keluar dari parkiran gedung setelah mengalami macet hampir sejam karena peserta Reuni sepertinya mulai banyak yang keluar dari gedung. Suasana di dalam mobil tampak hening. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan.

Mobil mulai melaju, dari kejauhan Thalita melihat Reyna yang duduk bersandar pada tiang halte bus. Gadis itu kemudian menyunggingkan senyum liciknya. Ia kemudian menatap Devon yang masih terlihat kesal, wajah pria itu nampak garang seakan ingin menelannya hidup hidup.

"Let's do the show" ucap Thalita pelan. Ia akan melakukan satu tembakan dan mengenai dua sasaran sekaligus. Bisiknya dalam hati. Kali ini Thalita akan bertaruh dengan keselamatannya. Jiwanya melonjak kegirangan dan Thalita yakin rencananya akan berhasil.

"Bisa tolong turunkan kecepatan mobilmu Devon, Aku sedikit pusing" ucap Thalita pada Devon.

Devon tak merespon pertanyaan tunangannya itu namun dari pergerakan mobil yang mulai berpindah ke jalur lambat Thalita yakin pria itu mendengar permintaannya walaupun mobil masih dengan kecepatan yang sama. Beberapa mobil mengklakson dari belakang akibat tindakan Devon yang tiba tiba berpindah jalur.

Saat mobil mulai menghidupkan send dan bergerak ke jalur lambat itulah Thalita melihat jarak antara mobil yang ia tumpangi dengan halte semakin dekat, kemudian gadia itu mengambil kesempatan dengan menarik setir ke arah dirinya

"Hey, Apa yang kau lakukan" Ucap Devon yang terkejut karena tiba tiba mobilnya menaiki badan jalan dan "brakkk" menabrak tiang halte bus dan sialnya sekilas Devon melihat ada seseorang yang sedang duduk di sana.

"Sial" ucap Devon

"Brakkk....." suara dentuman keras bersamaan dengan Airbug yang mengembang memenuhi bagian depan dalam mobil.

Devon sedkit merasakan nyeri pada lehernya, mobil Range Rover Sport 3.0 HSE. Itu sudah membuat bengkok tiang penyangga halte bus. Sementara klakson mobilnya terus berbunyi akibat tertekan oleh lengannya. Devon menatap Kesebelah kirinya, Thalita tampak baik baik saja dengan kantung udara yang memenuhi tempat ia duduk saat ini.

Devon sedang berusaha membuka sabuk pengaman Thalita. Namun keningnya kembali berkerut menatap Thalita yang tertawa mengejek padanya. Ia yakin ada yang tidak beres dan kali ini mungkin fatal.

"Ini akibat kau menyakitiku, kau harus membayarnya" Ucap Thalita Kemudian membuka pintu mobilnya.

"Tokk...tokkk.... Turun....hoiii....turun" Suara ketukan dan teriakan pada jendela samping mobilnya mulai terdengar nyaring. Sementara orang orang mulai ramai mengelilingi mobilnya.

Devon membuka pintu perlahan, ia masih sedikit linglung ketika melihat orang orang mulai berteriak padanya.

"Hey.....kau menabrak seseorang...."

"Kau harus bertanggung jawab..."

"Cepatlah.....sepertinya gadis itu meninggal"

Suara orang orang timpang tindih memenuhi telinga Devon. Ia baru menyadari bahwa mobilnya menabrak seseorang. Dengan cepat Devon berlari menuju depan mobilnya.

Tubuhnya terhenyak ketika mendapati seorang gadis yang tergeletak miring, sementara darah mulai terlihat di wajah gadis itu. Dan ia mengenal gadis itu beberapa puluh menit yang lalu. Ya dia Reyna. Gadis yang belum sejam yang lalu berselisih faham dengan Thalita. Oh bukan berselisih faham, Thalita Tunangannya itu merecoki gadis yang sedang melahap segunung makanan yang ada di piringnya tadi.

Devon mencari keberadaan Thalita di antara keramaian orang orang. Matanya menangkap tunangannya itu yang berdiri tepat di samping Reyna tampa berniat menolongnya. Thalita kembali menyunggingkan senyum liciknya pada Devon.

"Brengsek Thalita" Rutuknya dalam hati.

Memilih mengabaikan Thalita, Devon bergegas menggendong tubuh gadis yang terlihat masih bernafas itu. Matanya terlihat masih berkedip.

"Hey,....Tetaplah sadar, aku akan membawamu ke Rumah sakit terdekat" Ucap Devon.

"Terim..a...kasih" walaupun suara itu kecil dan sayup sayup tapi Devon dapat mendengarnya jelas.

Devon terpaku sesaat menatap Reyna yang  tersenyum padanya. Dan bagaimana bisa saat nyawanya sudah di ujung tanduk gadis itu masih sempat mengucapkan terimakasih. Memilih mengabaikan semua itu Devon menaiki Taksi yang berhenti kemudian membawa Reyna menuju Rumah Sakit terdekat dari lokasi karena suasana yang macet kemungkinan Ambulance yang menuju lokasi kecelakaan masih dalam perjalanan dan bisa saja terjebak macet.

*********

Devon mengambil dompet dari saku belakangnya dengan susah payah. Sementara darah segar masih terus mengalir dari pelipis gadis itu. Wajah Reyna terlihat mulai pucat untunglah Devon masih merasakan detak jantung gadis itu walaupun lambat.

"Hey, kita sudah sampai , bangunlah " ucap Devon yang melihat taksi yang mereka tumpangi memasuki gerbang Rumah Sakit. Ia kemudian mengeluarkan semua uang tunai yang berada di dompetnya dan memberikan pada sopur taksi.

" Ini terlalu banyak pak" Ucap sang sopir yang kebingungan memegang uang dengan lembaran seratus ribu yang sangat banyak tersebut padahal biaya taksi tidak sampai menghabiskan satu lembar uang lembaran seratus ribuan

"Ambil kembaliannya untuk anak dan istrimu" Ucap Devon lagi kemudian bergegas turun dari Taksi.

"Trimakasih pak, Mudah mudahan beliau baik baik saja" Ucap sang sopir menatap gadis yang berada dalam gendongan Devon.

Devon mengangguk, kemudian berjalan cepat menuju koridor rumah sakit. Ia mengabaikan para dokter yang membawa brangkar meminta Devon untuk memindahkan Reyna dari gendongannya. Devon lebih memilih berlari menuju ICU. Ia kemudian membaringkan Reyna di sana.

"Selamatkan dia....tolong" Ucap Devon yang mulai panik ketika melihat tangan Reyna terkulai begitu saja di brankar itu.

"Silahkan keluar, kondisi pasien darurat, kami akan mengambil tindakan terbaik dan paling cepat untuk mengembalikan kesadarannya." ucap salah seorang dokter.

Devon terduduk di ruang tunggu ICU. Sejam berlalu belum ada tanda tanda lampu darurat di ruangan ICU mati.

Devon menyandarkan kepalanya ke dinding, tubuhnya masih sedikit nyeri karena benturan ringan, belum lagi rasa lelah yang mulai di rasakannya. Ia menutup matanya sejenak. Namun belum lima menit mata itu terpejam seseorang membangunkannya.

"Boss..."

Devon mengerjap beberapa kali menatap assitennya yang berada di depannya bersama dua orang polisi.

"Ada apa?" Ucapnya mengarah pada dua polisi yang berada di hadapannya.

"Bapak Devon Rayyan Nizama anda di tahan karena kelalaian mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan dan korban jiwa, sebaiknya anda mempertanggung jawabkan perbuatan anda sekarang. Untuk urusan selanjutnya sebaiknya di selesaikan di kantor polisi" ucap polisi tadi.

Devon mengerti, ia pun berdiri " Dimitri, selsaikan ganti rugi pada setiap orang, barang ataupun benda tanpa terlewat dan segera hubungi lawyer " Ucap Devon lagi.

Ia kemudian menatap pintu ICU yang masih tertutup.

"Dimi, Tunggu disini dan laporkan setiap petkembangan korban yang berada di dalam dan lakukan perawatan terbaik untuknya" ucap Devon kemudian berjalan berdampingan dengan dua polisi tadi.